webnovel

Cinta Wanita Lugu

NOTE : Selain tulisan EPISODE 1-dst dimohon tidak dibuka ya ^^ (maafkan saya) *** Nadya melihat ada seorang laki-laki yang sedang berdiri menunggu atau berteduh karena langit akan turun hujan dipelataran gedung kampus tidak jauh dari posisinya. Mengingat akan hal itu, entah sebuah kebetulan atau kesengajaan. Satu bulan kemudian ikatan sakral di ucapkan dengan lantang oleh seorang laki-laki bernama Revan Putra Kusumanegara. Mulai saat itu Revan telah sah menjadi suami Nadya yang ternyata satu kampus dengannya tapi tidak pernah melihatnya terlebih saling sapa, mungkin karena mereka berbeda kelas atau bahkan berbeda jurusan atau Nadya yang telalu menutupi dirinya bergaul dengan orang lain. jika tidak ada dasar suka, akankah sebuah hubungan terjalin harmonis dan bahagia? Entahlah! Jenis hubungan pernikahan apa yang akan mereka jalani kelak. Semua orang bisa berubah, tetapi waktu bisa mengubah segalanya. ------------------------- Pembacaku yang menyukai cerita ini, beri dukungannya dong ^^ kasih power stone nya ya, review juga komentar ditiap bab boleh banget. selamat membaca... ig authornya : basreswara

Basreswara · Urban
Not enough ratings
297 Chs

EPISODE 23

Kilas balik … (sudut pandang Adit)

"Bagi yang ingin request lagu, silahkan kirim pesan ke nomor 08xxxxxxxx63" tiba-tiba saja terpikirkan olehku ide itu. Menunggu request an anak-anak belum masuk, aku memutar lagu 'kisah kasih disekolah' oleh crisye.

Kami bertiga berada didekat sound system yang biasa dipakai untuk upacara bendera ataupun upacara lainnya. Saat itu para guru rapat sekolah, tetapi kami para siswa tidak diizinkan pulang.

Belum selesai lagu yang dinyanyikan crisye, ada pesan masuk. Tidak tahu dari siapa. Yang jelas dia menitipkan salam. "Request lagu kangen Dewa 19. Titip salam pada orang bernama Revan" isi pesan yang aku baca.

Aku tahu seorang bernama Revan, siswa yang memiliki nama dimata para guru. Bagaimana tidak, osis, pramuka, musik, dia yang berperan penuh. Terkadang dia menjadi pemimpin upacara hari senin.

Satu hal yang membuatku bertanya-tanya, dia selalu sendirian. Bukan karena tidak memiliki teman, sering dia berbincang dan bercanda dengan beberapa siswa. Tetapi hanya seperlunya, tidak seperti aku yang memiliki grup, dengan kata lain teman yang selalu aku ajak main dan aku pinta untuk melakukan ini itu. Contohnya saat ini, aku berasa sedang menyiarkan radio.

Microphone itu aku gunakan sebagai alat penyampaian pada seluruh siswa yang berada disekolah. Aku baca pesan dan titipan salam tadi, perlu ditekankan aku hanya membaca. Tidak tahu jika akan riuh tepuk tangan dan teriakan anak-anak diberbagai penjuru kelas.

Menurutku semua nya tidak menyangka ada yang menyukai penguasa osis dan Ekstra Kurikuler (ekskul) sekolah ini. Aku akui, sungguh berani perempuan ini. Bisa saja ada teman iseng mengirimkannya.

Pada saat guru rapat, sebagian besar siswi dan siswa menarik kursi masing-masing hanya untuk duduk diteras kelas, terkadang ada yang menutupi pintu kelas. Tidak tahu kenapa, mungkin sudah menjadi kenyamanan.

Sangat mengahayati peran sebagai penyiar radio. Benar, aku berbicara layaknya penyiar radio yang sok asik. Pikirku ide ini tidak membuat siswa jenuh.

"Ran, aku beli mineral kekantin bentar ya" ucapku, tenggorokan terasa kering setelah mengoceh tiada henti.

Saking hausnya, mineral berkemasan cup habis dalam beberapa tenggakan saja. Seorang perempuan berjalan kekantin tempatku membeli minum, tidak pernah melihatnya, mungkin siswi pindahan, pikirku.

"Bu, nasi satu. Tidak usah pakai kacang" pesannya, terdengar suara gugup disana.

"Halo dik" sapaku, menunjukkan sikap senior yang baik dan benar.

Dia diam saja, hanya senyum tipis menyambut. Tidak kehabisan akal, aku bertanya lagi, bagaimanapun aku penasaran dengannya. "Kamu kelas berapa? Kelas sebelas ya?" tebakku sok mengakrabkan diri.

"Tidak. Aku kelas dua belas" ucapnya membuatku tak percaya.

Tubuhnya mungil menurutku, wajahnya tidak menunjukkan kelas dua belas.

"Baru pindah kesini kah?" tanyaku lagi, syukur jika dia menjawab. Tapi aku sangat penasaran.

"Tidak. Dari kelas sepuluh aku sudah bersekolah disini" ungkapnya sembari menunggu nasi pesanan nya tadi. Aku masih berdiri didekat pajangan berbagai jenis minuman, sedangkan dia duduk agak jauh disana.

"Tapi aku belum pernah melihatmu. Tidak mungkinkan kamu transparan. Sungguh, baru ini aku melihatmu, makanya aku mengira kamu adik kelasku" tuturku tak percaya. "Berapa, bu?" aku ingin membayar minuman tadi yang dijawab empat ribu oleh ibu kantin.

"Aku makan dulu, kak" izinnya. Aku merasa diusir secara halus jadi aku kembali menjadi penyiar radio sekolah saja.

Hingga jam pulang sekolahpun aku masih memikirkan perempuan tadi, tidak menyangka saja ada orang seperti itu. Ah sial aku lupa menanyakan namanya. Menurutku dia sangat misterius, besok aku cari dia ke penjuru sekolah.

***

Tidak patah semangat, hari ini aku bertekad mencari nya. Dia di kelas paling ujung ternyata, jauh dari kelasku. Mungkin dia anak yang pemalu atau memang tidak memiliki teman, terlihat dari pergaulannya.

Biasanya murid perempuan memiliki geng dan semacamnya, dia tidak sama sekali. Jika disebut kutu buku juga bukan, yang dilakukannya bukan membaca melainkan menulis dibuku-buku berwarna, ukurannya kecil. entah apa namanya.

Sebelumnya aku tidak akrab dengan suasana kelas ini, mungkin karena kelas kita yang berjauhan.

"Hei. Ketemu lagi kita. Kamu dikelas ini ternyata" sapa ku sok kenal.

"Apa aku melakukan kesalahan padamu?" tanyanya kaget.

"Bukan. Bukan. Kemarin aku lupa menanyakan namamu, kami ditugaskan ketua osis mendata siswa-siswi disini" ngelesku tidak masuk akal sebenarnya. Masa Cuma dia yang aku tanyakan.

"Nadya Pertiwi" imbuhnya.

"Baiklah. Besok aku datang lagi" dia terkejut setelah mendengar ucapanku. Terserah lah kalo dia menolak, aku juga tidak memperdulikan nya. Yang jelas namanya sudah kuketahui.

Melihatnya yang sendiri mengingat kan ku pada seseorang. Tapi siapa? Aku menggelengkan kepala malas memikirkan itu.

***

Sudut Pandang Revan…

Mendengar titipan salam dari acara yang dicetuskan anak kelas sebelah berhasil membuatku terkejut. Memang terkejut, aku memang ambil peran di hampir semua kegiatan. Tetapi aku bukanlah ketua osis terkenal dan dipuja-puja seperti ketua osis pada umumnya.

Saat salah satu murid dari bertiga yang didekat sound system pergi entah kemana, aku meminta nomor ponsel ke temannya. Benar, nomor ponsel yang menitip salam tadi. Aku belum menghubunginya, tunggu beberapa hari lagi.

"Halo, siapa?" suara diseberang bertanya. Benar saja, ini suara perempuan. Aku tak menjawabnya, aku cukup gugup hanya sekedar bertanya.

Aku putuskan mengirim pesan padanya. 'Bisa bertemu? Aku anak kelas sebelah'. Lumayan lama dia membalas pesanku. Penasaran sekali dia siapa, jujur aku tidak megerti bagaimana bersikap layaknya teman dengan lawan jenis.

Setelah perpisahanku dengan teman semasa Sekolah Dasar. Aku memutuskan tidak ingin berteman terlalu dekat pada siapapun. Aku merasa pertemanan yang terlalu dekat itu menyakitimu.

'Bisa saja. tapi ada perlu apa?' balasan pesan tadi. Satu jam lamanya menunggu balasan pesan ini.

'Banyak sekali. Tidak cukup melalui ketik an pesan ini' aku tidak tahu harus beralasan apa lagi. Biar saja dia menganggap ini berlebihan.

***

Disekolah kami, jam istirahat adalah jam 09.30. aku mengajak nya ketemuan di taman sekolah bagian depan dekat gerbang masuk. Menilik sekitar belum ada seseorang yang juga mencari. Aku duduk pada bangku terbuat dari semen disana.

Ada sosok mungil sedang linglung, aku mengahampirinya. Tebakkan ku benar, dia perempuan tadi malam. Dia sangat terkejut melihatku, kaku sekali, seolah berhenti bernapas. Kenapa dia berlebihan sekali, seperti melihat kepala sekolah saja.

"Hai. Halo. Namamu siapa? Halo. Halo" berulang kali aku menyapanya, dia termangu. Kugunakan lima jari mengibas-ngibas di depan wajahnya.

"Ak.. aku.." terbata ucapannya. Sungguh aku tidak tahu penyebab keterbataannya.

"Namaku Revan" kenalku lebih dulu.

"Sudah tahu" cicitnya, hampir tak terdengar.

"Banyak sekali yang ingin kutanyakan padamu. Kamu adik kelasku ya?��� dilihat dari wajahnya yang masih imut ditambah tubuhnya hanya sebatas bahuku.

"Permisi. Aku ada urusan" pamitnya tanpa menjawab pertanyaan ku tadi.

"Tunggu dulu" langkahnya terhenti mendengar kataku. "Urusan? Selesaikan nanti, aku duluan memintamu berurusan kan. Ingat pesanku semalam?" jelasku menahannya.

"Ta.. tapi.." ia terbata lagi.

Aku menghela napas, ada apa dengan nya, dia gagap? Dari tadi omongannya tidak selesai.

"Kamu berhutang padaku" aku mengancamnya agar tidak pergi dari sini. "Ayo bicarakan disana. Pelajaran selanjutnya masih lama, setengah jam lebih dari cukup untuk menjelaskan.