webnovel

22 Pasar Malam.

Jadi selama ini Christ membohongi ku. Apa sebenarnya maksud Christ melakukan itu?

-----------------------

Ternyata sebenarnya Bie yang memaksa Christ untuk menuruti permintaannya. Wajar kalau Christ menghilang begitu saja setelah perjanjian mereka berakhir. Selama ini Christ bersikap baik pada ku hanya untuk menyenangkan putriku. Dia juga sesungguhnya sudah memiliki tunangan yang begitu cantik. Dan kenapa dengan bodohnya aku bisa jatuh cinta padanya. Mungkin aku memang harus melupakannya.

"Ini minuman mu! Apa yang sedang kau pikirkan, Em?" Kevin menyodorkan satu cup minuman.

"Tidak ada. Terima kasih, Kev." Jawabku sambil menerima minuman darinya.

"Dan ini untuk mu Abigail." Kevin membungkuk untuk menyerahkan minuman yang ia beli tadi kepada Bie.

"Terima kasih, uncle." Bie mulai menyedot minuman yang bewarna pink itu.

Kemarin Kevin menghubungi ku. Dia bilang ingin mengajak ku untuk pergi ke pasar malam bersama Bie. Katanya, dia ingin mengenal lebih dekat dengan Bie. Sebenarnya aku ingin menolaknya, tapi aku merasa tidak enak pada Kevin. Lagi pula, Bie juga menerima ajakan ku saat aku mengatakan bahwa kami akan pergi bersama Kevin. Kevin dan Bie mulai menghampiri beberapa arena permainan. Dan Kevin berhasil mendapatkan bando berbentuk telinga kelinci dari permainan melemparkan anak panah. Lalu Kevin memasangkan bando itu di atas kepala Bie. Sementara Bie tidak mendapatkan apapun dari permainan melemparkan bola yang di mainkan olehnya.

"Bagaimana kalau kita menaiki salah satu wahana di sini?" Kevin bertanya setelah kami sudah mengelilingi tempat ini.

"Kau mau, sayang?" Aku bertanya pada putri ku.

Bie melihat ke arah beberapa wahana yang ada di pasar malam ini. Ada wahana yang berbentuk seperti kereta api. Kereta api itu akan berjalan mengelilingi tempat ini. Lalu ada wahana yang hanya dapat di mainkan oleh anak berusia tiga sampai lima tahun. Wahana itu berbentuk beberapa jenis kendaraan dan hanya berputar-putar mengelilingi di atas sebuah panggung. Tadi saat kami mengelilingi tempat ini, aku juga melihat ada komedi putar yang berbentuk berbagai hewan.

"Bie mau naik bianglala, mom!" Bie menarik tangan ku menuju ke tempat antrian masuk bianglala itu.

"Baiklah, kalian tunggu disini dulu. Aku akan pergi untuk membeli tiket." Kata Kevin setelah mengikuti kami, lalu ia mulai mengantri di depan loket penjualan tiket.

"Ini tiketnya." Kevin memberikan aku dan Bie selembar tiket.

Lalu kami mulai menunjukkan tiket kami masing-masing kepada petugas yang menjaga pintu masuk wahana ini. Sebelum naik kami di persilahkan untuk mengantri. Saat aku akan mulai mengantri, aku tidak melihat kehadiran Kevin di belakangku. Kemana dia? Aku mencoba melihat ke arah luar dari tempat ku berdiri. Tapi yang kulihat ada seorang pria yang memakai topi sedang berdiri di pagar pembatas tempat ini. Pria bertopi itu mengarahkan lensa kameranya ke arah kami. Mungkin dia sedang memotret arena pasar malam di sini.

"Mom, dimana uncle Kevin?" Bie juga mulai mencari Kevin di belakangku.

"Mom juga tidak tahu sayang. Uncle Kevin tidak mengatakan apapun pada mom." Kataku sambil berjalan satu langkah ke depan setelah Bie juga melangkah.

Aku berusaha mencari keberadaan Kevin kembali sambil melihat ke sekeliling. Pria tadi yang memotret sudah berpindah tempat. Tapi, kenapa sedari tadi lensa kameranya selalu mengarah kepada ku.

"Ayo, mom." Bie menarik ku untuk mendekati petugas yang akan membukakan pintu tempat duduk pada bianglala ini.

Dan saat petugas ini mulai mengambil tiket milik ku dan Bie, Kevin datang sambil menyodorkan tiketnya juga dari arah belakang ku. Aku mendengar nafas Kevin tidak beraturan. Sepertinya dia tadi berlari saat menuju kesini.

"Maaf." Katanya sambil menunjukkan sekantong plastik yang ada di tangannya.

Rupanya dia pergi untuk membeli sesuatu. Kami bertiga mulai duduk di salah satu bagian bianglala ini. Kevin terlebih dulu duduk dengan Bie, sementara aku duduk berhadapan dengan mereka.

"Kau suka ini." Kevin mengeluarkan sebuah jagung bakar.

"Tentu saja, uncle. Terima kasih." Bie mengambil jagung itu dari tangan Kevin.

Lalu Kevin mengeluarkan dua buah lagi jagung bakar dari kantong plastik itu. Kelihatannya kedua jagung itu berbeda dengan jagung yang di makan oleh Bie. Jagung milik Bie terlihat agak kuning kehitaman, sedangkan yang di pegang oleh Kevin bewarna agak kemerahan.

"Dan jagung yang sangat pedas ini punya mu, Em." Kuambil jagung itu dari tangan Kevin.

"Terima kasih. Kau masih ingat saja selera ku." Kataku sambil menatap jagung bakar yang sudah di lumuri saos sambal.

Jagung ini masih hangat, aku dapat mencium aroma dari jagung yang di bakar ini. Di gigitan pertama aku merasakan asin dari mentega yang menempel pada jagung ini. Saat biji-biji jagung ini sudah berada di dalam mulutku, rasa manis dari jagung ini memenuhi lidah ku. Pada gigitan kedua dan ketiga aku mulai merasakan pedas dari sambal ini pada bibirku. Walaupun begitu, aku menyukainya. Aku sangat suka makanan pedas. Kevin dan aku memang memiliki selera yang sama. Sedangkan El tidak terlalu tahan dengan rasa pedas.

"Wah kita sudah berada di atas, mom." Bie melihat ke arah bawah dari sisi samping tempat duduknya.

"Hati-hati sayang, jangan duduk terlalu pinggir." Kata ku padanya.

"Apakah kau kedinginan Abigail?" Tanya Kevin saat bianglala ini mulai berputar turun.

Saat bianglala ini bergerak naik kami merasakan angin berhembus pelan. Tapi saat akan turun, angin yang bertiup lumayan kencang.

"Tidak, uncle." Jawab Bie yang kini sudah mengigit kembali jagungnya.

Setelah turun dari bianglala ini kami memutuskan untuk pulang. Kevin menawarkan untuk mengantarkan kami. Dengan menaiki sepeda motornya, akhirnya kami sampai di rumah.

"Terima kasih Kev." Kata ku setelah turun dari motornya.

"Kenapa kau yang berterima kasih padaku, Em? Seharusnya aku yang berterima kasih kepada kalian berdua, karena kalian mau bermain denganku." Kevin mengelus puncak kepala Bie yang sedang berdiri di sampingnya.

Bie sepertinya nyaman saat bersama Kevin. Kevin juga seperti tulus menyayangi Bie. Aku tahu dari dulu Kevin memang memiliki sifat penyayang. Mungkin aku harus membuka hati ku untuknya. Apalagi Bie sepertinya sungguh-sungguh membutuhkan sosok seorang ayah. Sampai-sampai dia harus membuat perjanjian dengan Christ untuk menjadi pendamping ku. Aku akan mengatakan kepada Kevin sekarang juga, kalau aku akan menerimanya.

"Sayang ini kuncinya. Kau masuklah duluan, ada yang ingin mom bicarakan dengan uncle Kevin." Aku menyerahkan kunci rumah kami yang baru saja aku keluarkan dari tas ku.

"Iya, mom. Good night, uncle." Bie mengambil kunci lalu berjalan ke arah pintu rumah kami.

"Good night." Kevin melambaikan tangannya pada Bie.

Setelah Bie masuk ke rumah, aku mulai menatap Kevin. Tapi dari arah belakang Kevin aku melihat ada seseorang yang sedang bersembunyi di balik tanaman yang rimbun. Dia mengarahkan sebuah benda berwarna hitam ke arah ku dari tempatnya bersembunyi.

*ToBeContinued*