webnovel

THE SOUL (2)

Every time I see a couple holding hands, or just plainly sitting together I look away. It's not that I hate seeing lovers. But because it reminds me of a question nobody can answer… "Where's mine?"

-Anonymous-

***

Bunyi klakson yang marah dapat terdengar dari beberapa mobil lainnya yang terpaksa harus berhenti untuk menghindari kecelakaan lalu lintas beruntun.

"Torak!" Raphael menghardik dengan marah padanya.

Pemandangan di depan mata mereka berputar dengan sangat berbahaya yang membuat penglihatan mereka mengabur untuk beberapa saat.

"Panggil aku dengan benar!" bentak Torak dalam nada suara yang dominan.

Setelah mendengar suara yang kuat dari Alpha mereka, Raphael dan Calleb tidak bisa untuk tidak menundukkan kepala mereka dalam kepatuhan.

Nada suara dominan dari seorang Alpha tidak bisa dianggap ringan, terutama dari seorang Torak Donovan.

Mereka yang berasal dari status yang rendah tidak akan mungkin bisa bertahan. Efek dari tidak mematuhi nada dominan dari seorang Alpha sama saja seperti siksaan fisik bagi mereka.

"Ya, Alpha…" mereka berdua berkata hampir bersamaan.

Torak kemudian bersandar pada sandaran kursinya dan membiarkan Raphael untuk mengambil kendali setir mobil lagi. Mata Torak masih berwarna hitam kelam seperti langit malam yang mendung.

Jalan yang Torak pilih adalah sebuah jalan lurus yang panjang, jadi sepanjang jalan Raphael dapat sedikit lega karena Torak tidak akan mungkin merampas kemudi lagi seperti tadi.

"Supreme Alpha Torak… kita memiliki rapat lain dengan Alpha Romulus dalam dua puluh menit dan rute ini…" Calleb mencoba untuk mengingatkan Torak dalam nada yang sedikit bergetar. "…rute ini adalah rute sebaliknya."

Namun, Torak tidak mengindahkan suara itu seraya dia menatap tajam ke jalan yang terbentang di sisi jendela mobil.

Raphael mengerti dengan baik kalau tidak tidak ada seorangpun yang bisa bicra kalau monster di dalam diri Torak tengah mengambil kendali.

Monster di dalam diri mereka merupakan bagian yang paling ganas, brutal dan berbahaya, oleh karena itu mereka perlu untuk mengontrolnya sepanjang waktu.

Satu- satunya masa dimana mereka membiarkan monster di dalam diri mereka muncul ke permukaan adalah pada saat mereka harus melindungi atau dalam pertarungan sengit.

Terakhir kali monster dalam diri Torak mengambil kendali, ada sebuah Kawanan yang harus bermandikan dengan darah.

"Apa yang harus kulakukan?" Calleb bertanya tanpa suara pada Raphael. Karena sang Alpha menolak untuk menjawabnya, maka dari itu bertanya pada sang Beta adalah pilihan selanjutnya.

Sekali lagi, Raphael melihat pada Torak melalui kaca spion tengah. Wajahnya yang kaku dan tidak peduli menunjukkan peringatan yang berkata; dia tidak akan menghiraukan apapun pada saat ini.

Pada akhirnya Raphael menggelengkan kepalanya dan berkata dalam suara yang normal, jadi Torak pun dapat mendengarnya. "Batalkan." Dia menunggu sebentar untuk melihat kalau Torak memberikan indikasi yang berkata sebaliknya.

Namun, ketika dia tetap tidak mengacuhkan hal ini, Raphael mendesah dan memberikan sinyal pada Calleb untuk membatalkan rapat tersebut.

Pria berisik itu kemudian menarik keluar ponsel dari kantong celananya dan menekan sederet nomor, dalam dering ketiga seseorang mengangkat panggilannya dan Calleb berbicara dalam bahasa dan sikap professional yang sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya.

Setelah menutup telepon, Calleb mencuri pandang pada Torak melalui kaca spion tengah kemudian mendaratkan tatapannya pada Raphael. "Jadi?"

Raphael hanya membalas tatapan itu sesaat sebelum dia kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan.

Atmosfer di dalam mobil terasa lebih menyesakkan dengan kemunculan monster dalam diri Torak. Calleb tidak pernah melihat Torak mengamuk sebelumnya, tapi dari cerita yang dia dengar tentang hal tersebut, hal itu sudah sangat cukup baginya untuk membuat seluruh bulu ditubuhnya meremang.

Jalan panjang itu membawa mereka keluar dari kota ke kota kecil terdekat lainnya. Mereka berada di jalan yang sempit ketika Calleb tidak bisa untuk tidak mengunci mulutnya lebih lama.

"Supreme Alpha Torak," Calleb memutar kepalanya dan memanggil Torak dengan takut- takut sambil menggaruk hidungnya. "Kemana kita akan pergi…?"

Dia menunggu jawaban Torak penuh harapan, tapi ketika tidak ada balasan dari Torak, Calleb mendesah dan membalik tubuhnya kemmbali lalu melihat ke jalanan yang hampir sepi dan gelap.

Hujan turun rintik- rintik di luar sana ketika mereka memasuki jalanan yang lebih ramai.

"Supreme Alpha, bisakah kamu katakan pada kami apa tujuanmu? Paling tidak aku bisa mempersiapkan diri kalau kita harus bertarung…" Calleb bergumam sambil menopang dagunya di atas tangannya, matanya menatap satu persatu toko- toko yang mereka lewati yang masih tetap buka bahkan saat tengah malam.

Dari samping, Raphael melotot padanya, hal terakhir yang dia inginkan adalah memprovokasi Torak. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan Torak lakukan kalau dia benar- benar lepas kendali.

Mereka pikir Torak tidak akan menjawab rengekan pertanyaan Calleb, tapi yang mengejutkan adalah Torak, dengan ekspresi dingin yang sedikit mencair, berkata;

"Untuk bertemu pasangan jiwaku."

Next chapter