webnovel

17 Kenangan.

"Siapa kau?" Tanya ku tanpa menjawab pertanyaannya.

________________

_______________

_____________

__________

________

"Sepertinya kaki mu tidak terkilir." Ucapnya setelah berdiri.

Aku memang tidak terkilir tapi aku dapat merasakan memar pada kaki ku. Aku pikir aku terlalu kuat menendang batu tadi. Pria ini menjulurkan tangannya padaku.

"Hai Emily lama sudah tidak bertemu." Katanya sambil menunggu sambutan tangan dariku.

Dari awal memang aku merasa pernah melihat pria ini. Tapi aku pikir itu hanya perasaanku saja. Karena sebelumnya aku juga pernah merasa kenal dengan seseorang di dalam lift. Tapi di lihat dari cara pria yang di dalam lift sama sekali tidak menyapa ku, mungkin aku salah orang.

"Kau sungguh lupa pada ku Em?" Tanyanya seraya menarik tangannya kembali karena tidak ada balasan dari ku.

"Baiklah kalau kau memang tidak ingat padaku. Bagaimana kabar El? Apakah dia masih bekerja di rumah sakit yang dulu?" Pria ini berbicara lagi.

Sekarang aku baru bisa mengingat siapa dia. Dia adalah Kevin sahabat dekat El. Dia terlihat berbeda dari delapan tahun yang lalu saat kami bertemu. Dulu dia memiliki kulit yang putih dan tubuh yang kurus. Tapi sekarang tubuhnya lebih berisi dan sedikit berotot. Suaranya juga terdengar lebih berat seperti seorang perokok aktif. Tapi itu tidak mungkin, karena yang aku tahu dulu Kevin sangat membenci asap rokok. Dia terlihat lebih dewasa sekarang. Jadi, wajar saja aku tidak bisa langsung mengenalinya.

"Hei, Kevin. Apakah ini benar-benar adalah kau?" Kataku sambil tersenyum lalu memeluknya.

"Akhirnya kau bisa mengingat kembali namaku, Em. Aku sungguh merindukanmu." Kevin berbicara di balik punggung ku.

"Kemana saja kau selama delapan tahun ini?" Tanya ku setelah melepaskan pelukan kami.

"Selama ini aku tinggal di tempat yang jauh dari keramaian. Karena ada sesuatu hal yang membuat ku terpaksa untuk tidak bisa meninggalkan tempat itu. Akhirnya setelah delapan tahun berlalu aku bisa pindah kembali ke kota ini." Kevin menjelaskan pada ku sambil tersenyum tipis.

"Di mana El? Kenapa beberapakali aku bertemu dengan mu aku tidak melihatnya?" Setelah Kevin bertanya aku mulai duduk kembali di atas batu ini.

Kevin juga mulai duduk di samping ku. Sepertinya dia menunggu penjelasan dari ku.

"Kau sudah tidak bersama dengan El?" Tebaknya.

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Entah mengapa setiap kali ada hal yang menyangkut masalah El selalu membuat ku bersedih.

"Dia meninggalkan mu? Bukankah dia pernah berjanji akan terus bersamamu?" Suara Kevin terdengar sedikit pelan.

"Katakan padaku di mana dia sekarang, biar aku akan memberikannya sedikit pelajaran." Suara Kevin terdengar sedikit marah.

Dulu saat aku dan El bertengkar, Kevin selalu menghiburku. Dia juga selalu membelaku di hadapan El. Padahal aku mengenal Kevin dari El, karena Kevin adalah temannya. Dulu aku juga sempat merindukan sosok Kevin di saat aku sedang terpuruk di rumah sakit saat baru melahirkan Bee. Tapi Kevin tidak pernah datang sekalipun untuk mencari ku. Aku pernah berpikir mungkin Kevin sudah memiliki kekasih jadi dia sudah tidak ada waktu lagi untuk memikirkan ku.

"El sudah meninggal Kev." Akhirnya aku mulai menangis kencang.

Kevin segera membawa ku kedalam pelukannya. Pelukan Kevin masih hangat seperti dulu. Karena dulu setiap kali aku bercerita tentang masalah ku dan El, Kevin juga selalu memelukku bila aku menangis.

"Lalu, bagaimana dengan anak kalian?" Kevin melepaskan pelukan kami, lalu mengambil beberapa helai rambut ku yang menutupi wajah ku.

"Dia sudah menjadi gadis yang cantik." Ucap ku sambil mengusap air mata ku.

"Emily apa yang kau lakukan di sini?" Suara Christ terdengar di sebelah ku.

"Sedang apa kau disini?" Setelah dua hari menghilang tanpa kabar sekarang dengan sesuka hatinya bertanya seperti itu.

Apa urusannya kalau aku ada di taman ini. Perlukah aku meminta izin darinya terlebih dahulu kemanapun aku pergi?

"Tentu saja aku ingin melihat kembang api." Jawabku sambil menatap wajah Christ.

Wajahnya tampak lelah. Bulu halus yang beberapa hari kulihat sekarang sudah mulai memanjang. Apa yang dia lakukan selama dua hari ini? Sampai membuat wajahnya terlihat berantakan seperti itu.

"Mom, siapa uncle ini?" Bie bertanya dari samping tempat Christ berdiri.

Ternyata Christ datang menghampiriku bersama putri ku. Tapi kenapa aku tidak melihat kehadiran Katty di samping Bie, kemana perginya dia?

"Kenalkan dia adalah teman mom. Kau boleh memanggilnya uncle Kevin, sayang." Kataku sambil menarik tangan Bie untuk mendekat.

"Hallo anak manis siapa namamu?" Kevin memandangi wajah Bie sambil tersenyum ramah.

"Namaku Abigail." Jawab Bie singkat.

"Siapa dia?" Kevin bertanya pada ku.

"Christ, aku adal..." Christ mengulurkan tangannya ke arah Kevin.

"Dia adalah teman ku Kev." Aku menyela perkataan Christ.

Aku takut Christ akan mengatakan hal yang tidak-tidak pada Kevin. Mungkin saja ia memiliki niat untuk membalas ku, karena kejahilan yang pernah ku perbuat kepadanya.

"Ayo kita melihat kembang api. Sepertinya acaranya akan segera di mulai." Christ bermaksud untuk mengajak ku.

Maka aku segera berdiri. Kevin dengan sigap langsung merangkul ku. Sepertinya aku akan kesulitan untuk berjalan.

"Apa yang kau lakukan pada Emily? Singkirkan tangan mu darinya" Suara Christ mengejutkan ku.

"Aku membantunya berjalan, tadi Em tidak sengaja tersandung." Kevin masih merangkul ku tanpa berniat melepaskannya.

Christ langsung menghampiri ku, lalu berjongkok untuk melihat kaki ku. Sepertinya dia tidak percaya kalau aku sungguh-sungguh terluka. Jadi dia berpikir kalau aku sedang berbohong. Setelah sudah melihat luka pada kaki ku Christ langsung berdiri.

"Kalau begitu kau di sini saja, biar aku dan Bie yang akan melihat kembang api." Kata Christ sambil menatapku.

Aku tidak mungkin membiarkan Bie pergi berdua dengannya. Aku harus bisa berjalan sendiri. Lagi pula Kevin kan bisa membantu ku saat aku sudah tidak sanggup untuk berjalan lagi.

"Tidak bisa, aku harus ikut. Lihat, aku bisa berdiri sendiri." Kataku sambil melepaskan rangkulan dari Kevin.

"Tapi kau tidak bisa ikut dengan kami." Kata Christ kepada Kevin.

"Kenapa begitu? Taman ini kan tempat umum jadi siapa saja boleh ikut melihat kembang api itu.

"Karena aku hanya memiliki tiga buah tiket masuk untuk ke danau taman ini." Christ mengeluarkan tiket dari balik saku mantelnya.

Dia hari ini memakai mantel yang panjangnya sampai ke pahanya. Mungkin di a tipe orang yang mudah kedinginan. Aku saja lupa membawa jaket untuk Bie. Karena pasti kembang api itu akan di mulai pada pukul dua belas malam, kenapa aku tidak kepikiran.

"Aku akan menyusul mu nanti setelah membeli tiket, Em." Kevin memberitahukan kepada ku.

"Mom, ayo cepat nanti danau itu sudah penuh. Kita nanti tidak mendapatkan tempat duduk." Bie mulai menarik ujung blouse ku.

"Baiklah Kev, aku akan menunggu mu di sana." Ucapku padanya.

"Di mana tempat penjualan tiket itu?" Kevin bertanya kepada Christ.

"Di ujung sana." Christ menunjuk ke arah belakang Kevin.

Kevin segera berlari ke arah yang tunjuk Christ. Lalu kami melanjutkan perjalanan kami menuju danau. Aku berjalan dengan kaki terpincang-pincang. Bie berada di sisi ku sambil menggandeng tanganku. Dan tiba-tiba Christ melingkarkan tangannya di pinggang ku. Aku menoleh ke arahnya dan dia tersenyum padaku. Jarak wajahnya dan wajahku terlalu dekat. Aku bisa merasakan aroma nafasnya di pipiku.

"Kau berjalan sangat lambat." Katanya sambil melingkarkan tangan ku pada bahunya.

*ToBeContinued*