Mimpi itu seakan kembali menghantui tidur Ivory. Namun kali ini mimpi tersebut begitu panjang dan terasa lebih nyata. Setelah mimpi sosok Enrique yang dihantam truk dan langsung memecah belah tubuh itu muncul dalam mimpinya, lalu kini sosok tubuh sang kekasih yang berlumuran darah segar dan dihantam sekeras – kerasnya dengan balok kayu hingga kepalanya terlepas dari raga tersebut membuat Ivory berteriak histeris dan segera tersadarkan dari bangunnya yang panjang. Peluh keringat segera membasahi tubuh dan wajahnya dengan napas yang masih tersengal dan tidak teratur. Moniq yang terjaga setelah putrinya sadar dari tidur panjangnya membuatnya tersentak.
"Ivy…Kamu udah bangun nak? Apa yang kamu rasakan sekarang?"
"Ma…Robin…dia…dia…hiks…" Ivory seakan tidak mampu untuk menyelesaikan ucapannya mengenai kekasihnya yang telah dibunuh oleh psikopat itu dengan cara yang keji.
"Sabar ya nak…Sabar…Mama bisa rasain kesedihan kamu…Sekarang kamu jangan pikirin itu dulu ya…Kamu mau makan dulu nggak? Ini udah malam, mama udah masakin bubur kesukaanmu, makan dulu ya…"
"Nggak ma, aku gak laper…Aku mau nyusul ke rumah orang itu lagi untuk bawa kembali Robin ma…"
"Ivy! Jangan! Itu berbahaya! Kita tunggu Jade dulu nak, kamu jangan gegabah, tadi Jade justru takut kalo kamu kenapa – napa makanya bawa kamu pulang dulu. Sebenarnya apa yang terjadi di sana nak?"
"Orang itu…hiks…dia…udah bunuh Robin… Dia disiksa sampai mati ma… Keadaannya…hiks… Arghh… Aku takut ma…"
"Udah…Udah ya…Maafin mama nak...kamu tenangin diri dulu. Mama ada di sini temani kamu, jangan takut lagi ya… Kamu aman di sini."
Tidak berapa lama kemudian, Jade telah membawa James dan Cynthia kembali ke rumah kecil tersebut agar mereka bisa bersatu. Jade segera memanggil Moniq dan Ivory, namun keadaan Ivory yang masih tegang dan belum stabil membuatnya masih belum mampu untuk bertemu siapapun. Moniq segera keluar untuk menemui Jade yang segera menunjukkan kepadanya dua orang yang dibawanya di ruang tamu. Ia segera menutup kedua bibirnya yang telah membuka lebar menganga tatkala ia melihat sosok pria paruh baya yang terlihat cacat dan tidak terawat bersama dengan seorang wanita.
"Jadi…"
"Iya ma… Ini Paman James yang masih hidup dan ini Bibi Cynthia."
Moniq yang begitu terkejut melihat James yang terlihat berbeda sekali dengan sosok James yang terakhir kali dilihatnya bagaikan sudut yang berputar sebesar 360 derajat itu membuatnya segera jatuh tersungkur. Jade segera membantu membopong tubuh wanita yang terkulai lemas di hadapannya.
"Ma… Mama gak apa – apa kan? Ayo ma, berdiri pelan – pelan, kita samperin bibi dulu yuk. Paman masih dalam keadaan gak sadar."
Jade segera mempertemukan kedua pasangan sejoli itu dengan Moniq. Seraya berkenalan, Moniq segera memeluk Cynthia dan keduanya segera terlarut dalam keadaan haru menangisi keadaan James yang ternyata masih diberikan kesempatan untuk berkumpul kembali bersama dengan mereka hingga keheningan sesaat kembali memenuhi ruangan. Jade yang sedari tadi tidak melihat sosok Ivory segera menanyakan Moniq.
"Ivy gimana keadaannya ma? Apakah dia udah sadar?"
"Ah…iya, tadi dia udah sempat sadar tapi sebenarnya apa yang terjadi terhadap Robin? Dari tadi dia begitu histeris dan terus menangis, belum mau makan juga. Mama jadi khawatir."
"Biar aku coba bujuk dia dulu ya ma," ujar Jade seraya meninggalkan kedua wanita itu yang terlihat masih sibuk merawat luka di tubuh James dan sedang memulai pembicaraan.
Jade segera berjalan perlahan menuju kamar untuk melihat keadaan gadis itu dan mengetuk pintu pelan, namun sepertinya Ivory yang masih dalam keadaan shock dan tidak menyadari keberadaan Jade di depan pintu kamarnya terlihat diam dan tidak bergeming serta terus menangis pilu. Jade segera mengambilkan semangkuk bubur masakan Moniq dan berjalan perlahan mendekati dan duduk diam menemaninya lalu mencoba untuk menghiburnya terlebih dahulu sebelum ia menyuapinya.
"Yakin masih belum laper? Kasihan mama, udah capek – capek masakin buat putrinya tapi malah dianggurin sama dia. Terpaksa buang aja deh buburnya, karna ada yang nangis terus gak berhenti dari tadi, sampe – sampe mama diabaikan dari tadi. Hmm…" ujar Jade seraya berjalan meninggalkan Ivory namun sepertinya gadis itu masih menyadari kehadiran pria tersebut hingga ia menarik kemeja Jade.
"Jangan dibuang, kasihan mama. Aku akan makan sekarang," ujar Ivory terisak seraya menatap dalam wajah pria yang melirik ke arahnya.
"Nah, gitu dong. Dari tadi kek, kasian mama tau. Mama begitu mengkhawatirkanmu tadi. Sini, biar kusuapin dulu tuan putriku," ujar Jade seraya mengusap air mata gadis itu dengan tangannya dan menyuapkan bubur ke dalam mulut mungil gadis itu yang disambutnya dengan lahap. Gadis itu masih menatap ke bawah dan masih larut dalam kesedihannya mengingat bayangan Robin yang terus berputar dalam benaknya.
"Apa kamu begitu mencintai pria itu sayang?" ujar Jade tiba – tiba mengelus rambut gadis itu hingga membuatnya tersentak.
"Aku…" ujar gadis itu menatap lekat Jade.
"Gak apa – apa kalo kamu memang mencintainya. Wajar kalo kamu memang merasakan rasa sakit ini. Tapi kamu gak boleh terus – terusan larut dalam kesedihan ini. Kasihanilah dirimu sendiri, apalagi mama. Pasti mama begitu khawatir melihat keadaanmu yang seperti ini. Kamu gak sendirian menghadapi ini semua, kamu masih ada aku dan mama. Aku akan selalu melindungi dan menjaga kalian. Setiap kali aku melihatmu bersedih dan menangis begini, hatiku seakan teriris. Tapi, aku paham akan kesedihanmu saat ini. Memang berat ketika kita harus kehilangan seseorang yang begitu kita sayangi dan cintai dan aku udah pernah merasakan itu saat kamu pergi meninggalkanku. Waktu itu aku pikir akan kehilanganmu karna kamu gak pernah mau balik lagi. Aku begitu kalut saat itu. Sakit rasanya hatiku mengingat semua kenangan yang udah pernah kita lewati bersama. Bahkan nggak pernah sedetikpun bayanganmu hilang dari dalam pikiranku. Hatiku rasanya hilang mengiring kepergianmu seakan tak akan pernah kembali lagi. Aku bahkan hampir gila rasanya karna waktu itu terus memikirkanmu. Tapi kita harus ingat, meskipun cobaan hidup ini terasa berat untuk kita lalui hingga membuat air mata mengering, namun setelah itu kita tetap harus menatap ke depan dan kita hanya bisa menjadikan kenangan masa lalu itu sebagai motivasi kita untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya dan semangat baru bagi kita untuk tetap mempertahankan hidup ini karna biar bagaimanapun kita masih harus memikirkan orang – orang terdekat kita. Seperti ketika aku kehilangan kamu lalu orang itu mengusir kami dari rumah dan mama jatuh sakit, kalo aku terus – terusan seperti ini, siapa lagi yang bisa merawat mama Iv? Aku berusaha keras untuk melupakanmu waktu itu karna kupikir bahwa harapan untuk bertemu denganmu lagi udah sirna. Tapi memang aku gak pernah bisa melupakanmu walau sedetikpun meskipun aku gak pernah tau bagaimana caranya untuk mengembalikanmu di sisiku. Hanya saja bayangan dirimu harus aku kesampingkan mengingat mama saat itu sedang sangat membutuhkanku. Saat ini, aku tau kamu sedang berkabung atas kematian pria itu, tapi kumohon Iv, untuk kali ini saja kamu kesampingkan perasaan itu, karna untuk saat ini diluar, ada paman yang begitu membutuhkan pertolongan kita. Kamu juga tentunya gak mau buat mama bersedih hati terus kan? Setelah bubur habis, aku akan bawa kamu ketemu paman ya. Sekarang hapus dulu air matamu," ujar Jade menjelaskan untuk setidaknya meredakan kesedihan gadis itu.
"Maafin aku ya, karna udah buat kalian khawatir," ujar Ivory sembari menghabiskan suapan terakhirnya yang hanya dibalas anggukan dan senyuman pria itu. Setelah selesai, Jade segera menuntun Ivory untuk melangkah keluar bertemu dengan Moniq, paman dan bibinya. Namun gadis itu begitu terperanjat melihat sosok lelaki yang sedang berbaring lemah tersebut.
"Itu…paman? Itu beneran paman kan Jade?" ujar Ivory sesenggukan.
"Iya benar, temuilah mereka."
Ivory segera berjalan perlahan untuk mendekati sosok pamannya yang sedang terbaring lemah dan segera memberikan salam pada Cynthia yang sedang terlihat sibuk mengobati luka pada tubuh suaminya.
"Apa kamu udah merasa baikan nak?" Tanya Moniq khawatir.
"Iya ma, aku udah lebih baikan. Maaf karna tadi udah sempat buat mama khawatir. Gimana keadaan paman sekarang ma?"
"Sepertinya pamanmu mengalami cedera yang cukup dalam pada tubuhnya. Lelaki itu benar – benar biadab dan gak punya hati," ujar Moniq geram.
"Sabar ma, kita akan menyusun rencana berikutnya untuk membalas orang itu. Oh ya, sejak terakhir kali Catherine dibawa olehnya, ke mana ya dia? Apakah ada salah satu dari kalian yang udah menemukannya dan tau di mana keberadaannya?" ujar Jade khawatir ketika ia tiba – tiba mengingat adiknya yang belum juga ditemukannya di manapun setelah terakhir kali Nathan membawanya dan tidak ada tanda – tanda keberadaan gadis itu, namun ketiga wanita tersebut hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku hanya menemukan Chelsea, mantan Robin yang meninggal di ruang bawah tanah itu dalam keadaan potongan tubuh yang udah gak utuh juga. Semua bayangan itu terasa begitu mengerikan. Kita benar – benar harus berhati – hati terhadapnya kalo kita gak mau berakhir seperti paman atau Robin dan Chelsea," ujar Ivory sesenggukan.
"Dan kita harus mencari Catherine. Aku takut jangan – jangan sesuatu juga telah terjadi padanya. Tapi biar nanti aku aja yang akan mencarinya. Kalian tetaplah dulu berada di sini untuk merawat paman hingga sembuh dan jangan berkeliaran ke mana – mana dulu karna orang itu pasti sedang menyuruh anak buahnya untuk mencari keberadaan kita," ujar Jade khawatir dan dibalas dengan respon anggukan kepala oleh mereka lagi.
"Untuk malam ini, apakah nggak apa – apa kalo mama, bibi dan paman tidur dalam kamar dulu? Maaf sebelumnya bi, rumah ini sepertinya lebih kecil dari rumah bibi ya?" ujar Jade kaku.
"Nggak apa – apa Jade, yang penting kita semua aman dulu sampe pamanmu bisa sembuh."
"Lalu…Ivory?"
"Aku nggak apa – apa bi, sementara aku di sini dulu aja. Masih ada satu matras lagi," ujar Ivory.
Malam itu semuanya harus bersembunyi dahulu di rumah sewaan tersebut untuk menghindari Nathan yang berkemungkinan besar sedang melakukan pencarian terhadap mereka.