Dimas dan para kru semua masih berdiri di depan pintu sambil menempelkan telinganya. Tatapan tajam pak Eko semakin menambah ngeri suasana.
"Di dalam ada kamera, itu kenapa ada yang lecet segala. Kamu Dimas, kalau sampai ada tangkapan gambar yang tidak senonoh dan mereka menuntut kita. Maka kamu adalah orang pertama yang akan saya cincang!" Geram pak Eko dengan suara lirih berbisik sambil mengepalkan tangannya kearah wajah Dimas.
"Mati aku, mati .... mati...!" Gumam Dimas ketakutan.
"Kita telfon saja pak, biar mereka berhenti melakukan kegiatan tumpang tindih itu." Usul Dimas dengan nada ragu.
"Lakukan segera, sebelum semakin panjang sesinya." Jawab pak Eko masih dengan berbisik.
"Ah... mas sakit, pelan pelan geh nariknya." Keluh Lita sembari sedikit merintih sakit.
"Tahan sayang."
Mereka semua yang berkerumun di balik pintu sambil menguping saling melempar padangan dengan wajah tegang.
"Hallo, pak. Kami semua sudah di depan pintu. Bisakah syuting di lanjutkan lagi?" Kata Dimas di ujung panggilan seluler.
"Oh, iya. Kami juga sudah lama menunggu dan ingin syuting ini cepat selesai." Jawab Robby tanpa basa basi.
Robby lalu berjalan dan membuka pintu. Mereka semua sudah berdiri dengan memasang wajah yang aneh dan banyak pertanyaan. Robby yang cuek mengabaikan hal itu begitu saja.
"Mari, masuk." Kata Robby.
Terlihat Lita yang tengah duduk dan meringis menahan nyeri. Dimas yang melihat itu berbasa basi bertanya.
"Kenapa mbak?" Tanya Dimas.
Tiba tiba pak Eko memukul kepada Dimas dengan gulungan kertas script.
"Kenapa, kenapa ya jelas habis nganu lah!" Gerutu pak Eko sambil memelototi Dimas.
"Oh, ini. Tadi kami tidak sengaja iseng iseng mencoba cincin dari kado pernikahan. Eh tidak tahunya malah kekecilan dan susah di lepas." Jawab Lita sambil berusaha melepaskan cincin dari jari tengahnya.
"OOO.... kami kira!" Jawab Dimas spontan.
Lagi lagi pak Eko menepuk kepala Dimas.
"Itu mulut ya!" Kata pak Eko Sambil memelototi Dimas.
"Hem, maafkan anak buah saya nyonya. Bisa kita segera mulai lagi syutingnya?" Ucap pak Eko mengalihkan pembicaraan.
"Tentu mari segera lakukan. Saya juga ingin cepat cepat beralih ke hal lain." Jawab Robby dengan senyum yang sudah di artikan.
"Baik, kita ulang lanjutkan. Kita make up sedikit, untuk sesi wawancara. Ok!" Kata Dimas menjelaskan.
Lita dan Robby mengangguk lalu para perias mulai menata rambut dan wajah mereka. Lita terlihat begitu manis seperti gadis yang baru lulus SMA. Sedang Robby karena memakai pakaian yang casual jadi terlihat sedikit lebih muda. Selisih umur mereka tidak begitu kentara di dalam frame.
"Ok, ini waktunya QnA! Kalian siap?" Kata Dimas.
Lita dan Robby hanya saling mengangguk.
"Tuliskan tanggal berapa pertama kali kalian saling bertemu?"
Lita dan Robby bengong dan kebingungan.
"Sebutkan tempat favorit kalian untuk menghabiskan waktu berdua!"
"Makanan favorit pasangan kalian?"
"Warna kesukaan pasangan!"
"Dan, jam berapa kalian melakukan ijab kabul?"
"Wah ini QnA yang sekaligus merangkap tes kekompakan pasnagan ya. Jika berbeda jawaban dapat di pastikan akan tidur di luar." Kata Dimas sambil bercanda memandu jalannya acara.
Lita
Tanggal bertemu :. Lupa
Tempat favorit. : Kamar
Makanan favorit. : Semua yang aku masak
Warna. : Hitam
Ijab kabul. : 9 pagi
Robby
Tanggal bertemu : Gak inget
Tempat favorit. : Taman
Makan favorit. : Semua yang hallal.
Warna. : Peach
Ijab kabul. : Sah!
Dimas lalu mulai menanyakan lagi kepada mereka.
"Tanggal bertemu?" Tanya Dimas
"Ga inget" Kata Robby
"Lupa" jawab Lita.
"Tempat favorit?" Tanya Dimas.
"Pegunungan" kata Lita.
"Pantai." jawab Robby.
Lita dan Robby Keduanya saling melempar senyum manis dan tawa.
"Ini tidak ada yang sama kecuali poin pertama ya. Oke, kita lanjut lagi." Kata Dimas.
"Makanan favorit?"
"Semua yang di masak oleh istri." Jawab Robby sambil mengusap punggung Lita dan bertatap mesra.
"Apa saja yang penting hallal." Jawab Lita perlahan dengan malu malu.
"Warna?" tanya Dimas.
"Hitam" jawab Robby
"Peach" jawab Lita
"Wah sudah mulai ada kekompakan ini." Kata Dimas sambil mengangguk angguk membaca tulisan jawaban Lita dan Robby.
"Jam ijab kabul?" Tanya Dimas.
"9 Pagi." Jawab Lita ragu.
"Sah!" Kata Robby kuat kuat.
Semua yang berada di dalam ruangan tertawa keras mendengar jawaban dari mulut Robby.
"Jam 9 mas, kok malah sah sih." Gerutu Lita kesal.
"Aku lupa jamnya yang aku ingat status kita sudah hallal dan sah sayang." Jawab Robby meredam kekesalan Lita.
"Baik baik, isi jawaban ini hanyalah sebatas pertanyaan ringan untuk pembuka. Sekarang yang seriusnya nih."
"Siapa diantara kalian yang paling suka mengalah?" Tanya Dimas sambil menatap Keduanya.
"Aku" kata Lita.
"Dia." Jawab Robby.
"Kenapa?" Sambung Dimas lagi.
"Karena, aku tidak suka permusuhan, pertengkaran ataupun dendam. Kemarahan sejatinya merugikan diri sendiri." Jawab Lita sambil tersenyum manis.
Sementara Robby terdiam menatap lekat jauh kedalam mata istrinya. Seperti ada kekaguman yang baru disadarinya. Baru hari ini dia mendengar apa yang harusnya dari dulu dia dengar. Ketulusan seorang istri yang lemah lembut.
"Wah, pak Robby sungguh beruntung mendapatkan istri seperti anda."
"Ini ciri ciri wanita idaman para lelaki. Anda punya adik perempuan atau semacemnya?" Puji Dimas sekaligus bertanya.
Lita menggeleng.
"Yang paling pencemburu?" Tanya Dimas lagi.
"Dia?" Jawab Lita yang langsung menunjuk suaminya sebelum Robby sempat menjawab.
"Ceritakan." Kata Dimas.
"Aku rasa semua laki laki akan menjadi pencemburu, jika sudah menyangkut wanitanya. Aku sih sangat suka jika punya suami pencemburu itu berarti dia sangat memperhatikan secara detil pergerakan ku." Jawab Lita dengan jelas.
Robby tersenyum lega mendengar jawaban dari istrinya. Benar benar melegakan ketika mendengar pasangan bisa memahami apa yang kita lakukan.
Pak Eko yang memantau dari layar monitor lalu bertepuk tangan menandakan pengambilan gambar telah selesai dengan sempurna.
"Ok, sip. Kerja bagus, kita lanjut besok lagi!" Seru pak Eko sambil memberikan jempolnya.
*Aku salah menebak, aku kira mereka adalah pasangan yang dingin dan terpaksa dalam menjalani pernikahan. Tetapi, justru sebaliknya. Mereka saling melengkapi.* Batin pak Eko sambil tersenyum ramah.
di tempat lain
"Tidak ada yang bisa merebut apa yang masih aku sukai. Kita lihat saja nanti." Kata seseorang dengan senyum licik di sudut bibirnya.