webnovel

04. HE DIDN’T RECOGNIZE ME

Pagi harinya di kelas, Matteo mendadak masuk begitu saja. Seluruh mahasiswanya tertegun, karena tidak biasanya dia datang ke kelas setelah memberikan tugas proyek untuk mahasiswanya.

"Pak?"

"Ah, maaf, selamat pagi. Ada satu hal lagi yang belum kujelaskan pada kalian, duduklah, aku akan menjelaskannya," kata Matteo sembari menyiapkan semua bahan ajarnya.

Selama Matteo mengajar, Sasha mengamati tubuh dosennya, dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Dia masih teringat bagaimana seru dan panasnya kegiatan si dosen semalam. Kira-kira apakah ada orang yang melihat keistimewaan tubuh dibalik kaos polo merah dan celana hitam itu selain dia? Semoga saja hanya dirinya sendiri.

Sasha mencoba untuk fokus, tapi sepertinya sulit. Wanita muda bermata biru itu jatuhnya malah mengigiti pulpen ponsel tabletnya. Ternyata kalau dipikir-pikir lagi, Pak Matteo itu terlihat oke, ah tidak, seksi! Betul deh kata anak-anak lain, seksi, meskipun agak menjengkelkan juga.

"Oh, Dosen Reid pakai smart watch keren, apa ya merknya?" pikir Sasha.

Tunggu, tunggu, tunggu. Wajah Pak Matteo kan senantiasa terlihat dingin dan acuh tak acuh begitu. Lalu, kalau dipikir-pikir lagi, semalam Sasha melihat ekspresi wajahnya yang tidak biasa. Ah tidak! Dia hampir banyak kali memergoki si dosen dengan wajah cabul keenakan gitu semalam. Ya ampun!! Kalau semisalnya beberapa hari lagi Pak Matteo melakukan hal itu lagi, Sasha mau kok lihat lagi sambil ngerekam gitu buat hiburan.

"Sasha, tugasnya Dosen Ortiz sudah jadi belum? Mau aku yang gabungin atau kamu yang gabungin ke ppt?"

"Iya, mau banget!" seru Sasha.

"Huh?"

"Apanya yang mau woe?!"

"Kamu lagi ngelamun ya?"

Sasha tertegun. Dia baru menyadari kelas Pak Matteo ternyata telah selesai, banyak anak-anak yang mulai keluar kelas, ataupun sekedar tetap di kelas mengerjakan tugas mereka. Dia pasti senyum-senyum sendiri membayangkan hal cabul tadi, sampai tidak sadar teman satu kelompok matkul bahasa asing sudah mengumpul di mejanya. Memalukan, Sha!

"Kau sehat kan, Sha?" tanya Yasmin sedikit khawatir.

Sasha merapikan rambut dan juga roknya, sembari berdeham. "Iya, gimana?"

Teman-teman satu kelompoknya saling berpandangan bingung. Tumben-tumbenan Sasha melamun gitu, biasanya selalu fokus.

"Tadi, aku bilang, tugasnya Dosen Ortiz sudah jadi atau belum? Mau digabungin ke ppt. Yang gabungin siapa? Aku atau kamu?"

"Oh, tugasnya sudah jadi. Gimana kalau kalian saja yang gabungin?" usul Sasha sembari mengeluarkan flashdisk warna putih dengan gantungan salib dari dalam tasnya.

"Oke deh."

"Tidak apa-apa, kan?"

"Santai, kita tahu kamu lagi gak enak badan."

"Kita pergi ke kantin dulu ya, Sha. Nanti kabarin kalau ada kelasnya Dosen Ortiz!"

"Oke oke!"

Setelah melambaikan tangannya, Sasha kemudian meneguk air minumnya. Dia cepat-cepat merapikan barang-barangnya ke dalam tas.

"Sha! Mau kemana?!" tanya Yasmin, sepertinya dia sedang belajar kelompok dengan teman satu kelompoknya.

"Ke ruang admin sebentar, mau fotokopi ini buat kelas Matematika besok!" sahut Sasha dengan menunjukan selembar kertas soal, serta cepat-cepat berjalan keluar dari ruangan.

Rambut hitamnya bergoyang ke kanan dan ke kiri seiringan dengan langkah kaki Sasha yang semakin cepat. Dia memutuskan untuk ke toilet dulu di ujung lorong. Beruntung sekali toilet saat itu sedang sepi.

Saat ia mengecek wajahnya, benar banget, wajahnya berwarna merah. Pantas saja teman-temannya mengatakan dia sedang tidak enak badan. Sasha kemudian mengambil sedikit air untuk kemudian dia usapkan ke wajahnya.

"Ya ampun, Sasha! Memalukan!" gerutunya dengan gemas pada diri sendiri, "mesum boleh, tapi jangan sampai ketahuan gini dong!"

*

"Namanya Tommy Harvey, dia punya 3 toko grosir besar di pusat kota," kata Leah dengan malu-malu.

"Ya ampun! Jadi kencan buta yang kemarin berhasil satu dong ya, hahaha!"

"Terus setelah ketemuan lagi kemarin, dia mengajakmu kemana lagi?"

Siang ini, Leah dan teman-teman dosen serta admin lainnya, tengah curhat sembari menikmati makan siang mereka. Dia duduk di kursi dekat jendela, sementara yang lainnya duduk melingkar, tengah penasaran dengan cerita kencan Leah.

"Kami cuman makan malam di restoran dekat mall, setelah itu kami pulang," jawab Leah sembari memakan potongan buah semangkanya dengan malu-malu.

"Pulangnya pasti dianterin dong, gak mungkin pulang sendiri-sendiri," goda admin berjaket merah.

"Ya pastinya. Semua pria sejati pasti akan mengantar wanitanya pulang, buat jaga-jaga keamanan."

"Iya, dia mengantarku pulang," jawab Leah lagi.

"Tuh kan!"

"Dia mengantarmu dengan apa? Mobilnya pasti bagus."

"Mobilnya Hyundai, kalau tidak salah yang Creta warna merah," kata Leah lagi dengan setengah mengingat-ingat.

"Hahaha, ya ampun bagus banget!"

Seperti pria pada umumnya, percakapan seperti itu tidak menarik ditelinga pria manapun. Salah satu dosen yang tengah memakai mesin fotokopi sampai menghela nafasnya karena gendang telinganya serasa ditusuk oleh pekikan mereka.

"Seru banget ya, ngomongin pacar baru," katanya sedikit menyindir.

Mendengar hal itu, para wanita yang tengah asyik itu langsung melirik dengan sinis.

"Apa sih, Pak James? Namanya juga obrolan makan siang wanita."

"Julid mulu dah Pak James ini."

"Lagi ngapain, Pak? Kok tidak makan siang di luar lagi?"

"Ini fotokopi lembar soal buat anak-anak, kalian loh kalau ngobrol dijaga nada bicaranya. Orang mengira kalian lagi kesakitan sampai jerit-jerit begitu."

Leah yang mengerti langsung mengangguk pelan. Maklum, Pak James, si dosen mata kuliah Matematika itu sudah sepuh. Umurnya sekitar akhir 50an, sudah pasti risih mendengarkan suara-suara yang bising dan heboh seperti mereka tadi.

"Iya deh, Pak. Maaf, kita nanti kecilin volume suaranya."

"Ya ya, itu bagus. Jaga pita suara kalian," kata Pak James sembari mengambil barang-barangnya, setelah itu pamit pergi.

Saat hendak menutup pintu, dia bertemu dengan Matteo yang tengah berdiri di sebelah pintu. Seperti sedang menunggu seseorang di sana.

"Oh kamu, jangan ngagetin orang tua dong!" tegur Pak James,

"Hehe, maaf, Pak. Saya mau ke dalam soalnya," kekeh Matteo.

"Mau ngapain? Jangan lama-lama. Di dalam rame sekali, telinga saya sampai bunyi ngiing dengar jeritan mereka."

Matteo mengangguk. "Siap deh, Pak. Bapak mau kemana?"

"Saya mau makan siang, sama sekalian ngasih ini ke mahasiswa saya yang kelas sore. Saya ada urusan, menantu saya melahirkan."

"Oke, Pak. Hati-hati di jalan."

"Yuk, yuk, mari."

Setelah menyapa Pak James, Matteo menghela nafas berat. Dia mengintip ke dalam ruangan admin. Di sana, dia melihat betapa serunya pembicaraan para wanita itu. Leah juga nampak malu-malu senang membicarakan si Tommy Harvey itu. Sebenarnya mendengarkan pembicaraan mereka dari luar saja sudah cukup menyakitkan bagi Matteo, apalagi nanti kalau dia di dalam? Sudah pasti jadi bahan bulan-bulanan juga.

"Tapi, aku butuh spidol baru," gerutu Matteo.

Akhirnya mau tidak mau dia harus masuk ke dalam ruang admin. Ayo, hadapilah seperti seorang pria sejati Matteo!

"Sedang apa, Pak?"

"Uwaa!"

Matteo terkejut, dia melihat seorang mahasiswa, tingginya hanya separuh bagian dadanya, berambut hitam potongan hime cut, kali ini dikuncir ekor kuda dengan hiasan pita putih.

Leah yang mendengar teriakan kaget Matteo langsung berdiri dari duduknya, begitupun para wanita yang ada di sana.

"Kamu siapa? Kok ada di sini?" tanya Matteo kaget dan bingung.

"Ada apa, Sha?" tanya Leah kepada si mahasiswa.

"Saya mau keluar, Bu. Tapi Dosen Reid ada di depan pintu, saya tanya sedang apa, beliau malah kaget."

Matteo menelan ludahnya, duh, dia jadi bahan sorotan para wanita deh.

"Pak Matteo lagi nutupin jalan tuh, agak geseran sedikit, kasihan Sasha mau keluar, dia bawa kertas banyak tuh," tegur si admin berbaju merah.

Matteo mengangguk dan menggeser tubuhnya untuk membiarkan mahasiswanya lewat. "Maaf ya."

"Iya, saya pamit dulu, Pak, Bu," kata Sasha memberikan salam.

Sasha kemudian berjalan cepat keluar dari gedung jurusan. Sebenarnya dia telah berada di dalam ruang admin bersama dengan Pak James tadi. Dia juga tengah mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Leah dengan para admin jurusan tadi. Sasha juga tahu kalau Matteo sebenarnya tengah menguping di luar. Makanya dia bertanya sedang apa tadi, tapi reaksinya diluar nurul! Matteo lupa dengan mahasiswanya sendiri dong! Bah!

*

"Duchess tumben offline jam segini. Main Apex kuy! Besok sama anak-anak."

Adalah pesan yang dikirimkan oleh akun BloodyRegina alias Matteo alias bapak dosen ke kolom chat langsung milik Sasha.

Sepulang dari kampus, dia memutuskan untuk tidur dulu, setelah itu makan malam, serta mengerjakan tugasnya. Begitu merasa otaknya tidak bisa diajak bekerja sama lagi, dia membuka akun Steam miliknya dan mendapat pesan itu dari Matteo.

"Bapak dosen hidupnya santai banget ya, bisa main game kapanpun," komentar Sasha.

Dia keluar dari kamarnya, mengecek kamar tempat Matteo tinggal. Sasha melihat si dosen baru saja menyalakan lampu rumahnya. Pria berkacamata itu melepas jaketnya, dilihat-lihat dari pakaian yang dia pakai, sepertinya si dosen baru saja kembali dari tempat gym. Rajin bener.

Setelah itu, Sasha kembali ke kamarnya dan mengetikan balasan. "Oke, mana nih JagungManis dan LangitBiru?"

Sasha menunggu pesan itu dengan bermain game yang lainnya dulu. Setidaknya tiga puluh menit kemudian, dia mendapat pesan masuk dari grupnya bersama dengan JagungManis, LangitBiru, dan BloodyRegina.

JagungManis : "Jadi main apa? Apex?"

LangitBiru : "Aku ayo aja dah."

BloodyRegina : "Si Duchess gimana?"

Iamyourduches5 : "Cek internet dulu bentar."

JagungManis : "Yuhu! Wanita idaman para pria nih. Bisa ngecek ping internet. Suaranya manis pisan!"

Sasha tertawa mendengarnya.

BloodyRegina : "Mulai si jagung, padahal manisan dia."

LangitBiru : mengirimkan stiker

JagungManis : mengirimkan stiker

Iamyourduches5 : "Koneksi aman, lanjutkan mainnya! Jangan main Apex, gamenya cuman bisa bertiga. Main yang lainnya aja."

LangitBiru : "Game yang kemarin juga boleh, bisa berempat tuh."

BloodyRegina : "Aww, lupa yak. Oke kita main game yang kemarin aja kali ya. Selesain jalan ceritanya."

JagungManis : "Okeh, kubuatin ruangnya."

Iamyourduches5 : "Ayo dah!"

Akhirnya mereka bermain game yang sama seperti yang kemarin. Menurut Sasha, kemampuan ketiga temannya sangat bagus, refleks bermainnya jauh lebih keren dibanding dirinya. Mereka juga sopan dan asyik. Makanya setiap main bersama dengan teman onlinenya itu, dia jadi nyaman. Tidak seperti bermain dengan orang lain, bisa didamprat, kena omongan toxic juga. Baginya bermain video game itu untuk senang-senang saja, namanya juga bermain permainan kan?

"Eh, kita ketemuan yuk!" kata si LangitBiru.

"Boleh tuh, udah main game online bareng setahun, aneh banget kita tidak pernah meet up," sahut JagungManis.

"Si Duchess gimana? Setuju?" tanya BloodyRegina.

Mata Sasha masih fokus bermain game. "Hm? Memangnya mau meet up di mana? Kita mau ngapain?"

"Meet up di café sepertinya bagus, atau di bar? Aku punya rekomendasi tempat yang bagus."

"Boleh," sahut BloodyRegina.

"Aku perempuan sendiri, jadi was-was nih, kalian semua lelaki~" ujar Sasha dengan sedikit bernyanyi.

"Kita cuman meet up biasa, ngobrol perkenalan, minum bareng, gak perlu sampai mabuk, soalnya besok jam 9 malam aku ada shift malam di kantor hahaha!" tawa si JagungManis.

"Wahahaha! Kalau begitu jangan besok, akhir pekan gimana? Call?" tanya LangitBiru.

"Call!" seru si JagungManis.

"Akhir pekan, jam 9, di bar?" tanya BloodyRegina lagi.

"Iya, begitu juga boleh tuh," sahut LangitBiru.

"Oke, call!"

Sasha sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya dia mengeluarkan senyuman miring.

"Call, aku punya rekomendasi bar yang bagus untuk kita kaum-kaum introvert," sahut Sasha.

"Oke, boleh tuh. Kirimkan lokasinya di grub, nanti kita ketemu di bar yang ditunjuk Duchess ya," kata BloodyRegina.

-Bersambung ke Chapter 05-