webnovel

Lika-liku kehidupan Sinta

Sinta pun menoleh ke arahku dan dia segera menyusut air matanya menggunakan sebelah tangangannya. Aku merasa Sinta akan memarahiku, karena dia terlihat menatap lekat ke arahku.

Ada apa ini, apakah ada yang salah dengan perkataanku? Dalam hatiku berbicara.

Kemudian Sinta berdiri, dan berjalan menghampiriku.

"Maaf kan kakak, Sin. Mungkin perkataan kak…" belum selesai aku berbicara, Sinta sudah memelukku seraya menangis sesegukan di pundakku.

Aku merasa heran dan ketakutan, kalau dia akan memarahi ku. Tapi ternyata dia malah memeluk dan menangis. Entah ada apa dengannya!

"Ada apa, Sin. Kenapa kamu menangis. Apa kakak telah menyinggung perasaanmu, hingga hatimu terluka seperti ini," aku merasa tak enak hati sambil mengusap rambut panjang nya pelan.

"Nggak papa, kak. Kakak nggak salah," terdengar sangat merintih suara tersebut.

"Lalu kenapa, kamu menangis seperti ini?" Tanyaku penasaran.

"Anakku kak, anakku …?" Jawabnya seraya perlahan melepaskan pelukannya.

Dengan segera aku menghapus air matanya dengan menggunakan tisu yang ku bawa di dalam tas kecil milikku.

"Iya, kenapa dengan anakmu, Sin?" Seraya memegang tangannya, menguatkanya, agar tak menangis lagi. Tapi tangisannya semakin pecah seketika. Hinga membuat ibunya juga harus serta membantu Sinta untuk menguatkannya.

"Nak, kamu jangan terlalu sedih seperti ini, ini tak baik untukmu, seharusnya kamu segera istighfar," beliau masih berusaha menangkal tangisan Sinta yang seketika mulai mereda.

Aku segera memberi ia minum air putih, yang tadi Bu yati suguhkan dan belum sempat ku minum.

Setelah beberapa menit, aku pun terdiam. tak mau melanjutkan pertanyaanku, takut dia histeris lagi dan semakin tak bisa dikendalikan. Tapi Sinta perlahan mulai menjawab pertanyaanku yang tadi,  dia berusaha berbicara tenang dan rileks. 

"Kak, apakah kakak tak tahu, apa yang terjadi sama anakku?" Dia berusaha untuk tegar.

Aku menggelengkan kepala ku pelan.

"Nggak papa, Sin. Kalau kamu keberatan untuk mengatakannya sekarang, lain waktu kamu bisa mengatakannya pada kakak," menata perasaan agar tak membuat Sinta semakin larut dalam kesedihan.

"Tidak kak, kakak harus tahu soal itu, aku tak mau punya rahasia lagi di antara kita, yang membuat hubungan kita menjadi kacau seperti seperti dulu," paksanya masih berusaha untuk menjelaskan.

Tapi, Sin. Keadaanmu belum stabil, kamu harus istirahat terlebih dahulu," eyel ku juga tak mau membuat dia bersedih.

"Aku sudah tak papa kok, kak. Tadi aku hanya terbawa perasaanku saja, kala mengingat putraku yang ..." Pembicaraannya seketika menggantung, matanya terlihat berkaca-kaca, tapi ia berusaha untuk tak menangis. Dia mencoba menghela nafas panjang untuk mengontrol dirinya.

"Sin?" sahutku sembari memegang erat tangannya.

Ia pun menjelaskan semua yang terjadi dengan anaknya dan juga menjelaskan semuanya perihal keluarganya saat ini.

Saat ku mendengar Sinta menjelaskan pertanyaanku tadi, aku sangat terkejut. Mataku seketika membulat, diiringi detak jantung yang sangat cepat, yang membuatku sedikit lemas. 

Pyarr!

Sekali lagi hatiku terasa tercabik-cabik, saat mendengar perkataan Sinta yang mengungkapkan perihal rumah tangganya bersama Alvin selama ini.

Alvin yang meninggalkannya setelah usia pernikahannya baru menginjak satu bulan lamanya. disusul dengan ayahnya yang meninggal karena sakit yang dideritanya selama ini. Itulah alasan mengapa anaknya meninggal dunia, karena suami dan seorang ayah yang dijadikan andalan hidup bagi dirinya dan ibunya harus meninggalkan mereka begitu saja, walaupun dengan cara berbeda. ayahnya yang belum lama berpulang ke pangkuan ilahi, sebelum Sinta melahirkan anaknya ke dunia. Keterbatasan ekonomi yang mereka andalkan terhadap mereka, seketika sirna. Waktu itu  hanya Bu yati yang mencari nafkah untuk keperluan mereka bersama cucunya yang masih bayi. Sedangkan Sinta beliau masih dalam keadaan nifas, belum sepenuhnya sehat, karena tak ada penanganan medis sama sekali. Ia pun melahirkan tanpa adanya bantuan bidan yang ada di kampung itu, karena kondisi keuangannya.

Mau tak mau, Bu yati yang harus menjadi tulang punggung keluarga, karena Sinta masih belum sehat pasca melahirkan anaknya, Bu yati mencari pekerjaan, dari rumah ke rumah untuk menjadi seorang buruh cuci. Tapi sayang pejuang Bu yati untuk menghidupi semua kebutuhan keluarga nyatanya belum cukup, cucunya yang baru lahir harus menderita sakit parah, ia menderita gizi buruk dan kekurangan asupan makanan bergizi. Waktu itu beliau sudah mencari pinjaman dan bantuan untuk mrmbawa cucunya ke rumah sakit, tapi tak ada yang mau meminjamkan atau pun yang menolongnya, karena mungkin keluarga beliau di pandang sebelah mata oleh warga di sana, karena kondisi yang miskin  dan akhirnya nyawa sang cucu tak bisa terselamatkan lagi, dia meninggal dunia, di saat Sinta masih terbaring lemas.

Setelah beberapa bulan kemudian, Sinta sudah mulai sehat dan sembuh. Setelah dia merasa sudah sembuh, dia berencana untuk mencari pekerjaan di kota, untuk hidup mereka berdua. Dia mengajak serta ibunya untuk mengadu nasib di jakarta dan sampai saat ini mereka hidup di kontrakan ini, yang telah susah payah ia dapatkan selama ini. Dimulai dari mencari kontrakan yang lebih murah, setelah ia dapatkan beliau masih harus menunggak selama beberapa bulan. Sekarang ini mereka sudah tinggal di rumah ini sudah hampir satu tahun, tapi keadaan Bu yati semakin hari semakin sakit-sakitan dan beginilah kehidupan mereka setelah mengadu nasib di jakarta yang keras ini.

Ya tuhan begitu malang nasib mu, dek. Aku tak menyangka kalau hidup mu akan menjadi seperti ini. sama sekali tak terlintas dalam benakku, kalau Alvin akan melakukan hal seperti itu. aku pikir kalian akan hidup bahagia, apalagi setelah kehadiran anak kalian nantinya. Tapi itu semua sangatlah jauh dari pikiranku waktu itu. Semua tak berjalan dengan semestinya, seperti sebuah keluarga yang bahagia.

Terkadang dalam hati aku merasa, apakah ini sebuah balasan dari yang maha kuasa, yang setimpal untuk Sinta karena sudah menyakiti perasaanku dulu! Jika itu memang pembalasan dari yang kuasa, mengapa mesti seorang anak yang sama sekali tak berdosa, yang harus menanggung akibat dari semua perbuatan kedua orang tuanya, ya tuhan… kenapa …?" Rintihan penyesalan dalam hatiku. Andai saja aku tak mengusir mereka dari rumahku waktu dulu, mungkin semua ini tak akan pernah terjadi. Tapi balik lagi pada yang maha kuasa, mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk diriku dan juga Sinta. Semua sudah takdir yang kuasa.

Aku tak berani cerita sama Sinta, soal Alvin tang kulihat beberapa minggu yang lalu. Dimana dia sudah menggandeng wanita lain, yang sedang hamil besar. Tapi itu semua belum tentu terbukti kebenarannya, takut itu hanyalah kesalah pahamanku saja pada Alvin. Untuk itu aku harus merahasiakannya dulu dari Sinta. Walaupun status mereka masih dalam hubungan suami istri. 

Teganya Alvin meninggalkan istri yang sedang hamil begitu saja, tanpa ada perceraian terlebih dulu. Setelah sekian tahun dia tak peduli dengan kehidupan istri beserta kedua mertuanya. Aku jadi penasaran, ingin memberitahu semua yang terjadi pada Sinta. tapi, dimana keberadan Alvin sekarang?