Kali ini Moniq tidak ingin memberitahukan kepada siapapun mengenai kematian ibu kandungnya karena ia tidak mau mengundang perhatian publik maupun anggota keluarga lainnya. Ia akan mengurusnya sendiri tanpa perlu ada yang mengetahuinya. Tiba – tiba ia teringat akan Nathan. Ke mana lelaki itu pergi setelah mengantarnya pulang pikirnya. Ia kemudian mencoba untuk menelepon ke kantor untuk memastikan apakah Nathan berada di sana sedari tadi atau tidak. Setelah panggilan tersambung, Moniq segera menanyakan sang sekretaris untuk menanyakan jadwal Nathan hari ini dan menurut sekretarisnya hari ini Nathan memiliki jadwal rapat dengan klien mereka sedari tadi namun Nathan memintanya untuk menggeser jadwal pertemuan tersebut dikarenakan ada urusan penting yang hendak diurusnya. Betapa terperanjatnya Moniq mendengar akan hal tersebut. Ia tiba – tiba teringat akan percakapan terakhir mereka semalam ketika Nathan menyebutkan bahwa hari ini ada hal penting yang akan diurusnya. Lantas apakah hal tersebut ada hubungannya dengan kematian ibunya? Ini bukanlah suatu kebetulan yang terjadi begitu saja dimana ibunya bisa meninggal dunia secara tiba – tiba karena overdosis. Tapi andaikan memang Nathan yang melakukannya, bagaimana ia bisa masuk ke dalam rumah sakit dan melakukan itu semua. Daripada berpikir terlalu panjang dengan menerka – nerka dan tidak mendapatkan jawaban pastinya ia pun langsung menuju ke rumah sakit untuk mencari informasi mengenai kematian ibunya.
Sesampainya di rumah sakit Moniq langsung menanyakan perihal kematian ibunya kepada pihak rumah sakit mengenai bagaimana ibunya tiba – tiba bisa mengalami overdosis lalu tiba – tiba meninggal begitu saja. Menurut pengakuan salah satu perawat yang merawat ibunya selama ini, awalnya ketika ia memasuki kamar pasien ia menemukan Tiffany sedang dalam keadaan tertidur namun ia belum mengetahui bahwa beliau sudah tidak bernafas. Seperti biasanya ia pun menyuntikkan vitamin kepada sang pasien sebagai penambah stamina, namun ketika ia ingin menyuapinya sarapan yang sudah disediakan dan mencoba membangunkannya, Tiffany sudah tidak bergerak dan tidak bangun lagi meskipun ia sudah mencoba untuk memanggilnya beberapa kali. Setelah dokter mencoba untuk memeriksa keadaannya, ternyata pasien sudah tidak bernyawa dan menurut diagnosa pasien mengalami overdosis obat. Namun menurut pengakuan mereka, obat yang diberikan kepada sang pasien biasanya hanyalah obat penenang dan vitamin penambah stamina, serta obat anti depresi. Pihak rumah sakit yang kebingungan karena masalah yang terjadi lantas menyarankan Moniq untuk melakukan autopsi jikalau ia ingin mencari tahu mengenai kematian ibunya, namun mengingat pesan Nathan yang membuatnya bergidik ngeri akhirnya ia meminta kepada pihak rumah sakit untuk tidak perlu lagi melakukan autopsi karena ia akan segera mengurus pemakaman ibunya sendiri. Ia merasa penjelasan dari pihak rumah sakit sudah cukup memberikannya petunjuk mengenai siapa yang menyebabkan kematian ibunya itu jadi rasanya tidak perlu melakukan tindakan autopsi lagi. Sudah pasti bukan orang lain dan hanya orang itu pikirnya. Setelah merasa cukup mendapatkan informasi, ia pun langsung mengurus semua proses upacara kematian untuk Tiffany.
Seharian setelah upacara kematian Hubert hari itu, Ivory meminta Jade untuk membawanya pergi ke Gubuk 'Rahasia Cinta' kembali. Ia ingin melepaskan rasa rindunya terhadap ketiga orang yang sangat berarti dalam hidupnya di sana. Ia ingin merasakan kebebasan seharian penuh itu dan mengenang kembali semua memori indah itu. Sesampainya di sana, seperti biasa pertama kali Ivory akan menikmati suasana di pantai itu. Cuaca siang itu tidak begitu panas menyengat dan begitu terasa nyaman di tubuh. Jade hanya mengikuti dan menemani gadis kecil itu untuk menghabiskan waktu bersama. Ia tidak mengapa jika harus membolos dari kelasnya hari ini demi menemani gadis itu. Merasa lelah menelusuri pantai yang begitu luasnya, akhirnya mereka berjalan kembali ke dekat gubuk untuk sekedar duduk bersantai menatapi luasnya pantai dengan airnya yang berwarna biru muda. Suara desiran ombak air menambah indahnya suasana di tempat tersebut seolah mengalunkan irama yang begitu indah untuk didengar. Ivory merasa begitu damai dan nyaman setiap kali mendengar alunan irama desiran air ombak yang terus menyapu ke pinggiran pantai tersebut ditambah dengan angin sepoi – sepoi yang berhembus di wajahnya benar – benar menambah rasa ketenangan dalam hati dan pikirannya. Ingin sekali rasanya ia terus berada di sini tanpa harus kembali lagi ke rumah yang sekarang terasa bagaikan neraka jahanam. Jade sendiri sedang sibuk dengan pikirannya yang memikirkan tentang surat yang dibacanya semalaman dan cara untuk mencari tahu asal usul kematian Enrique dan Hubert serta hubungan mereka dengan ayahnya hingga ia tidak menyadari bahwa gadis itu sedang berceloteh di sampingnya. "Menurutmu apa aku pantas jika mempunyai keinginan untuk menjadi seperti putri dalam dongeng – dongeng yang sering diceritakan oleh papa? Hidup bahagia menjadi seorang putri raja dan ratu, dipenuhi kebahagiaan lalu dikelilingi oleh orang – orang yang menyayanginya, kemudian suatu hari bertemu dengan seorang pangeran tampan dan akhirnya hidup bahagia selamanya bersama pangeran itu. Alangkah indahnya jikalau hidup sesederhana itu ya Kak?" Ivory merasa aneh karena sesaat tidak mendengar respon apapun lalu melihat ternyata pria itu sedang menatapi pantai dengan menangkupkan kedua tangannya pada lutut dan dagunya yang ditopang diantara kedua tangannya yang sedang terlipat tersebut.
Ia lalu memukul lengan pria tersebut hingga membuatnya tersentak dan tersadar dari lamunannya. "Hei, ada apa Iv?" Tanya Jade kaget. "Kamu itu kuperhatikan akhir – akhir ini lebih banyak melamun kenapa sih Kak? Apa ada hal yang mengganggu pikiranmu akhir – akhir ini?" Tanya Ivory. "Oh nggak, aku cuma lagi mikirin soal ujianku aja. Kamu tadi manggil aku kenapa?" Jade kembali mengalihkan perhatian gadis itu dengan mempertanyakan hal lainnya. "Tadi aku lagi cerita kira – kira apakah boleh kalo aku punya impian untuk menjadi seperti putri raja dan ratu yang dikisahkan dalam dongeng – dongeng yang dibacain oleh papa dulu, hingga akhirnya ia bertema dengan seorang pangeran tampan nan baik hati lalu akhirnya hidup bahagia selamanya. Andaikan hidup sesederhana itu. Benar gak sih Kak?" "Nah begitu baru adikku namanya. Jangan terus mikirin yang udah terjadi, karena itu gak baik untuk kesehatan mentalmu. Soal pertanyaanmu itu, boleh aja sih bermimpi seperti itu. Tapi jangan terlalu diharapkan, karena kalo gak kesampaian sakitnya pasti bakal dua kali lipat. Kenapa? Memangnya adikku ini udah punya calon pangeran dalam hati ya diam – diam? Ngaku gak?" Jade seraya bercanda dengan membuka lebar lengan kirinya untuk memeluk bahu gadis itu agar gadis itu bisa bersandar pada dadanya yang cukup berbidang dan merasa nyaman berada dalam pelukannya. Ivory pun menyandarkan kepalanya manja pada pria itu lalu memeluknya. "Aku belum mikir ke sana kok Kak. Lagian semua cowok yang sekelas denganku itu kuanggap teman aja gak lebih. Aku masih nyaman begini, karena menurutku cinta itu ribet. Aku pernah dengar dari temanku yang pernah berpacaran katanya cinta itu menyakitkan. Aku gak ngerti sih maksudnya gimana cinta itu bisa menyakitkan? Bukannya bagi sebagian orang itu indah? Seperti apa yang dirasakan oleh papa dan mama dulu iya nggak? Kalo kamu sendiri Kak, udah pernah belum mencintai seorang cewek yang satu sekolahan denganmu dulu atau sekampus denganmu sekarang mungkin? Trus gimana sih rasanya mencintai seseorang itu?" Jade menelan ludahnya karena kaget mendengar pertanyaan gadis yang masih begitu lugu dan polos ini. "Seperti apa ya? Aku sih belum pernah ya mencintai seseorang di kampusku, tapi aku pernah mencintai seorang gadis yang sangat cantik dan baik hati hingga sekarang. Ia begitu luar biasa. Bagiku, mencintai seseorang itu terkadang terasa menyesakkan karena ketika kita melihat orang yang kita cintai itu sakit, kita juga akan merasakannya, kalo dia nangis kita juga akan turut merasakan sedihnya. Bahkan terkadang kita gak akan mampu untuk berpikir jernih. Ketika kita udah mencintai seseorang, kita akan mengorbankan apapun yang kita punya asalkan bisa membuatnya bahagia, karena kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga. Andai ditakdirkan bersama, aku pasti akan menjadikannya putri yang paling bahagia di jagad raya ini dan gak akan pernah menyakitinya. Itu janjiku kepada diriku sendiri." Ujar Jade menjelaskan seraya menyinggung mengenai perasaannya sedikit kepada gadis itu sembari mengelus rambutnya. "Wah, benar kan kataku? Gadis yang suatu hari akan jadi pasanganmu pasti bakal jadi gadis yang paling bahagia sejagad tuh. Memang ya, kalo kakakku ini gak ada tandingannya. Ingat ya Kak, gadis itu jangan hanya cantik aja, tapi juga harus yang bisa mengerti kamu dan menyayangimu juga, dan jangan memilih orang yang taunya cuma memanfaatkanmu. Coba kamu ceritakan dikit, secantik apa sih gadis itu? Secantik aku atau lebih cantik dariku?" Tanya Ivory iseng kepada pria itu. "Tenang aja. Gak akan ada yang bisa menandingi kecantikan Princessku yang satu ini kok," ujar Jade seraya mencubit gemas pipi gadis itu. "Ih, apaan sih Kak? Sakit tau. Pokoknya kamu harus kenalin dia ke aku segera ya. Janji?" Tanya Ivory. Jade lalu menganggukkan kepalanya mengiyakan permintaan gadis kecilnya tersebut seraya mencium rambutnya yang dirasanya begitu wangi. "Aku sayang banget sama kamu Iv," ujar Jade tiba – tiba tanpa disadarinya sembari menatap lurus ke depan. Ivory lalu mengangkat kepalanya dan menatap wajah pria yang lagi – lagi seperti sedang melamun itu. "Melamun aja terus di sini deh Kak, aku mau masuk ke dalam gubuk dulu," ujar Ivory sedikit kesal karena dipikirnya pria tersebut senang melamun dan meracau tidak menentu, namun karena kurang berhati – hati ketika Ivory hendak bangkit, ia malah tersandung ketika berusaha melewati kaki Jade yang sedang disilangkan hingga membuatnya kini terjatuh dan berada dalam pelukan pria itu dengan kondisi tubuhnya masih tertidur karena ditopang oleh kaki panjang Jade. Seketika ia merasakan hawa panas yang kembali menjalar disekitar wajahnya tatkala tatapan pria di atasnya itu menatapnya begitu dalam, hingga membuat jantungnya serasa berdegup kencang. Karena merasa malu, ia langsung cepat – cepat mengangkat tubuhnya sendiri dan masih berusaha bangkit kembali. "Maaf Kak, aku ceroboh. Kakinya sakit gak?" Tanya Ivory sedikit khawatir. Jade hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya menatap gadis yang kelihatannya sedang salah tingkah tersebut. "Jangan khawatir. Kakakmu ini adalah orang yang kuat. Ya udah, hari udah sore, yuk cepetan kita ke dalam dulu. Kita coba cari petunjuk juga di dalam sini," Jade mengulurkan tangan kepada gadis itu untuk membawanya masuk ke dalam gubuk. Seperti biasanya, Ivory masih dengan kebiasaan yang sama melihat – lihat foto yang tersimpan dalam gubuk tersebut, membuat semua memorinya terputar kembali dalam pikirannya yang membuat batinnya merasakan suatu kebahagiaan semu. Sementara Jade sedang mencari – cari dan melirik ke segala penjuru ruangan dengan harapan bisa menemukan suatu petunjuk. Tiba – tiba pandangannya terjatuh kepada suatu sisi kotak kayu yang terkubur dalam pasir pantai namun masih terlihat.
"Love can be something beautiful, but can also be something painful depends on how you treat it."
- L. J. Literary Works -