webnovel

4 Terjebak Perjanjian.

Wanita yang di panggil melihat kearah Abigail. Sepertinya Mr.Louise mengenalinya. Yah, dia adalah wanita yang menabraknya pagi tadi. Entah kenapa sejak pertama kali bertemu wanita itu dia merasakan ada sesuatu yang aneh. Degup jantungnya berdetak lebih kencang. Saat menatap wanita itu dia merasakan rasa rindu. Tapi, bagaimana bisa? Sedangkan Mr.Louise baru saja pertama kali melihat wajahnya pagi tadi. Siapa sebenarnya wanita itu?

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

"Abigail? Sedang apa kau disini?" Emily terkejut melihat putrinya datang ke mall.

Bukan karena Abigail tidak pernah kesini. Putrinya cukup sering datang ke mall ini terkadang bila ingin menjemputnya, Abigail datang bersama dengan putrinya aunt Jane. Abigail tahu kalau ibunya bekerja di sebuah toko butik. Tapi, Emily berbohong kepada putrinya kalau ia harus bekerja di butik sampai larut malam menjelang hari Natal. Ketika melihat raut wajah Abigail saat melihatnya memakai kostum ini, pasti putrinya sedang marah. Emily merasa mungkin putrinya malu karena ibunya memakai kostum Santarina di dalam mall. Bagaimana kalau teman-teman dari putrinya itu melihat dirinya saat mengenakan kostum ini? Dia takut Abigail akan menjadi bahan ledekkan teman-temannya lagi. Emily tidak berpikir sampai sejauh itu. Hanya demi mencari uang tambahan untuk membelikan kado untuk putrinya Emily tidak kepikiran mengenai hal itu. Abigail mulai mundur beberapa langkah dan kemudian lari pergi meninggalkan Emily. Mr.Louise melihat wanita yang dipanggil mom itu mulai panik.

"Abigail!" Teriak Emily.

Wanita itu hendak mengejar putrinya, tapi para pengunjung banyak yang mengantri untuk menukarkan kupon. Beberapa dari pengunjung ada yang mulai mencari kadonya sendiri untuk mencocokkan dengan angka yang tertera pada kupon mereka. Melihat kejadian itu Mr.Louise mulai mendekati Emily.

"Kau selesaikan dulu pekerjaanmu. Biar aku yang akan mencari Abigail." Mr.Louise berbicara kepada Emily.

Emily mulai bingung, siapa lelaki ini, pikirnya. Dia melihat tadi lelaki ini datang bersama Abigail. Tapi karena banyak pengunjung yang mulai bertambah datang ke tempatnya, maka ia menyetujuinya.

Mr. Louise melihat Abigail sedang duduk di sudut mall. Terdapat tempat duduk yang di sediakan mall untuk para pengunjung yang ingin beristirahat. Abigail memilih duduk di bangku yang kosong. Mr. Louise berjalan lalu duduk di sebelahnya.

"Kenapa kau lari, Abigail? Bukankah tadi kau sangat bersemangat ingin makan cake bersama ibumu?" Sambil menatap bungkusan plastik yang terletak di atas meja di depannya, Mr. Louise berkata.

Abigail diam saja, kemudian dia mulai mengeluarkan kotak cake yang terdapat didalam plastik. Setelah itu di mulai membuka penutup dari kotak cake itu. Ini adalah cake terindah yang pernah Abigail lihat. Cake itu dihias dengan begitu indah. Warna putih menjadi dasar warna cake terlihat seperti tumpukan salju yang melumer di atas cake. Dengan cream berwarna hijau membentuk daun terletak pada pinggiran cake. Kemudian white coklat di bentuk menyerupai manusia salju, lalu disandarkan diatas stick kecil yang di tusuk diatas cake tersebut. Mata, hidung, dan mulut manusia salju di bentuk menggunakan butiran coklat atau yang lebih sering disebut sebagai ceres. Warna merah melingkar di leher manusia salju itu. Dan beberapa bentuk menyerupai pernak-pernik Natal menghiasi cake itu, dengan cream berwarna warni diatasnya.

"Kenapa kau diam saja? Apakah kau malu karena ibumu bekerja sebagai seorang Santarina?" Mungkin karena itulah Abigail lari dari ibunya, pikir Mr. Louise.

Seketika Abigail menoleh menatap Mr. Louise. Wajah gadis itu tampak sendu.

"Aku bukannya malu, tapi aku merasa menjadi beban untuk mom." Akhirnya Abigail bersuara.

"Beban? Apa karena ibumu bekerja sampingan seperti itu kau sebut dengan beban? Kau salah, itu artinya ibumu menyayangi mu karena ingin melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhanmu." Ungkap Mr. Louise.

"Mom selalu bekerja keras untuk mencari uang. Mom juga selalu memberikan apapun yang aku butuhkan. Tapi, mom tidak pernah menikmati hasil jerih payahnya untuk dirinya sendiri. Dan aku tahu, mom bekerja seperti itu sampai larut malam pasti ingin membelikan sesuatu untukku. Aku ingin sekali melihatnya bahagia." Abigail berbicara dengan suara yang terdengar sedih.

"Dengan kau menjadi anak yang baik itu sudah membuat ibumu bahagia." Mr. Louise berkata.

Lagi-lagi perasaan aneh itu muncul. Mr. Louise merasakan rasa sedih yang sangat dalam saat mendengar tentang kehidupan ibu dan anak ini. Tidak seperti biasanya dia mencampuri urusan orang lain. Biasanya dia tidak akan pernah peduli dengan kehidupan orang-orang yang berada di sekitarnya.

"Sebenarnya malam ini tepat jam 12 malam adalah hari ulang tahunku, aku ingin merayakannya bersama mom." Abigail mulai berbicara kembali.

"Hari ini tanggal dua puluh empat December. Jadi, maksudmu kau berulang tahun di hari Natal?" Mr. Louise bertanya, sangat jarang di temukan orang yang berulang tahun bertepatan di hari Natal.

Abigail mulai membuka kotak cake. Lalu dia mencari lilin yang terletak di dalam plastik. Dia tadi membeli lilin berbentuk angka delapan di Bakery tanpa sepengetahuan Mr.Louise. Lalu dia mulai merogoh saku celananya, dia sudah membawa korek api dari rumah. Sebenarnya lilin yang dia bawa hanyalah sebatang lilin biasa. Uang gadis kecil itu tidak cukup untuk membeli lilin yang berbentuk angka. Abigail mulai menyalakan lilin.

"Tuan apakah kau sudah menikah?" Abigail bertanya kepada Mr. Louise.

Tanpa merasa terganggu Mr. Louise menjawab. " Belum."

Abigail mulai bertanya lagi. " Bagaimana dengan pacar atau apakah kau sedang naksir dengan seseorang?"

"Untuk saat ini tidak ada. Kenapa kau bertanya seperti itu?" Tanya si pria mulai heran.

"Bagus. Karena malam ini adalah hari ulang tahunku, maukah tuan mengabulkan permintaanku? Aku berharap ada seseorang yang memberikankan ku sebuah kado ulang tahun." Abigail menatap Mr Louise dengan penuh harap.

"Baiklah aku akan mengabulkan permintaan mu." Mr. Louise langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang.

Pikirnya apapun pasti bisa ia berikan untuk gadis kecil ini. Karena dia akan membelikan apapun yang gadis kecil ini mau. Uang bukanlah masalah baginya. Kalau ia kesulitan memenuhinya, maka ia akan meminta Antonio untuk mengurusinya. Seketika ia lupa kalau dia ada janji. Antonio pasti sekarang sedang mencarinya di lobby. Lalu Mr. Louise mulai merogoh sakunya.

"Apapun permintaanku akan kau kabulkan, Tuan?" Abigail memandang ke arah Mr.Louise yang sedang sibuk mencari sesuatu di kedua saku celananya.

"Tuan, kau tahu kan kalau seorang pria sejati tidak boleh ingkar janji?" Abigail bertanya kepada pria yang masih sibuk dengan kegiatannya.

"Tentu saja, ayahku mengatakan kalau pria sejati harus bisa memegang ucapannya. Jadi kalau kita sudah berjanji mana boleh kita ingkari." Mr.Louise menoleh ke arah Abigail.

Lelaki itu baru ingat. Tadi saat Abigail menabraknya, dia sedang hendak menerima panggilan dari Alice. Pasti telepon selulernya terjatuh. Mr.Louise kembali melihat Abigail yang sudah menutup kedua matanya. Lilin angka delapan masih menyala dia atas cake.

Terlihat bibir mungil Abigail bergerak, sepertinya gadis kecil ini sedang berdoa, pikirnya.

"Amin." Kata Abigail setelah selesai berdoa. Gadis kecil itu tidak lupa meniupi lilinnya sampai padam.

"Kalau sudah selesai, ayo kita kembali temui ibumu." Pria itu berbicara setelah Abigail selesai memadamkan lilinnya.

Dia harus kembalikan gadis kecil ini kepada ibunya. Tadi dia sudah berjanji kepada ibunya akan menemukan Abigail. Tapi kenapa gadis kecil ini masih menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata. Lalu dia mulai teringat kalau dia berjanji akan mengabulkan permintaannya sebagai kado ulang tahunnya.

"Baiklah, katakan apa yang kau inginkan dariku sebagai kado ulang tahunmu." Mr.Louise berkata sambil menunggu permintaan dari gadis kecil itu.

"Tadi aku berdoa semoga mom di berikan seorang pendamping hidup yang bisa melindunginya, menyayanginya, dan bisa mencintai mom sampai seumur hidupnya." Abigail menatap wajah pria yang sedang duduk bersamanya.

"Amin. Semoga doamu bisa di kabulkan oleh Tuhan. Lalu hadiah apa yang kau inginkan dari ku?" Tanya Mr.Louise kepada Abigail.

"Karena tuan adalah orang baik yang pernah aku temui, aku ingin memintamu untuk menjadi pendamping hidup mom. Maukah kau menjadi ayahku?" Abigail meminta dengan penuh pengharapan.

Seketika kedua bola mata Mr.Louise melebar. Apakah gadis kecil ini sedang bercanda dengannya? Bagaimana bisa gadis kecil ini memintanya untuk menjadi pendamping ibunya? Padahal mengenal ibunya saja, tidak! Haruskah dia menerima permintaan aneh gadis kecil yang baru saja di temui beberapa jam yang lalu?

*ToBeContinued*