46 Jangan beritahu Farani

Bandara Adisutjipto pukul 2 siang.

Setelah membolos kuliah jam ketiga, Farani langsung mengemudikan Pinky menuju bandara. Hampir saja dia terlambat sampai bandara. Terlambat menyambut tamu istimewa yang akan menjadi room mate-nya selama beberapa hari.

Kita sebut saja dia Lulu.

Iya, hari ini adalah hari kedatangan Lulu. Tentu saja semua persiapan penyambutan untuk sahabatnya itu harus sempurna. Sebenarnya bukan inisiatif Farani untuk menyiapkan semua ini, tapi tetap saja dia harus menyiapkan syarat yang diajukan Lulu.

Beberapa hari sebelumnya, Lulu menginginkan sebuah buket bunga untuk menyambut kedatangannya. Bukan style Farani bila berhubungan dengan bunga, tapi Lulu memaksa Farani untuk menjemputnya di bandara dengan buket bunga. Alasannya sederhana, biar dia telrihat seperti selebriti atau orang penting yang baru saja melakukan perjalanan bisnis.

Pukul 2.10, pintu kedatangan ramai dengan orang-orang yang baru saja landing dari penerbangan. Untuk membantu mengamati wajah setiap orang, Farani bahkan sampai memakai kacamatanya, takut dia tidak bisa mengenali wajah Lulu dari kejauhan.

Lalu nampaklah perempuan seusia Farani, menarik sebuah koper dengan dandanan khasnya. Outer berwarna khaki dan celana jeans belel yang dikenakan Lulu membuat dia terlihat muda dan segar. Sayangnya pemandangan itu teralihkan oleh kantung mata yang berwarna gelap disekitar mata Lulu.

"Jetlag non?" tanya Farani sambil menyerahkan buket bunga permintaannya.

"Ya ampun, makasih banget buat sambutannya." ucap Lulu dengan penuh haru. "Gue nggak bisa tidur belakangan. Apa insomnia gue makin parah ya?"

Farani ingat betul bahwa Lulu memiliki insomnia yang selalu menjadi masalah sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Itu pula yang membuat Lulu tidak bisa mendapatkan nilai yang maksimal. Paling tidak, begitulah alasan yang selalu menjadi tameng Lulu ketika nilainya tidak memenuhi harapan.

"Lo udah periksa?"

"Belum. Gue ngerasa takut aja." jawab Lulu lemah.

"Oke, gue traktir apapun mau lo. Asal nggak mahal-mahal. Oke?" Farani mengedipkan sebelah matanya.

Mendengar kata 'traktir' membuat Lulu seperti mendapatkan mood booster yang tak ternilai. Semangatnya kini berada di puncak sehingga mampu menyeret koper dan Farani sekaligus.

*

Ini sudah tiga hari sejak terakhir kali Sita mengirimkan pesan untuk Farani. Memang sih biasanya mereka jarang berkirim pesan. Tapi minimal mereka akan berkirim pesan setiap hari walaupun terkadang tidak dibalas saat itu juga.

Setelah selesai kuliah, Farani berinisiatif berkunjung ke rumah Sita. Seperti yang biasa dia lakukan sebelum-sebelumnya, mengecek rumah dan kulkas. Rumah rapi seperti biasa, tapi anehnya di kulkas masih terdapat beberapa buah-buahan dan kotak susu yang belum dibuka. Secara logika, seharusnya ada yang berkurang dari isi kulkas itu.

Minimal susu yang seharusnya kotaknya tinggal 1, tapi disana masih ada 3 kotak susu.

"Masa iya Sita nggak minum susu." Farani berkata pada dirinya sendiri.

Inspeksi berlanjut ke kamar Sita. Kamar rapi dan bersih seperti ruangan yang lainnya. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur Sita, Farani lalu mengirimkan pesan kepada Sita. Menanyakan perihal susu yang seharusnya sudah berkurang. Juga basa-basi lainnya.

'Lo nggak di Jogja? Kok susunya masih ada 3 kotak?'

Menyadari bahwa saat ini masih jam kerja yang sibuk bagi Sita, Farani tidak mengharapkan mendapat jawaban datang secepat kilat. Farani malah melanjutkan inspeksi di kamar pacarnya itu. Tak ada hal yang mencurigakan.

Puas dengan hasil inspeksinya, Farani mengunci pintu dan segera bergegas kembali ke rumah. Di tengah jalan Lulu mengiriminya pesan untuk datang ke bioskop. Dia sudah mengundang Raffi untuk nonton film bersama.

Kapan lagi mereka akan menghabiskan waktu bertiga kalau bukan sekarang? Mumpung sama-sama di Jogja. Pikir Farani sambil mengiyakan, membalas pesan Lulu.

Farani menjumpai kedua sahabatnya sedang berada di counter cemilan. Dihadapan Lulu sudah ada dua ember jumbo penuh popcorn, sedangkan Raffi membawa dua gelas soda. Tepat pada waktunya, Farani juga akhirnya menenteng air mineral dan gelas soda miliknya.

Film komedi yang mereka tonton membuat ketiganya tertawa terpingkal-pingkal. Untuk sementara waktu pikiran mereka hanya dipenuhi dengan tawa dan alur cerita di film.

Melirik ke arah Farani, Raffi merasa benar-benar tidak enak hati. Dari sekian banyak orang yang ada di dunia ini, kenapa orang yang dia sayangi yang harus merasakan hal yang membuat pikirannya kacau.

Selesai menonton, ketiganya memilih untuk mengisi perut. Ternyata tertawa membutuhkan banyak energi. Maka mereka menuju warung mie ayam yang ada di depan bioskop. Itu langganan mereka entah sejak kapan. Saking laparnya, Farani dan Lulu memesan mie ayam porsi jumbo.

"Sita marah?" tanya Raffi memulai percakapan setelah ketiganya selesai makan.

Saat mengucapkan pertanyaannya, Raffi memperhatikan perubahan apapun yang ada di wajah Farani. Dia tidak mau melihat sahabatnya itu merasa curiga atau lain halnya.

"Kenapa emangnya?" tanya Lulu penasaran.

"Kemarin minggu gue jalan sama Raffi." Farani menjawab pertanyaan Lulu terlebih dahulu sambil menyeruput es jeruknya. "Gue belum kontak dia lagi. Mungkin dia lagi sibuk. Keknya nggak di Jogja."

"Kalo dia marah, kasih tau gue. Biar gue liat otaknya picik apa nggak." Kata Raffi setengah bercanda.

Membuat Farani tersenyum adalah misi rahasia Raffi. Memang tidak ada yang menyuruhnya, tetapi hal itu seperti sudah menjadi tanggung jawabnya sekarang. Walaupun dia sendiri tidak tahu sejak kapan dia mengemban tanggung jawab itu.

"Lo kenapa sih Raff? Gue liat banyakan bengong." pertanyaan Lulu mengingatkan Farani dengan ingatan saat hari Minggu lalu.

"Iya nih, sejak dari rumah pak Arif dia kek gitu." ucap Farani membenarkan perkataan Lulu.

"Wah jangan-jangan dia kesambet deh, Fa." tiba-tiba Lulu mengatakan hal tak sedikit menyimpang. "Wah sumpah, gue jadi merinding ini."

Kedua gadis itu lalu mengelus kedua tangan masing-masing. Keduanya kompak merasa merinding dengan spekulasi Lulu yang absurd.

"Iya, gue kesambet setan irit ngomong." Raffi menjawab dengan jahil, sambil penjitak kepala Lulu. "Aneh-aneh aja Lo berdua. Lagian setan mana yang berani sambit gue?"

"Sambet Raf, bukan sambit."

"Wah mulai nggak jelas nih otak temen gue yang satu ini. Kayanya kuliah di Paris kebanyakan tekanan dia."

Ketiganya lalu tertawa bersamaan. Menghebohkan warung mie ayam yang sedang ramai-ramainya karena hujan.

Diperjalanan pulang, Farani mengungkapkan kecurigaannya tentang Sita. Tentang susu yang masih tersisa beberapa. Tapi Lulu segera menenangkan pikiran Farani.

"Kali aja dia sibuk. Nggak usah mikir yang macem-macem. Belum expired kan susunya?"

"Belum sih, tapi gue tetep curiga ada sesuatu." Farani kekeuh dengan pemikirannya.

"Coba nanti di telepon. Gue yakin pasti ada alasan yang jelas kok."

"Kenapa lo yakin banget dukung dia?" kecurigaan Farani beralih ke Lulu.

"Ya soalnya dia keknya udah love dead gitu sama lo. Muka-muka kepelet gitu." teori Lulu yang menyesatkan.

Memanyunkan bibirnya, Farani sepertinya menyesal sudah emngeluarkan energinya untuk bertanya kepada Lulu. Terkadang Lulu memang paling ahli untuk berkomentar yang anti mainstream.

avataravatar
Next chapter