webnovel

3 Pohon Natal.

Aku bergegas berjalan keluar menuju tempatku bekerja. Setelah sampai di mall aku buru-buru berjalan menuju lift, tanpa sengaja aku menabrak punggung seseorang. Tampak seorang pria memungut handphone-nya yang terjatuh. Aku ingin mengucapkan permintaan maaf. Dari balik punggungnya aku melihat pria itu memeriksa handphone-nya. Lalu dia mulai memutar tubuhnya ke arah ku. Dia kemudian menatapku. Apakah dia marah?

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

"Apakah kau tidak dapat melihat dengan baik, nona?" Pria itu bertanya dengan nada ketus.

"Maafkan saya tuan, tadi saya sedang terburu-buru jadi tidak sengaja menyenggol punggung anda." Aku mengatakannya dengan sangat hati-hati berharap dia tidak memperpanjang masalah ini.

Dia mulai memandangiku dari atas rambut hingga ujung kakiku. Apa dia adalah pria mesum? Mana ada orang marah sambil menatap orang seperti itu. Tatapannya tidak seperti orang yang akan marah. Perasaanku mulai tidak enak. Lebih baik aku cepat pergi dari sini.

"Sekali lagi saya minta maaf, tuan." Ucapku sambil membungkuk kan badan ku kearahnya.

Saat aku mulai berjalan meninggalkannya aku mendengar suaranya.

"Hei, tunggu dulu. Siapa namamu, nona?" Tanya pria itu dari tempatnya berdiri.

Sepertinya perasaanku benar ada yang aneh dengannya. Aku mulai menatapnya kembali.

"Saya pikir kejadian ini tidak ada hubungannya dengan nama saya, tuan. Lagi pula saya juga melihat kalau handphone anda masih bisa berfungsi dengan baik." Ucapku dengan nada kesal.

"Baiklah, kalau kau memang tidak ingin memberitahukan namamu. Tapi, sepertinya kau adalah salah satu pegawai butik di dalam mall ini." Katanya kepadaku.

Kenapa perkataannya terdengar seperti sebuah penyataan bukan pertanyaan? Siapa pria ini? Dari sekian banyaknya toko di dalam mall ini, kenapa dia bisa langsung tahu kalau aku bekerja di butik? Terdengar deringan telepon berbunyi dari handphonenya. Tanpa mengatakan apa pun kepadaku dia langsung berjalan meninggalkan ku sendirian. Dasar menyebalkan, dia membuang waktu ku percuma. Aku mulai masuk kedalam lift dan menekan tombol menuju lantai atas. Setelah pintu lift terbuka, aku segera bergegas masuk ke dalam butik.

"Wah, baru datang jam segini?" Tanya Mary, rekan kerja ku.

Aku tidak bisa menyebutnya teman karena kami memang tidak mempunyai hubungan yang baik.

"Sudah, jangan hiraukan dia. Dia kan memang seperti itu." Ucap Eva menenangkanku.

Eva adalah teman ku selain Katty. Kami sering mengobrol karena kami sering bertemu. Aku, Eva, dan Mery mendapatkan shift pagi. Sedangkan Katty dan dua orang temannya yang tidak ku kenal mendapatkan shift malam.

"Dia selalu sinis terhadapku. Mungkin karena beberapa pelanggan selalu berkonsultasi denganku tentang pemilihan gaun. Bukan salah ku kalau aku tahu segala hal. Dulu saat aku baru keluar dari panti asuhan, aku pernah bekerja di berbagai tempat. Bekerja di salon, menjahit, restoran bahkan aku pernah bekerja merawat orang sakit." Jelasku kepada Eva. Lalu aku mulai mengeluarkan beberapa gaun untuk di pasang pada mannequin.

"Lalu, dimana kau bertemu mendiang suami mu?" Eva bertanya disampingku yang juga sedang mengeluarkan mannequin untuk di pajang di etalase butik ini.

"Aku dan dia sama-sama di besarkan di panti asuhan. Tapi dia terlalu pintar sampai-sampai bisa mendapatkan beasiswa. Dia melanjutkan pendidikannya sebagai juru rawat." Sambil tersenyum aku bercerita.

"Dan kalian akhirnya bertemu saat kau merawat orang sakit." Eva bertanya lagi sambil merapikan gaun yang di pajang.

"Bagaimana kau bisa tahu?" Tanyaku heran sambil memandangi wajahnya.

"Tentu saja sudah tertebak. Cerita cintamu seperti di dalam drama-drama yang aku tonton." Terang Eva sambil terkekeh.

************

********

*****

AUTHOR POV

"Yah, kak. Aku sudah memeriksanya dan semua tokomu baik-baik saja." Ucap seorang pria di dalam ruangan.

"Kau harus sering berkeliling di mall untuk memantau perkembangan toko-toko kita, Christ!" Balas wanita yang menjadi lawan bicara pria itu melalui telepon selulernya.

"Bagaimana dengan pohon Natal yang ada di mall ini? Apakah kau tidak ingin menghiasi puncaknya, kak?" Pria itu berkata sambil tersenyum tipis.

"Menurutmu apakah aku bisa memanjat dengan perutku yang seperti ini?" Suara sang kakak mulai terdengar ketus.

"Tenanglah, kak. Aku hanya bercanda. Aku harap kau bisa cepat kembali ke sini. Semoga persalinan mu lancar, kak. Bye." Pria itu mulai memutuskan panggilan telepon itu.

Sebelum benar-benar terputus terdengar suara sang kakak mengucapkan terima kasih.

Suara ketukan pintu terdengar sebelum pintu terbuka.

"Mr. Louise sudah waktunya anda berangkat ketempat acaranya Ms. Alice." Kata seorang pemuda masuk kedalam ruangan itu.

Orang yang dipanggil Mr. Louise tersebut segera bangkit dari kursinya. Lalu dia segera berjalan keluar disusul oleh pemuda itu. Mereka berjalan keluar menuju parkiran.

"Antonio bagaimana dengan pohon Natal yang ada disini? Apakah sudah selesai di hias?" Mr. Louise bertanya kepada pemuda yang bernama Antonio.

"Sepertinya sudah selesai. Karena seorang Santarina sudah menatanya. Apakah anda ingin melihatnya sebentar?" Antonio bertanya.

"Tidak perlu. Nanti saja setelah kita kembali dari pesta Alice." Tolak Mr. Louise.

"Baiklah. Saya akan mengeluarkan mobil. Silahkan anda tunggu di sini sebentar." Antonio mulai berjalan menuju parkiran dengan meninggalkan Mr. Louise di lobby mall tersebut.

"Wah, mall ini cantik sekali." Ucap seorang gadis kecil. Ia takjub karena hiasan lampu warna warni di depan mall yang di pasang untuk menyambut perayaan Natal.

Gadis itu mulai memasuki mall. Saat sampai di depan pintu kaca, gadis itu berhenti. Pintu kaca itu secara otomatis terbuka. Sambil membawa bungkusan gadis itu terus berjalan dengan melihat sekeliling mall. Banyak toko-toko yang menghiasi tokonya dengan pernak-pernik Natal.

Handphone Mr. Louise berdering. Dia merogoh saku celananya. Ia melihat caller id tertera nama Alice. Saat akan menerima panggilan dia merasakan seseorang menabraknya dari arah depan tempatnya berdiri. Seketika telepon seluler Mr. Louise terjatuh. Ia merasakan ada sesuatu yang lengket menempel pada sepatunya. Seorang gadis kecil berusaha memungut sesuatu.

"Hei, kenapa kau menabrakku? Kau tidak lihat sepatuku jadi kotor?" Mr Louise menatap kepada gadis kecil yang mulai menangis.

"Kenapa kau harus berdiri disana? Cake ku, bagaimana ini?" Tanya gadis itu sambil merengek.

"Ada apa Mr. Louise?" Tanya salah seorang pegawai mall yang mengenalinya.

"Tolong bersihkan tempat ini." Mr. Louise memerintahkan pegawai itu.

"Baik, Mr Louise." Ucap pegawai pria itu.

Tak lama setelah itu ada dua orang pegawai wanita datang ke tempat itu. Mereka membawa beberapa peralatan kebersihan. Para pegawai itu mulai membersihkan cake yang menempel di lantai. Sementara gadis kecil itu masih berjongkok sambil menatap sedih cake yang beserakan di lantai. Mr. Louise memandang kearah gadis kecil itu. Entah mengapa dia merasakan perasaan yang aneh saat melihat sang gadis bersedih. Seolah ia dapat merasakan kesedihannya. Dia mulai melangkah mendekati sang gadis.

"Hey, anak kecil sampai kapan kau akan menatap cake itu? Ayo berdiri, kau menghalangi pekerjaan mereka." Mr. Louise berbicara kepada sang gadis.

"Tapi, aku sudah menghabiskan uang tabunganku untuk membelinya. Sekarang aku tidak bisa makan cake bersama mom." Sang gadis berucap sambil menatap kearah lantai.

"Bagaimana kalau kita beli yang baru? Di sini ada beberapa Bakery yang menyediakan cake yang enak." Bujuk Mr. Louise kepada gadis itu.

Gadis kecil itu hanya diam menatap Mr. Louise. Tanpa ada niat untuk bangkit dari tempatnya.

"Tenang saja, aku yang akan membayarnya." Kata Mr. Louise seketika.

Langsung saja gadis kecil itu berdiri. Mr. Louise menyuruh gadis itu untuk mengikutinya. Mereka sampai di sebuah Bakery yang menjual berbagai macam jenis cake. Mr. Louise meminta sang gadis untuk memilih.

"Kau mau yang ini?" Ia bertanya untuk memastikan.

"Yeah. Bolehkan?" Jawaban dari sang gadis kecil.

Setelah selesai membayar mereka segera keluar dari Bakery tersebut. Mr. Louise berniat untuk mengantarkan sang gadis.

"Jadi, siapa namamu anak kecil?" Mr. Louise bertanya saat sang gadis sudah berjalan di sisinya.

"Namaku Abigail, tuan. Terima kasih atas cake ini." Abigail berkata sambil mengangkat tinggi cake yang terdapat di dalam bungkusan plastiknya.

"Wow, Abigail adalah nama yang indah. Kalau tidak salah artinya adalah 'ayahku sedang bahagia'." Ucap Mr. Louise menjelaskan.

"Yah ayahku sedang bahagia bersama malaikat di surga." Jawab Abigail singkat.

"Oh, maaf." Mr. Louise mengucapkan kata penyesalan.

"Tidak apa-apa." Abigail menjawab.

Entah kenapa dia merasa nyaman dengan Abigail. Sebelumnya, Mr. Louise tidak bisa mengobrol dengan orang yang tidak dia kenal secara dekat. Dia hanya biasa mengobrol bersama keluarganya atau Anthony sang asisten yang nyatanya adalah sahabatnya.

Sang gadis berhenti secara mendadak. Ia berjalan menuju pohon Natal yang terletak di tengah mall. Mr. Louise hanya diam mengikuti sang gadis. Terlihat seorang wanita mengenakan kostum Santarina sedang membagikan kado.

"Mom." Panggil Abigail kepada sang Santarina.

Wanita yang di panggil melihat kearah Abigail. Sepertinya Mr. Louise mengenalinya. Yah, dia adalah wanita yang menabraknya pagi tadi. Entah kenapa sejak pertama kali bertemu wanita itu dia merasakan ada sesuatu yang aneh. Degup jantungnya berdetak lebih kencang. Saat menatap wanita itu dia merasakan rasa rindu. Tapi, bagaimana bisa? Sedangkan Mr. Louise baru saja pertama kali melihat wajahnya pagi tadi. Siapa sebenarnya wanita itu?

*ToBeContinued*