webnovel

16 Pria Berpayung.

Aku hanya bisa terdiam tanpa berkedip. Dapat ku lihat rambut-rambut halus tumbuh di sekitar rahangnya. Deg!

________________

_______________

_____________

__________

________

Jantung ku berdetak dengan irama yang tak menentu. Christ secara perlahan mengulurkan tangannya kirinya. Dan itu membuat ku menahan nafas ku.

"Kau kenapa?" Tanya Christ padaku.

"Hah?" Kata ku sambil membuka mataku.

Ternyata, secara tidak sadar aku menutup kedua mataku. Christ sedang meraih sesuatu ke arah kursi belakang menggunakan tangan kirinya. Sepertinya dia mencoba mengambil salah satu barang belanjaannya yang tadi.

"Kau sengaja menutup matamu, kan? " Christ masih mencoba meraih kantong plastik yang terletak di sisi kiri kursi belakang mobil ini.

"Tidak. Apa maksud mu?" Karena aku gugup tadi, makanya refleks ku tutup kedua mataku.

"Kau sengaja pura-pura tidak melihat, agar aku tidak menyuruh mu untuk mengambil ini, kan?" Kata Christ setelah berhasil menggapai sekantong plastik.

"Tentu saja, agar kau kesulitan mengambilnya." Aku menyembunyikan alasan ku yang sesungguhnya darinya.

"Kau selalu saja memusuhi ku. Mungkin perjanjian ku pada Bie akan berakhir tanpa membuahkan hasil." Christ mengatakan kalimat itu sambil menyodorkan kantong plastik yang di gapai olehnya tadi.

Apa maksud dari ucapnya? Yang dapat aku mengerti hanyalah perjanjian dengan Bie akan segera berakhir, jika aku terus memusuhinya. Tapi, hasil apa yang dimaksud olehnya?

"Apa maksudnya?" Tanyaku meminta penjelasan darinya.

"Ambillah, buah-buahan ini untuk Bie." Christ malah menjelaskan maksud dari tujuannya menyodorkan kantong plastik ini.

"Bukan yang itu." Tanpa mengambil buah-buahan ini aku menunggu jawaban darinya.

"Kau ada acara saat malam pergantian tahun baru?" Aku pikir, Christ sengaja mengalihkan pembicaraan.

Tapi, apa maksud dari pertanyaannya? Tahun baru memang tinggal dua hari lagi. Ah, mungkin saja dia ingin mengajak Bie untuk melihat pesta kembang api. Dan dia pasti tahu, kalau aku akan selalu mengikuti kemanapun Bie pergi.

"Baiklah kalau kau tidak ingin menjelaskannya, aku akan mencari tahu sendiri." Ku ambil kantong plastik ini darinya, lalu aku segera membuka pintu mobil ini.

Setelah turun aku menutup pintu ini sambil menenteng tasku dan buah-buahan dari Christ. Seketika Christ menurunkan kaca jendelanya, lalu ia melihat ke arah ku sebelum melajukan mobilnya.

"Nanti saat semuanya berakhir aku akan menjelaskannya padamu, Emily." Kata Christ, lalu ia tersenyum dengan setengah hati sambil mengendarai mobilnya.

Aku masih belum mengerti arti dari ucapannya. Rintik-rintik hujan menyadarkan aku akan sesuatu. Aku meninggalkan payung yang ku pinjam di mobil Christ. Kenapa aku bisa lupa? Mungkin nanti aku bisa meminta Bie untuk mengirimkan text pada Christ. Bisa saja dia sengaja membuang payung itu. Lalu dia akan memakai alasan bahwa orang yang mencuci mobilnya lah yang bertanggung jawab. Dia pasti masih menyimpan dendam karena masalah di toko buku kemarin. Tapi, bagaimana pula caranya agar aku dapat mengembalikan payung itu? Bahkan nama pemiliknya saja aku lupa untuk menanyakannya.

***********

                        ******

                          ***

"Mom, Bie mau beli itu." Pinta Bie sambil menunjuk.

Aku melihat ke arah yang Bie tunjuk tadi. Tempat yang di tunjuk olehnya dikerumuni banyak anak-anak. Ada banyak penjual yang menjual berbagai macam jajanan di sana.

"Ayo kita kesana, Bie." Katty mulai merangkul putriku.

"Biar aku saja, Kate." Kataku sambil menyebut nama panggilannya.

"Tidak apa-apa, Em. Kau bisa berkeliling untuk mencari tempat dulu. Nanti kalau sudah ada tempat, kau bisa segera menelepon ku." Tanpa menunggu jawaban dari ku, Katty dan Bie langsung pergi menuju ke tempat yang di tunjuk tadi.

Malam ini aku, Bie dan Katty sedang berada di taman kota. Kami ingin merayakan malam pergantian tahun. Banyak orang-orang yang sudah berkumpul di sini, karena akan diadakan pesta kembang api di taman ini. Tadi kami ingin mengajak aunt Jane tapi dia menolaknya. Ia mengatakan bahwa kakinya sudah tidak kuat untuk berjalan terlalu lama. Jadi aunt Jane memutuskan untuk melihat pesta kembang api melalui siaran televisi saja.

"Hey. Kita bertemu lagi." Seorang pria sedang berdiri di hadapanku.

Ternyata dia adalah pria yang meminjam ku payung tempo hari. Hari ini dia terlihat berbeda, sepertinya dia sedikit berdandan. Pria ini menata rambutnya dengan gel dan dia juga memakai parfum. Mungkin dia sedang bersama pasangannya.

"Hai. Kau juga ingin melihat pesta kembang api bersama pasangannya mu?" Tanyaku basa-basi.

"Pasangan?" Pria ini bertanya dengan heran.

"Yah, mungkin pacar mu atau istri mu." Tidak mungkin dia datang ke sini sendirian, kan?

"Aku belum menikah dan juga belum punya pacar." Katanya sambil menggaruk tengkuknya.

Dia kelihatan salah tingkah. Tidak mungkin dia tidak memiliki pasangan. Pria ini memiliki wajah yang cukup tampan. Dia memiliki postur tubuh yang proporsional. Apalagi dengan warna kulitnya yang coklat, aku pikir kalau dia mencoba mendekati seorang wanita, tidak ada yang sanggup untuk menolaknya.

"Sebenarnya aku ada janji untuk menemui seseorang di sini. Tapi, sepertinya dia tidak akan datang." Pria ini menjelaskan kepada ku.

"Pasti dia akan datang. Hanya saja sedikit terlambat, mungkin. " Kataku mencoba untuk menghiburnya.

"Bagaimana kalau kita mengobrol sambil berjalan." Pria ini seperti sedang membunyikan kekecewaannya.

Aku rasa tidak apa-apa untuk menemaninya sebentar. Lagi pula dia adalah pria yang baik. Mana ada orang yang mau meminjamkan payungnya kepada orang yang tidak dia kenal.

"Maaf, payung mu tidak aku bawa. Aku tidak tahu kalau kita akan bertemu di sini." Kataku saat teringat akan payung itu.

Aku juga masih belum tahu bagaimana caranya mengembalikan payung itu. Karena payungnya masih berada di dalam mobil Christ. Sedangkan Christ, aku tidak tahu dia ada di mana. Sudah dua hari ini aku tidak melihatnya. Terakhir kali, dia menanyakan apakah aku ada acara saat malam pergantian tahun baru. Tapi, sampai sekarang dia sama sekali tidak mengirimkan pesan apapun pada Bie. Padahal dia berjanji akan menjelaskan sesuatu hal tentang perjanjiannya dengan Bie padaku.

"Tidak masalah. Kau simpan saja payung itu untuk mu." Suara pria di samping ku menyadarkan ku.

"Aku merasa tidak enak." Kataku.

"Kau tidak perlu merasa sungkan." Pria ini menoleh kearah ku.

"Tapi kita baru saja mengenal. Kenapa kau bisa baik padaku?" Tanyaku heran akan sikapnya.

"Baiklah. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kau mentraktirku makan saja. Jadi kau tidak perlu merasa sungkan lagi." Sepertinya usulan yang bagus.

"Kalau begitu, kau ingin makan apa? Di sini ada banyak stand penjual makanan, aku bisa mentraktir mu." Aku bertanya sambil melihat-lihat ke sekitar taman ini.

Ternyata stand yang menjual makanan terletak agak jauh dari tempat kami. Sedangkan yang terdekat adalah stand penjual minuman.

"Lain kali saja." Tolak pria ini.

"Kenapa?" Aku seketika menghentikan langkah kaki ku.

"Kali ini biar aku saja yang traktir. Kau bisa mentraktir ku di lain hari." Pria ini juga menghentikan langkahnya.

"Kenapa kau harus mentraktir ku juga?" Aku kembali bertanya sambil melihat ke arah wajahnya.

"Anggap saja aku mentraktir mu sebagai tanda awal pertemuan kita kembali." Pria ini tersenyum sambil menatap ku.

Aku hanya mengangguk lalu mulai berjalan lagi. Tiba-tiba aku tersadar akan ucapannya. Awal pertemuan kita kembali, apa maksudnya? Mungkinkah maksudnya, pertemuan kami kembali saat terakhir kali bertemu di mall itu. Dan sekarang adalah pertemuan kami yang kedua kalinya. Saat asik berjalan aku tidak sengaja menendang sebuah batu. Dengan refleks aku menarik tangan pria yang belum aku ketahui namanya.

"Hati-hati Emily." Ucap pria ini secara spontan.

Bagaimana dia tahu namaku? Karena kami belum sempat berkenalan. Pria ini langsung membawa ku ke sebuah batu yang sangat besar yang ada di taman ini. Lalu dia mendudukkan ku di atas batu ini. Kemudian dia mulai melihat kaki ku.

"Kaki mana yang terluka." Dia menatap ku sambil menunggu jawaban dari ku.

Bukan rasa sakit kaki ini yang aku pikirkan sekarang, tapi aku penasaran tentang pria yang masih berjongkok sambil menatap ku ini.

"Siapa kau?" Tanya ku tanpa menjawab pertanyaannya.

*ToBeContinued*