webnovel

21 Menangis.

Pria yang selalu aku rindukan. Dan dia adalah orang yang selalu aku nanti-nantikan. Christ!

________________

_______________

_____________

__________

________

"Emily." Kataku spontan.

Christ diam sambil menatap ku. Wajahnya sudah terlihat lebih baik dari terakhir kali aku melihatnya. Sepertinya dia memotong rambutnya. Bulu halus yang kemarin tumbuh di sekitar rahangnya sudah menghilang. Ternyata dia menghilang selama beberapa hari ini karena sudah bertunangan. Tunggu dulu, bukan kah wanita ini membeli dress di sini jauh sebelum aku mengenal Christ. Berarti selama ini aku menyukai tunangan orang lain. Kalau dia sudah mempunyai tunangan secantik ini, kenapa dia menjadikan Bie sebagai teman kalau dia sedang merasa bosan? Sepertinya aku harus menanyakan kepada putriku. Aku ingat Christ pernah bilang bahwa dia akan memberitahukan kepadaku isi yang sebenarnya pada perjanjian mereka.

"Ini pesanan anda, nona." Seorang gadis yang bertugas menjadi kasir di butik ini menyerahkan pada tunangan Christ.

"Kau sudah memperbaikinya, bukan?" Tunangan Christ berbicara pada ku.

"Sudah, nona. " Jawabku sopan padanya.

"Kau sudah berkenalan dengan tunangan ku. Tapi kita belum sempat berkenalan. Perkenalkan namaku Alice Cassano." Katanya tanpa mengulurkan tangannya, justru tangannya ia lingkarkan pada lengan kiri Christ.

Aku hanya bisa membalas perkataan Alice dengan senyuman. Sedangkan Christ hanya diam tanpa berhenti menatapku sedari tadi. Mungkin dia merasa bersalah karena tidak jujur padaku selama ini. 

"Sudah kan?" Christ bertanya pada Alice yang masih tersenyum di sampingnya.

"Sudah sayang. Ayo kita pulang. Sampai berjumpa lagi Emily." Alice berjalan setelah tangannya yang berada di lengan Christ tertarik, karena Christ kelihatannya tidak ingin belama-lama berada disini.

Aku segera berjalan menuju pantry. Ada toilet di dalam ruangan ini. Segera ku buka pintu toilet ini lalu aku masuk sambil menguncinya dari dalam. Seketika air mataku jatuh bergulir di pipiku. Kenapa dengan bodohnya aku merindukannya, sedangkan dia sedang asyik bermesraan dengan tunangannya. Kenapa dadaku terasa sesak sekali. Ku tutup mulutku dengan tanganku untuk meredam suara isak tangisan ku. 

"Siapa di dalam." Ku dengar suara Mary mengetuk pintu ini dari luar.

"Sebentar." Kataku setelah berhasil menetralkan suara ku.

Ku usap sisa air mata yang masih membasahi kedua kelopak mataku. Lalu ku sisir rambutku menggunakan jari tangan  ku. Setelah kurasa cukup, aku membuka pintu ini. Tanpa berniat melihat wajah Mary, aku berjalan keluar dari toilet ini sambil menunduk.

                           ********

                             *****

                               ***

"Ini minumlah." Aunt Jane menyodorkan kan ku secangkir minuman hangat.

"Terima kasih." Balas ku sambil menyambut gelas ini.

"Wah, enak sekali grandma! " Seru Bie pada Aunt Jane.

Saat ini kami sedang berada di rumah Aunt Jane. Biasanya Bie selalu ke sini bila ingin menonton acara di televisi. Kami memang tidak memilikinya, saat aku berniat membelinya, aunt Jane melarang ku. Dia mengatakan kalau Bie boleh menonton dengannya, karena dia selalu merasa kesepian saat menonton sendirian. Katty hanya mempunyai waktu di rumah pada siang hari. Sedangkan acara di televisi lebih banyak yang menarik pada malam hari, begitu katanya padaku.

"Kenapa belum kau minum? Coklat panas bagus untuk meredakan stres." Aunt Jane mengatakannya sambil tersenyum.

"Tapi aku sedang tidak stres, aunt Jane." Kataku sebelum menyeruput minuman coklat ini yang sudah mulai menghangat. 

"Kau tidak stres tapi sedang banyak pikiran, apa bedanya?" Aunt Jane mengambil cangkir minumannya yang terletak di atas meja ini.

Aunt Jane meletakkan kembali cangkirnya yang sudah ia minum. Bie mulai menguap dan mengusap-usap matanya. Sepertinya dia sudah mulai mengantuk. Mungkin ini alasan yang tepat agar aku bisa menghindari dari pertanyaan aunt Jane. Aku belum bisa cerita, aku masih malu dengan perasaanku sendiri. Aku tidak tahu bagaimana tanggapan aunt Jane kalau tahu bahwa aku menyukai tunangan orang. Segera ku teguk habis isi gelas ini lalu ku bawa ketiga gelas yang ada di atas meja ini ke dapur. 

"Letakkan saja, aku bisa mencucinya." Ku dengar aunt Jane berteriak dari arah ruang tamu.

Sepertinya tadi ia terlalu fokus pada acara yang di tonton olehnya bersama Bie, sehingga dia tidak sadar kalau aku mengambil gelas-gelas ini dari meja. Ku ambil spon pencuci piring, lalu aku membuat busa pada ketiga gelas ini menggunakan spon. Setelah selesai mencuci, aku berjalan menuju ke arah ruang tamu pada rumah ini.

"Tidak apa, lagi pula tadi aku sekalian mencuci tanganku. " Kata ku pada aunt Jane, lalu kembali duduk di sofa ini.

"Bie kau masih ingin menonton?" Tanyaku setelah acara yang di tayangkan pada televisi itu sudah berakhir.

"Tidak mom. Bie sudah mulai mengantuk." Bie segera bangkit dari rebahannya. 

"Kami pulang dulu grandma. Good night." Kata Bie sambil mengecup kedua pipi Aunt Jane secara bergantian.

"Yah. Good night, sayang." Aunt Jane melakukan hal yang sama pada Bie.

"Good night, aunt Jane. Ingat jangan tidur terlalu malam dan kalau sudah mulai mengantuk tidurlah di kamar mungkin. " Kata ku saat Aunt Jane mengantarkan kami di depan pintu.

"Kau ini sama cerewetnya seperti Katty." Katanya sambil tertawa kecil.

Setelah sampai di rumah Bie langsung pergi ke kamar mandi untuk menyikat giginya. Aku juga melakukan hal yang sama juga mencuci wajah ku. Setelah selesai memakai krim pelembab, aku berjalan menuju kamar. Ku lihat Bie masih memainkan boneka beruangnya diatas tempat tidur. Itu adalah hadiah yang di berikan oleh Katty. Tapi aku tidak tahu apakah itu kado ulang tahunnya atau kado Natal. Aku mulai menaiki tempat tidur ini.

"Bie kau sayang pada mom?" Tanyaku. 

"Tentu saja mom. Aku menyayangi mom lebih dari apapun." Bie memainkan kedua tangan boneka beruangnya. 

"Apa buktinya kalau kau sungguh-sungguh menyayangi mom?" Tanyaku lagi.

"Bie selalu mengerjakan tugas-tugas sekolah, lalu baik-baik di rumah saat mom sedang bekerja, juga.." Bie terlihat seperti sedang berpikir. 

"Itu bukan sayang namanya, tapi itu artinya kau menuruti perintah dari mom, sayang." Kata ku sambil mengacak rambutnya.

Bie tersenyum sambil memamerkan giginya. Sepertinya Bie belum mengerti maksud ku. 

"Rasa sayang yang bisa Bie buktikan pada mom seperti langsung dari hati mulu sendiri, sayang. Bukan karena permintaan mom." Pancing ku padanya.

Bie terlihat berpikir keras. Ia peluk bonekanya sambil berpikir.

"Bie akan melakukan apapun permintaan mom." Kata Bie, akhirnya ia mengucapkan kalimat yang aku tunggu.

"Sungguh? Bie tidak akan berbohong kan. Apapun?" Kata ku untuk memastikannya. 

"Tentu saja mom. Apapun." Kata Bie sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Dan sekarang mom memiliki satu permintaan padamu, sayang." Kata ku sambil tersenyum.

"Katakanlah, mom. Bie pasti akan mengabulkannya." Nada bicara Bie terdengar seperti jin yang sedang menunggu permintaan tuannya. 

Aku tertawa mendengar intonasi suaranya dan tak lama ia pun ikut tertawa. Sebelum bicara kembali aku mencoba menetralkan suara ku kembali. 

"Bisa kau beritahu kepada mom, apa sebenarnya isi perjanjian mu dan uncle Christ yang sesungguhnya. " Setelah mendengar kalimat ku Bie meringis seketika.

"Mom curang. Mom selalu melakukan ini padaku." Kata Bie dengan cemberut.

"Mom hanya ingin melihat seberapa besar rasa sayang mu kepada Mom, sayang." Ku belai rambutnya yang panjangnya hanya sebatas bahu.

Aku selalu menjebak Bie dengan cara seperti ini, bila aku menginginkan sesuatu darinya. Atau pun kalau aku ingin membuatnya menuruti permintaan ku. Dan lagi-lagi Bie selalu masuk dalam jebakan ku. Tapi saat di lihat dari ekspresi Wajahnya saat ini, sepertinya putriku kesulitan untuk memberitahukan isi yang sebenarnya. Jadi selama ini Christ membohongi ku. Apa sebenarnya maksud Christ melakukan itu?

*ToBeContinued*