23 Episode 22

Terkadang jika sudah mencintai maka akan susah untuk melepas serta melupakan apalagi itu cinta pertama yang membawa kenyamanan

Zach berjalan menuju kelas XI IPA 2, ia ingin menemui Luna meminta maaf pada gadis itu kemarin ia telah berbuat salah pada Luna.

Flashback On

Luna masih berada di rumah Zach  menunggu pemuda itu bangun dari tidurnya. Zach sedari siang hingga malam masih tidur meninggalkan Luna bersama orang tuanya di bawah.

Hari sudah semakin malam, dan Zach belum bangun dari tidurnya. Luna semakin gelisah karena magrib telah selesai. Pasti orang tuanya saat ini sedang menunggu kepulangan dirinya.

"Tunggu ya Luna tante bangunin Zach dulu, anak itu kalau nggak di bangunin gak bangun-bangun" Setelah mengatakan itu Wilona berjalan ke kamar anaknya. Ternyata Zach sudah bangun dan sudah rapi menggunakan jaket kulit hitam kesukaannya. Zach dan Wilona berpapasan di tangga.

"Kamu dari tadi tidur aja, itu kasihan Luna nungguin kamu. " ujar Wilona pada anaknya itu.

Zach hanya diam tidak menggubris perkataan mamanya ia berjalan menuruni tangga melewati mamanya yang hanya menghela nafas pasrah dengan sikap putra bungsunya.

"Ayo pulang" ujar Zach saat sudah ada didekat Luna yang duduk di meja makan bersama Arsen.

Luna memperhatikan Zach, entah apa yang perempuan itu pikirkan saat ini. Dia menggendong tasnya bangkit dari duduknya saat ini.

"Om, tante. Aku pulang dulu ya" ujar Luna pada Arsen dan Wilona.

Arsen hanya tersenyum kemudian mengangguk sementara Wilona

"Iya, kapan-kapan main kesini lagi ya Lun" ujar Wilona dengan ramah mendekat ke Luna dan memeluk gadis itu.

"Kamu yang sabar ya menghadapi Zach, Tante berterimakasih sama kamu. Zach mulai berubah menjadi lebih baik. Pasti itu berkat kamu" bisik Wilona di telinga Luna. Luna melepaskan pelukan Wilona sambil tersenyum dan dalam pikiranya ia berfikir. Masa Zach menjadi lebih baik karena dirinya perasaan Zach gak berubah sama sekali batin Luna

Zach berjalan begitu saja meninggalkan Ruang makan, setelah berpamitan ke orang tua Zach Luna berjalan di belakang Zach mengikuti langkah lebar pemuda itu dari belakang. Sangat susah untuk menyamai langkah seorang Zach.

Mobil Sport berwarna hitam sudah terparkir di depan rumah, tidak biasanya Zach menggunakan mobil ini entah kenapa ia ingin menggunakan mobil sport miliknya yang satu ini padahal sudah sekian lama terparkir di garasi. Mobil itu sudah di keluarkan di depan rumah oleh supir keluarga Wireman. Sehingga Zach tidak perlu mengeluarkannya sendiri.

Dengan manisnya Zach membukakan pintu untuk Luna menyuruh gadis itu untuk masuk kedalam mobil. Luna menuruti permintaan Zach, menatap pria itu penuh terpukau dan tanda tanya tidak biasanya Zach bersikap manis padanya.

Yang terlihat saat ini sungguh palsu atau sungguh serius. Apabila sebuah keseriusan berharap itu berbuah manis membawa cinta dihati.

Walaupun merasa sedikit tersanjung serta terpukau dengan perlakuan manis Zach, Luna hanya bersikap diam saja di dalam mobil. Karena dia bingung harus bersikap bagaimana, Zach menatap sekilas ke Luna lalu kembali lagi fokus menatap kedepan, menatap jalanan kota yang penuh keramaian.

Baru saja mobil berjalan beberapa menit,

Drttt

Ponsel Zach bergetar Lama, tanda ada panggilan masuk. Tertera di layar itu bertuliskan Salsa Sweet.

Tentu saja tidak butuh waktu lama untuk mengangkat telpon itu dengan secepat kilat Zach mengangkatnya.

"Halo ayuk" Sapa Zach saat mengangkat ponsel itu.

"Kenapa menangis?Ayuk..Ayuk baik-baik saja" ujar Zach lagi penuh kekhawatiran. Apalagi panggilan telpon terputus seketika membuat Zach menghentikan mobilnya secara tiba-tiba,mengerem mobil itu mendadak membuat Luna hampir terpentuk kaca depan mobil untuk ia memakai seatbelt. Luna menatap Zach bingung, laki-laki itu tampak gelisah menatap layar ponselnya dan sesekali mencoba menelpon namun tidak mendapat jawaban.

"Ada apa?" Tanya Luna saat melihat Zach semakin gelisah.

"Turun" ujar Zach yang kini menatap Luna

"Apa?" Jujur Luna tidak mengerti

"Lo bisa turun, tunggu disini. Nanti gue balik lagi" Zach membuka pintu mobil Luna. Itu semakin membuat Luna tidak mengerti.

"Maksudnya Lo nurunin gue disini" Luna merasa tak percaya dengan Zach sekarang yang tega menyuruh dirinya untuk keluar.

"Gue mohon, Lo turun disini dulu. Nanti gue balik lagi buat jemput Lo. Salsa lagi butuhin gue sekarang"  Luna hanya diam mendengar ucapan Zach barusan. Tidak merespon atau tidak beranjak turun menatap pemuda itu datar.

"TURUN" Nada sedikit tinggi akhirnya keluar dari mulut Zach. Luna membulatkan matanya tak percaya, bagaimana bisa Zach bisa bersikap seperti ini padanya. Dengan terpaksa Luna turun dari mobil, keluar dari mobil itu dan membantingnya begitu keras.

Saat Luna sudah di luar mobil Zach menurunkan kaca mobilnya.

"Tunggu disini dulu, nanti ku jemput" ujar Zach pada Luna sebelum pergi meninggalkan gadis itu di pinggiran jalan.

Apakah manusia bisa begitu tega dengan manusia lain, sepertinya bisa mereka hanya mementingkan kesenangan sendiri tanpa memikirkan perasaan yang lain.

Walaupun pinggir jalan dimana ia berdiri saat ini ramai orang berjualan, Tapi Luna benar-benar takut belum pernah ia sendirian keluar malam seperti ini. Apalagi saat ini ia terasa aneh masih memakai seragam sekolah apa anggapan orang-orang nanti terhadap dirinya. Luna benar-benar bingung harus bagaimana sekaran, bagaimana cara dia pulang kerumah.

Menghubungi orang rumah, jelas tidak mungkin. Jika dia menghubungi kakak-kakaknya atau Daddynya bahkan Jovan pasti mereka semua merasa tidak terima dengan perlakuan Zach padanya bisa-bisa Zach dihabisi oleh orang-orang dirumahnya. Luna benar-benar bingung saat ini harus menghubungi siapa

...

Sementara Zach saat ini sudah sampai didepan rumah Salsa dan Roland. Rumah itu tampak menyala lampu yang terang keada juga tampak normal-normal saja. Tapi, rasa khawatir dalam diri Zach tidak memperdulikan itu dia berlari keluar mobil menggedor pintu rumah itu dengan begitu keras berkali-kali ia menggedor pintu tidak ada satupun yang membukakannya , Zach berinisiatif untuk mendobrak pintu itu secara paksa sebelum niatnya terlaksana pintu rumah itu sudah terbuka menampakkan sepasang suami istri yang menatap Zach bingung karena Zach tampak mengatur nafasnya yang terengah-engah dan tampak khwatir di wajah itu.

Setelah pintu itu terbuka Zach langsung mendekat ke Salsa meraih bahu perempuan itu melihat dari atas ke bawah apakah ada yang terluka atau tidak.

"Ayuk, Ayuk, tidak pa-pa? " Tanya Zach yang penuh kekhawatiran.

"Hehehe, ayuk tidak apa-apa kok. Kamu tenanglah" Salsa melepaskan ke dua tangan Zach dari bahunya sambil tersenyum.

Zach bingung dengan itu,

"Gara-gara kamu tuh, Zach jadi bingung plus kecapean" Roland berjalan mendekat disamping istrinya lalu merengkuh istrinya dipelukannya.

Zach mengernyitkan dahinya dia semakin tidak mengerti dengan ini semua.

"Ayo masuk dulu, ayuk bakal jelasin kekamu" Salsa menangkap kebingungan dari wajah Zach.

Zach menurutinya, ia berjalan masuk kedalam rumah itu berjalan mengikuti sepasang suami istri.

"Maafin ayuk ya, ayuk gak bermaksud kok buat ngerjain kamu" ujar Salsa saat sudah sampai di sofa ruang keluarga.

"Maksudnya?" Tanya Zach datar dan tak mengerti dengan ini semua.

"Hehehe, Ayuk tadi cuman ngetes bang Roland sayang nggak sama ayuk cepet atau nggak kalau ayuk kenapa-kenapa. Eh ternyata bang Roland sayang banget sama ayuk datangnya lebih cepet dari kamu" Jelas Salsa sambil tertawa cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Ayuk kamu tuh aneh, ya masa Abang gak sayang sama dia kan aneh" ujar Roland sambil menatap istrinya.

Sementara Zach hanya diam memperhatikan dua orang itu. Seketika ingatanya teringat pada Luna yang ia turunkan begitu saja di pinggir jalan setelah ia menerima telpon dari Salsa.

Zach langsung bangkit dari duduknya

"Aku pulang" ujar Zach datar dan berjalan pergi.

"Kamu marah Zach" ujar Salsa lirih melihat Zach yang tidak memberikan ekspresi apapun berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.

"Aku ada urusan" jawab Zach datar  diluar pertanyaan yang diberikan.

Ia keluar dari rumah Salsa berlari dengan cepat menuju mobil miliknya. Ia harus menjemput Luna gadis itu pasti kebingungan harus kemana dan kelamaan untuk menunggu.

Setelah mengemudi hampir setengah jam akhirnya Zach sampai di tempat dimana ia menurunkan Luna tadi. Zach menepikan mobilnya membuka pintu dan turun dari mobil melihat sekeliling mencari seseorang. Tak nampak seorangpun yang mirip dengan Luna disitu.

Ada inisiatip untuk menghubungi, Zach membuka ponselnya. Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan kira-kira itulah yang terdengar dari ponsel di seberang sana.

Berkali-kali Zach menghubungi nomer Luna tapi masih saja jawabannya sama suara operator yang terdengar.

Zach diam sesaat mencoba berfikir siapa yangbharus dia hubungi untuk mengetahui keberadaan Luna saat ini apakah gadis itu sudah sampai dirumah atau belum.

"Halo Kak" ujar Zach setelah sambungan telpon itu terangkat.

"Luna sudah pulang ke rumah" ujar Zach tanpa basa-basi

"Syukurlah kalau sudah di rumah, gak pa-pa. Dia aku hubungi gak aktif Makasih kak" kira-kira begitulah yang di ucapkan Zach pada Lionil. Ia segera menutup telpon itu setelah mendengar apa yang ingin didengarnya.

Zach merasa lega mengetahui bahwa Luna sudah sampai di rumah. Setidaknya rasa bersalahnya tidak terlalu dalam karena hal tadi.

Tapi masih ada rasa yang mengganjal di hatinya akibat perilakunya tadi.

Flashback off

Zach kini berjalan ke taman sekolah, karena dia tidak menemukan Luna di kelasnya. Kata kedua teman Luna tadi gadis itu sedang berada di taman belakang sekolah. Saat ini memang jam istirahat dan mungkin sebentar lagi jam pulang sekolah. Memang hari ini memang jam pulang sekolah lebih cepat karena guru-guru sedang rapat mengenai kelulusan anak-anak kelas tiga.

Zach dapat melihat Luna yang duduk di kursi taman menatap ponselnya.

Luna duduk di kursi taman belakang sekolah melihat ponselnya yang sedari semalam ia matikan. Rasanya malas untuk menghidupkan ponsel itu entah kenapa rasanya tidak berminat untuk menyalakannya

"EKHMM" Suara deheman tersebut mengalihkan pandangan Luna yang sedari tadi menatap Ponsel yang tergenggam di tangannya..

°°°

T. B. C

avataravatar
Next chapter