Sheyla mondar mandir dari dapur ke ruang makan menghidangkan menu makan malam hari ini.
Monic, putrinya sudah duduk manis di ruang makan bersama papanya, mereka terdengar berbincang seputar kepindahan Monic ke rumah orang tua Sheyla, bertepatan dengan kelulusan Monic dari sekolah dasar.
Dan lagi karena ibu Sheyla yang sekarang hanya tinggal sendirian bersama dua orang pembantu rumah tangga, beliau sudah lama meminta Monic untuk tinggal bersamanya, tapi baru sekarang mendapatkan jawaban iya.
Sheyla memang berasal dari keluarga berada, namun dia memutuskan untuk menikahi Frans yang dulu adalah kakak seniornya waktu kuliah.
Dia sangat mencintai Frans setelah Frans berhasil membalut luka lamanya waktu di tinggalkan oleh calon suaminya dulu.
Meskipun hidup mereka sederhana, namun dia merasa bahagia hidup bersama Frans, bahkan di usianya yang kini sudah tiga puluh tiga tahun, dia mengandung anak kedua dari Frans.
Dengan segala pertimbangan dari sisi ekonomi, yang dia akan segera membutuhkan banyak biaya untuk kelahiran anak kedua mereka. Dan lagi kelahiran kali ini dokter memberitahu, mengingat usia Sheyla dan jarak kehamilan pertama dengan kehamilan kedua terlalu jauh, sebaiknya di lakukan dengan cara operasi, akhirnya Frans dan Sheyla memutuskan untuk menyetujui permintaan orang tua Sheyla yang meminta Monic untuk pindah ke sana.
Makan malam di sertai dengan perbincangan yang sesekali di sertai dengan canda tawa mereka bertiga.
Setelah makan malam, seperti biasa tugas Monic adalah membantu mamanya membereskan meja makan dan mencuci piring kotor.
Setelah makan malam selesai, tidak lama Frans masuk ke dalam kamar, dia kelihatan sibuk mengaduk aduk almari pakaian di dalam kamarnya seperti sedang mencari sesuatu.
Dia tidak menyadari Sheyla yang sudah masuk ke kamar sejak tadi setelah selesai berberes dan berbincang di kamar Monic.
Sheyla duduk di kursi meja rias dengan perutnya yang kelihatan sudah besar di usia kandungannya yang masuk di bulan ke tujuh.
Dia sedang membersihkan wajahnya dengan kapas dan cream pembersih muka, matanya sesekali melirik suaminya yang dari tadi sibuk sendiri di depan almari baju.
Tidak tahan juga akhirnya dia bertanya.
" Sedang mencari apa Fa, sejak tadi mengaduk isi almari, please jangan di buat berantakan, aku sudah sangat lelah merapikannya setiap hari "
Panggilan yang mereka buat sejak mereka masih pacaran dulu, Sheyla biasa memanggil Frans dengan sebutan Fa, dan Frans memanggil Sheyla dengan Sa. Sampai sekarang Monic sudah berusia dua belas tahun, Frans dan Sheyla masih menggunakan panggilan sayang itu.
" Kaos bola dari grup bolaku yang dulu ada di mana ya.." jawab Frans seperti bicara pada dirinya sendiri tanpa berhenti mencari kaos yang di maksudnya di tumpukan bajunya.
" Bukannya ada di situ, di tumpukan baju lamamu."
Sheyla masih mengusap wajahnya dengan kapas, " Aku tidak pernah memindahkan koleksi antikmu " sambungnya.
" Ehh, koleksi antik bagaimana, baru dua tahun aku tidak pernah menggunakannya lagi setelah istirahat dari grup itu"
Frans menyahuti dengan nada agak protes yang di tanggapi dengan tertawa oleh Sheyla.
Sheyla menghampiri suaminya setelah dia selesai membersihkan wajahnya.
" Sini biar aku yang cari sebelum kamu ledakkan almari pakaian kita."
Sekarang ganti Frans yang tertawa mendengar kata kata Sheyla. Dia bergeser mundur memberikan ruang pada istrinya di depan almari, matanya mengikuti gerakan tangan Sheyla yang memilah milah baju.
Tak lama kemudia Sheyla menyodorkan sebuah kaos sepak bola warna biru tua ke arah Frans.
" Yang ini kan ?" tanya nya
Frans tertawa lebar tanpa suara sambil mengambil kaos dari tangan Sheyla
" Iya yang ini " dia mengecup rambut Sheyla.
" Terimakasih Sa, tadi aku sempat khawatir jika kaos ini sudah hilang."
Sheyla tersenyum melihat tingkah Frans yang seperti baru saja mendapatkan harta karun.
" By the way, memangnya kenapa kamu mencari cari kaos itu lagi. Bukankah sudah lama tidak pernah kamu ingat.? "
Sheyla berjalan menghampiri Frans yang kini sudah berada di atas tempat tidur.
" Aku tadi di telepon sama Andre, dia minta padaku untuk aktif kembali latihan. Salah satu anak grup baru saja mengundurkan diri karena harus pindah kerja ke kota lain, sementara bulan depan mereka akan mengadakan pertandingan persahabatan dengan grup tetangga. Tidak ada banyak waktu lagi untuk melatih pemain baru." jawab Frans panjang lebar menjelaskan.
Mereka berdua membaringkan diri. Frans tidur telentang dengan kepala Sheyla yang berbantal di tangan kirinya.
Sheyla yang berbaring miring menghadap tubuh Frans, tangannya yang satu memeluk perut Frans.
" Tapi jangan terlalu lelah Fa, kau juga harus membagi tenagamu untuk melatih anak anak di sekolah bukan, lagian usiamu sudah tak semuda dulu lagi untuk aktif dalam permainan sepak bola..."
Kata Sheyla dengan lembut, dia khawatir dengan kesibukan Frans di sekolah yang sering membuatnya pulang hingga sore hari.
" Hmm...Begitu ya ..?"
Ujar Frans sambil mempererat pelukannya ke tubuh Sheyla, dia tertawa nakal memandang istrinya, tangannya yang satu tiba tiba mendarat ke gunung kembar Sheyla yang kelihatan makin menjulang tinggi karena kehamilannya. Di remasnya lembut bagian itu dan berucap menggoda Sheyla.
"Jadi menurutmu aku sudah lemah ya sekarang...? Sudah tidak ada tenaga lagi meskipun untuk menikmati ini? "
Sheyla kaget dengan reaksi spontan Frans yang tidak di duganya akan mengarah ke sana. Dia tersenyum agak canggung berusaha memindahkan tangan Frans dari dadanya.
" Ehh.. Bukan maksudku begitu Fa, aku hanya takut kamu nanti kecapekan karena tidak bisa membagi waktu.."
" Aku tidak capek, bahkan saat ini aku sedang sangat bersemangat "
Frans tidak mau memindahkan tangannya begitu saja, malah dia semakin bersemangat mempermainkan tangannya di dada Sheyla, sambil menciumi bibir dan kening Sheyla dengan nafas yang mulai berat.
Sheyla berusaha menghindar karena sudah tahu ke mana arah kata kata Frans, tangan Sheyla memaksa Frans untuk menghentikan kegiatannya.
" Fa....Ahh.. Faaa..hentikan. Aku cap.."
Ucapannya terhenti lagi sejenak karena bibir Frans sudah kembali menutup bibirnya, " Faa...aku capek.. Ayolah jangan begini.."
Frans mendesah di telinga Sheyla, " Aku sedang ingin Sa... Sudah berapa minggu kita tidak pernah melakukannya hmm.."
Sheyla mengelak lembut dan merenggangkan pelukan Frans sambil berkata,
" Fa...please aku capek.., kamu tau kan perutku semakin membesar dan aku masih harus menyelesaikan pekerjaan di rumah setiap hari sendirian. Apalagi minggu ini aku lebih banyak kerjaan untuk menyiapkan barang barang Monic yang mau di bawa ke rumah omanya..."
Frans langsung menghentikan kegiatannya ketika mendengar kalimat panjang dari mulut Sheyla.
Dia menarik nafas panjang lalu mengecup kening Sheyla, sambil mengelus lembut rambut istrinya, dan kembali bebaring menghadap langit langit kamar.
" Maafkan aku Sa..., ayo kita tidur. Jangan sampai kamu jatuh sakit karena terlalu capek"
" Makasih Fa... Kamu mau ngertiin aku."
Sheyla ganti mengecup pipi suaminya lalu membaringkan diri di samping Frans.
Sama sama melihat langit langit kamar di dalam keremangan lampu tidur. Tidak lama sudah terdengar bunyi nafas teratur dari hidung Sheyla, pertanda dia sudah tertidur pulas.
Berbeda dengan Frans, jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah satu malam, meskipun sejak tadi dia juga hanya diam tapi dia belum bisa tertidur.
Dia menoleh sebentar memandang wajah istrinya yang sudah terlelap. Pelan pelan dia bangun dari tempat tidur dan dengan gerakan pelan karena takut membangunkan Sheyla, dia berjalan ke luar kamar menuju ruang makan dan mengambil segelas air dingin.
Setelah menghabiskan hampir satu gelas penuh air dingin, Frans menuju meja kerjanya, mengambil sebatang rokok dari kotaknya yang jarang sekali di sentuhnya karena Sheyla tidak menyukai baunya semenjak Sheyla hamil anak mereka yang kedua.
Frans berjalan keluar rumah ke taman kecil yang tertata rapi di belakang rumah mereka, dia duduk di kursi panjang yang memang di sediakan di sana untuk sekedar bersantai menikmati udara luar ruangan.
Sambil menikmati asap rokoknya, dia memandang ke langit gelap malam namun terlihat indah karena ada bintang bintang bergemerlapan di sana.
Tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, tapi terlihat senyuman tipis di wajah tampannya.