36 Ada yang Cemburu

Sebenarnya Farani harus pulang malam ini, tapi karena masih harus menjemput Sita, dia minta ijin untuk menginap di rumah Raffi.

Mama Raffi yang sudah mengetahui kalau Farani sudah memiliki kekasih, mengijinkan Farani untuk menjemput Sita. Dengan catatan jangan pulang larut malam.

"Makasih Mama." Sambil mengecup pipi Mama, Farani memeluk.

Benar kata Mama, mobil Raffi jadi tidak terurus sejak ditinggal sang pemilik. Bahkan stir mobilnya sedikit kotor karena jarang dikemudikan. Untungnya mobil masih bisa berjalan dengan lancar, tanpa ada acara mogok atau kendala apapun.

Masih pukul 19.45 WIB saat Farani sampai di stasiun. Kereta yang ditumpangi Sita belum sampai.

Sambil menunggu kedatangan Sita, Farani duduk di ruang tunggu. Tak lupa kopi hangat di tangannya, menemani masa tunggu yang memakan waktu hampir setengah jam.

Kereta mengalami keterlambatan. Sepuluh menit tambahan bagi Farani untuk menunggu.

Begitu kereta berhenti, para pemumpang segera turun dari gerbong kereta. Diantara kerumunan penumpang yang berjalan keluar, Sita belum menampakkan diri. Bahkan setelah kereta sepi, Sita belum muncul.

Sekali lagi mengecek HPnya, siapa tahu dia salah jadwal. Beberapa kali dicek, dan benar hari ini seharusnya Sita pulang kembali ke Jogja.

"Where are you?" Farani mulai tidak sabar.

"Do you miss me?" suara yang akrab terdengar di belakang Farani.

Membalikkan badan dan melihat Sita, Farani langsung memeluk kekasihnya dengan erat.

"Kemana aja? Gue piker gue salah jadwal." Dengan manjanya Farani berkata.

"Maaf, gue tadi ke toilet bentar."

Setelah melepas pelukannya, sepasang kekasih itu berjalan menuju parkiran. Setibanya di parkiran, Sita sedikit kebingungan mencari mobil yang dikendarai Farani. Disana tidak terlihat Honda Accord milik Fareza, tidak terlihat pula Nissan Terrano milik Ayah.

"Kesini naik apa tadi?" tanya Sita penasaran. Farani bukan tipe yang suka naik taksi untuk bepergian, itu sepengatahuan Sita.

Mengeluarkan kunci yang terlihat asing, "pake mobil Raffi," lalu menyerahkan ke Sita.

Sedikit bingung dan heran, Sita lalu masuk ke kursi pengemudi. Memasang seatbelt dan menuju jalan raya.

Dalam hati, Sita sedikit cemburu. Dari sejak pertama mereka pacaran dan tahu bahwa Farani belum memiliki mobil sendiri, Sita sudah menawarinya mobil. Memang bukan mobil yang bagus, tapi paling tidak bisa dikendarai tanpa masalah. Anehnya, Farani dengan tegas menolak.

Sekarang, dengan terang-terangan dia menerima mobil yang dipakai temannya. Bahkan tanpa embel-embel ataupun alasan untuk menolaknya.

"Kenapa pake mobil ini?" selidik Sita penuh kecurigaan. Dan kecemburuan pastinya.

"Oh ini, mobilnya udah lama nggak dipake. Sayang kalo cuma dianggurin aja, jadi gue pake deh." jelas Farani enteng.

"Lo jadi nginep tempet Raffi?"

Menganggukkan kepala, Farani menjawab,"Jadi. Nih ada kue yang kita buat tadi sore."

Dari kursi belakang, Farani mengambil kotak yang berisi potongan kue yang dibuatnya bersama Mama. Bahkan sebagian red velvet milik Papa juga dimasukkan oleh Mama.

"Enak lho. Gue yang masukin ke oven." dengan bangganya Farani memperlihatkan hasil karyanya.

Sita hanya menganggukkan kepala dan tetap fokus untuk mengemudikan mobil. Karena sudah sering mendapat perlakuan yang seperti itu, kali ini Farani tidak menyadari, bahwa diamnya Sita mengandung maksud lain.

Tanpa banyak berkata, setelah sampai di rumahnya, Sita langsung masuk. Bahkan dia tidak menunggui Farani yang kerepotan karena harus mengemasi kue yang ada ditangannya.

Menyadari sikap Sita yang lain dari biasanya, Farani berusaha berpikir positif. Mungkin Sita kelelahan, jadi ingin segera membaringkan tubuhnya di ranjang.

Setelah membuatkan susu hangat dan menyiapkan beberapa kue, Farani naik ke kamar Sita. Melihat Sita yang membaringkan tubuhnya di ranjang, Farani meletakkan susu di meja.

"Nggak ganti baju dulu?" tanya Farani sambil membelai rambut Sita.

Tanpa merespon pertanyaan Farani, Sita lalu berjalan dan segera mengganti baju. Lalu menjatuhkan badannya di tempat tidur.

"Ya udah, kalo lo pengen istirahat. Gue simpen kuenya di kulkas. Gue balik dulu." mengecup kening Sita, Farani segera turun ke dapur untuk menyimpan susu dan kue.

Selesai mengunci pintu, Farani masuk ke dalam mobil dan menyalakan mobil. Tiba-tiba kaca mobil diketuk dari luar. Otomatis Farani kaget. Ternyata Sita.

"Ada apa?" sambil menurunkan kaca mobil, Farani bertanya.

"Kita ngobrol di dalem. Nanti gue anter pulangnya."

Kembali masuk ke dalam rumah Sita.

Saat Farani memilih untuk duduk di depan televisi, Sita justru duduk di bar dapur.

"Mana susu hangatnya?"

Berusaha bersabar, Farani bangkit dari duduknya dan mengambil susu dan kue yang tadi disimpannya dalam kulkas.

Beberapa gigitan kue dan beberapa teguk susu, Sita mulai berbicara. "Lo bisa pake mobil gue, nggaka usah pake mobil itu."

"Kenapa?" Farani bertanya dengan heran.

"Tadi bilangnya mobil itu udah lama nggak dipake, ntar gue servis dulu baru lo pake."

"Mobilnya oke kok, nggak ada masalah." Farani berusaha meyakinkan Sita tentang kondisi mobil Raffi.

"Itu kan menurut lo, lagian lo nggak tau mesin. Kalo tetiba macet di jalan gimana?" Sita menaikkan nada bicaranya.

Farani langsung menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sita bukan tipe orang yang dengan gampangnya menaikkan nada bicaranya. Ini pertama kalinya Farani mendengar Sita berbicara seperti itu.

"Kenapa sih?" Farani masih bertanya dengan nada sekalem mungkin.

"Nggak ada. Gue cuma nggak mau lo kerepotan sama mobil butut itu."

Oke mobil Raffi memang bukan mobil keluaran terbaru seperti mobil Sita, tapi mobil itu tidak lantas menjadi mobil butut. Sebutan itu terlalu merendahkan!

"Pinky nggak butut amat deh. Lo terlalu berlebihan nyebut Pinky butut."

"Oh jadi itu mobil punya nama? Sampe segitunya lo pakein nama?" jelas Sita setengah menahan emosinya.

"Kenapa sih? Kayanya kalo bahas mobil jadi sewot? Ngomong aja langsung, nggak usah muter-muter." tersulut emosi, Farani ikut meninggikan nada bicaranya.

"Sewot? Gue biasa aja tuh. Lo aja yang sensi pas gue sebut mobil itu butut."

"Oh, jadi ini gegara mobil? Lo malu karena pake mobil butut? Paling nggak mobil itu bukan hasil korupsi."

"Lo mau bilang kalo mobil gue hasil korupsi?" Sita tidak dapat menahan emosinya.

"Terserah!" mengambil tasnya, Farani segera berlari keluar.

Mengendarai mobil dalam keadaan emosi membuat Farani tidak fokus. Dalam perjalanan kembali ke rumah Raffi, hampir beberapa kali dia menabrak. Entah itu pengendara lain maupun pembatas jalan.

Begitu sampai rumah, dengan sedikit kasar Farani menutup pintu mobil. Untungnya Mama tidak terganggu dengan suara gaduh yang dibuat Farani.

Di dalam kamar, Farani menangis karena menahan emosi. Dia merasa konyol karena bertengkar dengan pacarnya hanya karena mobil. Selama mereka berpacaran, ini adalah pertengkaran yang paling fenomenal.

Keduanya sama-sama ngotot dan mengeluarkan nada tinggi saat bicara satu sama lain.

avataravatar
Next chapter