webnovel

Pacar Baru Maya

"Cukup! Kalian mau mendapatkan hukuman tambahan dari Pak Gibran ya?"

"Bilangin sama teman kamu, kalau punya mulut jangan suka nyinyir."

"Kenapa? mulut-mulutku. Daripada kamu, suka membuat masalah."

"Kamu ini benar-benar ya!"

Maya melayangkan tangannya, namun Debi langsung menghentikannya.

"Lebih baik kamu keluar dari dapur Maya, agar kalian tidak bertengkar terus."

"Memang aku mau keluar dari sini. Siapa juga yang betah satu ruangan sama wanita nyinyir dan anak haram kayak kamu."

"Mulut kamu itu yang nyinyir. Kalau mau keluar, keluar saja sana. Sekalian tidak usah kembali lagi. Katanya mau keluar. Cepat keluar, biar cafe ini tenang dari masalah kamu."

"Masalah kita belum selesai. Lain kali aku akan membalas kamu."

"Iya, aku tunggu."

"Sudah Lisa, jangan diladenin dia."

Lisa yang hendak mengejar Maya keluar langsung ditahan Debi.

"Sudah Lisa, biarkan saja."

"Aku pingin ngelakban mulut nenek sihir itu. Katanya punya pacar baru, tapi aku yakin tidak lama pasti pacarnya akan minta putus. Secara siapa yang kuat sama wanita jadi-jadian kayak gitu."

"Sudahlah, kalau Maya bertingkah tidak usah diladeni, nanti kamu malah yang dapat masalah. Kan kamu tahu kalau dia memang suka kayak gitu."

"Iya Debi, tapi aku gemes sama sama mulutnya itu. Oh iya Debi, jujur aku penasaran banget sama pacar barunya Maya."

"Aku juga sama Lisa."

"Kira-kira siapa ya yang mau sama nenek sihir kayak Maya itu?"

"Gak tahu aku Lisa. Tapi sudahlah, lebih baik kita bekerja saja."

"Iya Debi."

Debi dan juga Lisa pun kembali sibuk dengan pekerjaan mereka.

"Debi, tolong buang sampah itu ya!" pinta koki di cafe itu.

"Iya Mas."

Debi mengambil sampah yang sudah bertumpuk di tempat sampah. Dengan kaki yang ringan. Debi membawanya keluar dari dalam dapur.

"Kalau kayak gini semua ruangan pasti akan bersih."

Debi mencuci tangannya sebelum ia masuk ke dalam cafe. Saat itu Debi tidak sengaja melihat bayangan Marko yang terpantul di dalam cermin. Debi membalikkan badannya dan memastikannya.

"Lo, tadi kayaknya aku melihat Marko ada di depan cafe. Kok sekarang tidak ada ya?"

Debi mengedarkan pandangannya, namun tetap saja Debi tidak melihat Marko ada di sana.

"Aneh, tadi aku melihat Marko ada di sana, tapi kok sekarang tidak ada ya! Apa aku sedang berhalusinasi? Iya, mungkin saja aku sedang berhalusinasi karena kangen sama Marko. Bagaimana kabarnya Marko sekarang ya? Biasanya setiap hari dia mengirimkan kabar kepadaku, tapi tidak untuk beberapa hari ini."

Huh, tidak ingin berlama-lama dengan perasaan sedihnya. Debi memilih melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe.

"Ih, bisa-bisanya Debi kangen sama pacarku. Aku tidak terima. Pokoknya aku harus memberitahu dia kalau sekarang Marko pacarku."

Maya merasa kesal. Yah, wanita mana yang tidak kesal jika ada wanita lain yang merindukan pacarnya.

"Debi."

Debi yang tengah menikmati istirahat makan siangnya. Duduk termenung seorang diri di dalam ruangan. Saking fokusnya Debi, sampai dia tidak menyadari panggilan dari Lisa.

"Woe, lagi mikirin apa sih?"

"Lisa, kamu ngagetin aku saja."

Debi terkejut saat tiba-tiba Lisa ada di dekatnya. Wajah Debi memucat karena sakit terkejutnya dia.

"Habisnya aku panggil-panggil dari tadi tidak menjawab. Lagi mikirin apa sih?"

"Aku lagi mau mencari pekerjaan tambahan."

"Memangnya pekerjaan di sini tidak lebih dari cukup membuat kamu capek?"

"Bukannya masalah capek atau tidaknya, tapi aku mencari pekerjaan tambahan karena tuntutan hidup. Penghasilan dari sini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Kamu ada rekomendasi tempat kerja gak?"

"Aku ada sih, tapi aku gak yakin kalau kamu akan mau."

"Pekerjaan apa itu? Ceritakan padaku," balas Debi bersemangat.

"Enggak deh, pasti kamu tidak akan mau."

"Katakan saja, aku pasti mau kok. Aku benar-benar lagi butuh penghasilan tambahan."

"Jadi gini, beberapa hari yang lalu aku ditawari temenku kerja di club. Di sana sedang mencari karyawan baru untuk menjadi pelayan yang mengantarkan pesanan."

"Di club ya!"

Semangat Debi pun meredup. Debi berpikir ulang untuk bekerja di club yang selalu membawa kesan negatif.

"Aku sudah bilang kamu pasti tidak mau."

"Bukannya tidak mau, tapi aku pikir-pikir dulu deh."

"Iya, dipikir-pikir dulu. Kalau kamu memang minta, kamu bisa mengabari aku."

"Oke."

Setelah seharian bekerja. Saatnya waktu pulang pun tiba. Debi dan juga Lisa sudah selesai mengganti baju mereka. Berjalan bersama untuk keluar dari dalam cafe.

Debi dan juga Lisa saling bertukar senyum. Sesekali mereka menceritakan lelucon yang membuat mereka tertawa.

Deg

Senyuman Debi langsung lenyap saat melihat seseorang yang amat tidak asing baginya tengah bersama Maya. Debi menajamkan penglihatannya untuk memastikan jika ia tidak sedang salah melihat.

Dsn benar saja, saat itu Debi memang tidak sedang salah lihat. Laki-laki itu memang Marko. Bersama Maya.

"Debi, bukankah laki-laki itu yang sering menjemput kamu kan? Kenapa tiba-tiba dia menjemput Maya?"

Debi tidak menjawab. Pandangannya terlalu sibuk melihat kedekatan Maya dengan Marko. Yang membuat Debi semakin sakit hati saat mengetahui jika Marko datang untuk menjemput Maya.

"Hai Debi, aku pulang dulu ya! Pacarku sudah menjemput nih," kata Maya melambaikan tangannya sembari tersenyum puas.

Deg

Marko yang mendengar itu pun langsung mengalihkan pandangannya. Saat itu dia melihat Debi yang tengah melihat kearahnya. Marko sangat terkejut melihat Debi bisa ada di sana.

Terlihat jelas di mata Debi. Ada guratan kecewa dan sakit yang bisa Marko lihat. Tidak. Sakit rasanya saat Marko melihat itu. Marko tidak tega melihat wajah sendu Debi yang kian jelas.

"Sayang kapan kita pulang? Aku sudah capek nih," protes Maya.

Marko yang terlalu fokus melihat Debi sampai tidak mendengar ucapan Maya.

"Sayang," bentak Maya yang sekaligus menyadarkan Marko dari pandangannya.

"Kapan kita pulang? Aku sudah capek ini," ucapnya merengek manja.

"Iya, kita pulang."

Marko menghidupkan mesin motornya, dan melajukannya meninggalkan tempat itu.

Pandangan Debi masih melihat Marko yang semakin jauh dari pandangannya. Marko pergi, bersama Maya, dan bukan dirinya.

"Apa laki-laki itu yang dimaksud Maya sebagai pacarnya ya?"

Debi tidak menjawab. Entah kenapa hatinya terlalu sakit melihat Marko bersama Maya. Saking sakitnya Debi sampai ingin meneteskan air matanya. Namun sekuat tenaga Debi menahannya. Debi tidak ingin terlihat lemah di depan orang lain.

"Debi, kamu kok diam saja? Dia laki-laki yang sering jemput kamu dulu kan? Apa dia sekarang jadian sama Maya?" ulang Lisa yang tak kunjung mendapatkan jawaban dari Debi.

"Aku tidak tahu."

"Kok kamu tidak tahu? Bukankah kamu dulu sangat dekat dengan laki-laki itu?"

"Maaf Lisa, aku sangat capek. Aku pulang dulu ya!"

Debi melangkahkan kakinya tanpa menunggu jawaban dari Lisa.