webnovel

Cinta Terlarang

Clara terdiam sejenak, menatap sosok pria tampan yang berdiri di hadapannya saat itu. " Apakah kamu tidak mencintaiku..?" Wajah cantik mulus muda belia itu terlihat memerah dengan mata memelas agak berkaca. Frans mendekati Clara, mengusap rambut gadis cantik itu dengan lembut. " Aku menyanyangimu sebagai murid dan sahabatku, aku tidak boleh mempunyai rasa lebih dari itu. Kamu tahu aku sudah mempunyai istri dan anak, dan aku adalah gurumu, mengertilah..." Suara rintik hujan mengiringi suasana buram malam itu.

Apple_Qlee · Teen
Not enough ratings
32 Chs

Buku Harian

Siang itu di dalam kelas Clara terjadi keributan. Kebiasaan Clara menuliskan tentang kesehariannya di dalam buku harian, menjadi bumerang baginya. Meskipun sedang berada di sekolah, tidak jarang dia asik menuliskan sesuatu di buku kesayangannya itu.

Dia tidak menduga jika Melinda teman sebangkunya, sudah sejak lama memperhatikannya namun tak pernah bertanya apapun padanya.

Melinda merasa penasaran dengan sikap Clara yang belakangan ini berubah aneh, Clara sering tersenyum dan tertawa sendiri ketika menulis di atas buku hariannya, ketika di ajak bicarapun tidak menanggapi sama sekali, seakan Clara sedang berada di dunianya sendiri. Sikap Clara yang seperti itu kadang membuat Melinda bergidik ngeri dan khawatir jika Clara sudah mulai tidak waras.

Dan siang ini ketika jam istirahat tiba, karena terburu-buru mau ke toilet, Clara kurang berhati-hati menyimpan buku hariannya. Dia memasukkannya begitu saja ke dalam tas sekolahnya. Ujung buku itu terlihat menyembul sedikit keluar dari tasnya.

Melihat hal itu, setelah Clara menghilang keluar ruang kelas, Melinda yang belakangan ini sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada Clara dengan buku hariannya, dia mengambil buku harian itu cepat-cepat dan membaca halaman terakhir yang tadi baru di tulis Clara.

Mata Melinda membelalak begitu membaca halaman terakhir di buku harian Clara, di bukanya lagi halaman sebelumnya dan sebelumnya lagi, semakin ke halaman yang lebih awal, mata Melinda semakin membelalak lebar dengan jantung berdegup.

Dilihatnya di dalam buku itu tertera nama Frans guru mereka dan berbagai hal yang di laluinya bersama Clara belakangan ini.

Melihat gerak-gerik Melinda yang sangat aneh, teman-teman perempuan sekelas yang saat itu ada di dalam ruang kelas dan duduk tidak jauh dari Melinda keheranan.

"Mel, kamu lagi apa?"

Tanya Sisca yang duduk tepat di belakang bangku Melinda. Dia bertanya lagi, "Mel, kamu lagi ngapain, serius amat dari tadi.."

Melinda seperti tuli saat ini, perhatiannya berpusat pada setiap kata yang tertulis di buku harian milik Clara.

Merasa tidak ada reaksi apapun dari Melinda, Sisca berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Melinda dari belakang. Dia menengok apa yang sedang di lakukan oleh Melinda. Tatapan matanya jatuh pada buku yang ada di tangan Melinda, tanpa sadar Sisca berteriak begitu saja ketika ikut membaca buku itu.

"Haaa...? Ini seriusss?"

Ketiga teman yang lain serempak membelalakkan mata dan berlarian mendekati Melinda.

Melinda yang masih terkejut dengan teriakan Sisca, tidak sempat menyembunyikan apapun. Kelima gadis itu akhirnya membolak-balik buku harian Clara dengan berbagai komentar yang meluncur dari mulut mereka masing-masing.

Dua serangkai Vinny dan Ivon, dua gadis yang bersahabat dekat itu juga ada di antara mereka berlima.

Vinny dan Ivon tidak begitu menyukai Clara karena mereka dulu pernah berselisih, hingga sekarang hubungan mereka jadi kurang baik dengan Clara.

Komentar pedas bermunculan dari mulut Vonny dan Ivon secara bergantian.

Setelah Melinda mengembalikan buku harian itu ke dalam tas Clara, tak lama kasak-kusuk mulai terdengar dari mulut ke mulut. Tak tau siapa yang memulai menyebarkan, yang pasti semakin banyak mulut yang memperbincangkan tentang tulisan Clara di buku hariannya.

Vonny dan Ivon terlihat terburu-buru berjalan menuju ruangan pak Martin, kepala sekolah mereka.

Setelah mereka berdua duduk di hadapan pak Martin, dengan terburu-buru terkesan saling mendahului mereka menceritakan apa yang baru saja mereka temui tentang Clara dan Frans.

Dengan terbengong-bengong setengah tidak percaya pak Martin mendengarkan cerita kedua siswinya itu.

Namun sebagai kepala sekolah, pak Martin tidak mungkin membiarkan berita seperti itu tersebar begitu saja di lingkungan sekolah, karena ini menyangkut reputasi sekolah mereka.