39 Seperti Memiliki Bayi Besar

Bukan sengaja tidak memperhatikan Sita, sikap acuh Farani lebih karena takut. Apalagi jika mengingat sewaktu Sita marah dan berteriak.

"Nanti lo mau alasan apa ke Ayah sama Bunda?" tanya Farani, memeriksa beberapa luka di wajah kakaknya.

"Ini udah diobati sama Irina, jadi tenang aja." Fareza tahu bahwa adik kecilnya itu khawatir.

Setelah memastikan tidak ada lukayang serius, Farani segera bangkit. Meninggalkan Fareza dan Sita. Tanpa berkata apapun.

"Lo mau kemana? Don't leave me, please." Teriak Fareza, berusaha menghentikan langkah adiknya.

Akan tetapi Farani tetap berjalan keluar. Masuk ke mobil Raffi dan melesat pergi.

"Adik gue kenapa sih?" dengan bingung Fareza bertanya kepada Sita.

Sita yang mengangkat bahunya, takut salah omong dihadapan Fareza.

Sita hanya bisa terdiam. Dia harus mencari cara supaya untuk meminta maaf, dan mengakui bahwa dia sedikit lebay kali ini. Tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Ingin bertanya kepada Fareza, tapi takut hubungan yang sudah membaik ini harus ternodai lagi.

"Gue balik dulu." Dengan susah payah Sita bangkit, berjalan meninggalkan kedua temannya. "Boy, nitip mobil. Besok gue ambil."

Menunggu beberapa saat, taksi pesanan Sita datang. Setelah memberitahu lokasi pasti rumahnya, Sita bersandar di kursi penumpang. Memejamkan mata untuk mengalihkan pikirannya.

Sejak pertengkaran mereka, baik Sita maupun Farani belum berkirim pesan maupun telepon. Dan ini adalah hari kedua. Rasanya sepi, HP yang sedari tadi diletakkan di tas pun tidak menunjukkan tanda-tanda adanya pesan ataupun panggilan.

Sesampainya di rumah, Sita segera mencuci muka. Mengolesi dengan obat untuk beberapa lukanya. Kesepian adalah hal yang biasa bagi Sita, namun sejak kehadiran Farani, hidupnya sedikit ramai.

Kesepian itu dia rasakan semakin menyiksa tanpa Farani.

Menyingkirkan egonya, Sita memutuskan untuk menelepon Farani.

"Halo?" suara Farani terdengar disisi lain sambungan.

"Kapan lo ada wkatu luang?" Sita to the point.

"Mungkin abis jam 7 malem."

"Ayo ketemuan, ada yang pengen gue omongin."

"Chat aja dimana. Gue lagi sibuk." Tanpa menunggu jawaban dari Sita, Farani menutup sambungan telepon.

"Telepon dari siapa dek?" tanya Bunda sembari menyiapkan makan malam untuk keluarganya.

"Temen, Bun. Nanti mau ketemuan bahas tugas yang tadi." Farani sedikit berbohong.

"Kenapa nggak disuruh ke rumah aja?"

"Nggak enak Bunda, nanti tetangga keberisikan?"

Entah apa alasannya, Farani enggan menyebut nama Sita. Padahal Ayah dan Bunda juga sudah biasa dengan kehadiran Sita.

Sampai pukul 7 malam Fareza belum menampakkan dirinya. Menurut pesan yang dikirimkan ke Ayah dan Bunda, Fareza beralasan sedang menemani Boy melatih anak didik di sasana.

Mengendarai mobil Raffi, Farani berangkat menuju tempat yang sudah di janjikan untuk pertemuannya dengan Sita. Alun-alun kidul.

Itu adalah tempat favorit Farani. Disana banyak penjual makanan kesukaan Farani, juga ada mobil hias yang bisa disewa. Dulu, dia dan Sita menghabiskan waktu untuk kencan pertama disana. Saking serunya, mereka pulang ke rumah pukul 2 pagi.

Sita tidak memberitahu secara rinci lokasi untuk pertemuannya, dia hanya menyebutkan alun-alun kidul untuk lokasi pertemuannya. Tak mau pusing, Farani memarkirkan mobilnya di dekat Sasana Hinggil Dwi Abad.

Duduk di tengah tangga Sasana Hinggil, Farani menunggu Sita.

"Siapa yang bikin janji, siapa yang molor!" dengan kesalnya Farani berkata lirih.

Beberapa orang berlalu lalang di depannya. Bahkan setelah 5 menit menunggu, Sita belum menampakkan batang hidungnya.

Ternyata Sita mengiriminya beberapa pesan. Bertanya apakah Farani sudah sampai di Alun-alun atau belum. Pesan yang lain berisi dimana lokasi Farani saat ini. Semua pesan itu tidak ada satupun yang dibalas.

'You have to be here in 2 minutes.'

Hanya itu pesan yang dikirimkan ke Sita. Tanpa memberitahu dimana lokasi tepatnya dia. Sambil menungu kedatangan Sita yang dirasa lama, Farani memainkan HPnya. Hanya fokus ke HP.

Sudah bisa menebak bahwa sang pacar akan membalas seperti itu membuat Sita semakin gemas. Sebenarnya Sita sudah ada di depan Farani sejak lama. Bahkan sebelum Farani mulai duduk di sana. Hanya saja Sita tidak segera menyapa Farani.

2 menit berlalu, dan Sita masih belum berniat mendekati kekasihnya. Melihat Farani yang sudah emosi karena menunggu tanpa hasil, Sita menelepon.

"Lo dimana?" tanya Sita, tanpa mengalihkan pandangannya dari Farani.

"Harusnya gue yang tanya, lo dimana? Lo yang janji mau ketemu disini, kenapa malah belum sampe?"

"Lo dimana?" Sita masih mengulangi pertanyaannya.

"Becanda lo nggak lucu." jelas Farani sudah kehilangan kesabarannya.

"Gue udah bilang kan, kalo keluar malem jangan pake baju lengan pendek. Minimal pake jaket."

Sita menikmati pemandangan di depannya. Pacarnya memang tidak pernah memakai pakaian mini, tapi itu membuat dia merasa senang. Kaos lengan pendek bertuliskan 'SUNDAY' itu terasa cocok dengan Farani.

Dan melihat Farani kebingungan mencari sosok dirinya, membuat Sita ingin memeluknya.

Sambungan telepon masih tersambung. Sita perlahan mendekati Farani.

"Kalo lo sakit, gue juga yang repot." sambil mengenakan jaketnya kepada Farani, Sita berkata.

Semua amarah yang 2 hari ini menyelimuti pikirannya segera lenyap. Dia tahu bahwa dia tidak bisa hidup tanpa Farani disisinya. Iya, selebay itu dia saat ini setelah bersama dengan Farani.

"Where have you been?" Farani tak bisa menyembunyikan emosinya.

Hampir setengah jam dia menunggu sendirian disana tanpa kepastian seperti orang bodoh.

"Ayo kita beli es goreng." tanpa menunggu persetujuan Farani, Sita menggandeng tangan pacarnya, berjalan melintasi trotoar menuju penjual es goreng langganan mereka.

Duduk di trotoar, keduanya menikmati es goreng dengan khidmad. Sita sangat mengerti bahwa saat-saat menikmati es krim harus dengan tenang. Begitulah orinsip Farani.

"Maaf, gue udah marah nggak jelas." Sita memulai percakapan. "Bisa dibilang gue iri."

Mendengar Sita berkata seperti itu membuat Farani merasa sedikit bersalah. Dia sendiri menyadari bahwa perlakuan yang dia berikan untuk Sita dan Raffi berbeda. Itu karena dia dan Raffi sudah saling mengenal lama, berbeda dengan Sita.

"Yakin cuma iri? Bukan cemburu?"

Apa Farani bisa membaca pikirannya?

Itu seperti Farani tahu isi hatinya dan berusaha untuk mengungkapkannya ke permukaan.

"Iya, ngapain juga lo cemburu ke 'anak ingusan yang cintanya ditolak'."

"Oke gue kalah. Iya, gue cemburu, gue emosi, gue nggak terima." Sita mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

Sebuah senyum tergambar di wajah Farani. Oh My, segampang itu kah membuat pacarnya tersenyum?

"Kenapa lo malah senyum gitu coba?" Sita seperti mendapat firasat buruk saat melihat senyum Farani.

"Nggak. Gue senyum menikmati es goreng. Beliin gue lagi."

Perempuan itu adalah makhluk yang suka bermain kode. Memang terdengar rumit, dan aslinya lebih rumit. Tapi disisi lain, Sita berusaha mengerti kode yang kali ini diberikan oleh Farani.

Dengan senang hati Sita membelikan es goreng lagi untuk Farani. Dua potong es goreng spesial.

avataravatar
Next chapter