"Iya, buat apa ragu!" timpalnya.
Lutut Naya mendadak bergetar, rasanya ia tidak mampu untuk berdiri. Sungguh, ini kesempatan Naya untuk unjuk gigi. Naya akan membuktikannya, ia siap masak di hotel Amstern Xiv.
"Oh ya satu lagi, saya mau makanannya makanan tradisional yang biasa ada di acara-acara seperti ini, dan untuk menu specialnya saya serahkan sama kamu. Buat 2 menu special!" tambah pak Hamdan.
Naya mengangguk paham, tapi ia pun menyarankan agar pak Hamdan tidak membatalkan kerjasamanya bersama chef ternama itu. Naya meminta karena ia belum sanggup mengerjakan semuanya seorang diri.
Pak Hamdan pun berpikir lagi, "Ah baiklah saya tidak akan membatalkannya, saya juga tidak akan menyaksikan semua masakanmu. Tapi ingat, 2 menu special ini kamu yang masak dan kami akan menyaksikannya sama-sama!" tekannya.
Naya pun menyetujuinya, ia menatap Dito dan tersenyum bahagia.
Pak Hamdan pun mempersilahkan Naya dan Dito untuk keluar dari ruangannya.
"Seneng banget tuh muka," ledek Dito dengan tatapan dari ujung matanya.
"Iyalah seneng. Emang Lo gak seneng, hah?! Kebangetan Lo," deliknya.
"Gue seneng banget liat Lo senyum kek tadi, sering-sering ya!" bisik Dito yang langsung pergi meninggalkan Naya dan Mauren.
Naya tersenyum menyungging dan melangkah ke dapur untuk memulai pekerjaannya.
Baru saja merasakan kebahagiaan, kebahagiaan Naya diusik oleh wanita yang tak menyukainya, Syeril.
"Sepertinya hari ini sedang bahagia, abis tumbal apaan kemaren sampe bisa tersenyum jiji kaya gitu?" celetuknya.
Naya menahan emosi di dadanya, ingin rasanya ia mencekam Syeril dan merobek mulutnya. Tapi itu hanya nafsu, yang tak akan puas jika dilakukan.
Naya meraih kemoceng, ember, lap, dan semprotan. Lalu ia pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun untuk Syeril. Ia harus bisa lebih bersabar lagi, dilayani pun tak akan ada habisnya.
Ini kali ke berapa Naya mengacuhkan Syeril, Syeril semakin geram dan dendam atasnya. Ia memotong bawang merah dengan kecepatan super, hingga tak terasa kalau jarinya sudah tersayat.
Syeril merengek kesakitan, ia bergegas mencari p3k untuk mengobati lukanya.
***
"Lo mau masak apa ntar malem?" tanya Dito ketika sedang mengendarai motor.
"Gak tau juga, gue sih gimana nanti."
Dito ngerem mendadak, "Maksud Lo?! Lo gak ada planning gitu nanti mau masak apa?"
"Yaampun, kan belum dikasih tau bahan mentahnya apa Dit. Jadi gue masak kek master chef gitu," Jawab Naya.
Dito pun menggeleng tak percaya, ia rasa ini adalah hal yang menarik. Ia akan mengabadikannya tanpa sepengetahuan Naya.
"Terus cobek Lo itu mau dibawa?" tanya Dito lagi saat motornya kembali dilajukan.
"Iya lah, masa gue ninggalin barang berharga peninggalan ibu gue. Gak bisa!" ucapnya penuh penekanan.
"Eh, eh, kenapa Dit? Ko gini?" Naya panik saat motor Dito maju mundur.
Sudah dipastikan, motor Dito mogok.
"Sepertinya terkena demam berdarah deh ini motor, coba turun dulu Nay!" pinta Dito yang langsung dituruti Naya.
Dito sedikit mengeceknya, akhirnya ia mendorong motor itu bersama Naya. Meskipun beberapa kali ditolak, tapi Naya kekeh ingin mendorong motor itu.
"Ko didorong sih Nay?" tanya Dito tiba-tiba.
"Heh maksud Lo? Harus diapain dong?" heran Naya.
"Begini lah, dah..." Dito menghidupkan motornya lalu pergi meninggalkan Naya yang sedang berjalan sambil menyesuaikan pernafasan.
Naya membuang nafasnya kesal, bisa-bisanya Dito mengerjainya dalam keadaan cape. Akhirnya Naya duduk di pinggir jalan, badannya lemas tak mau berjalan lagi.
"Awas Dito!!" gertaknya ngos-ngosan.
Dito tertawa hebat, ia puas membuat Naya terkapar lemah di pinggir jalan. Tapi tawa Dito terhenti, ia melirik dan melihat Naya masih jauh di belakangnya.
Akhirnya Dito pun putar balik dan menghampiri Naya. "Nay, ayo naik! Cepetan, kita harus persiapan!" bujuknya.
Naya hanya meledek Dito dengan mengikuti semua ucapannya tanpa suara. Dito terus berusaha untuk membujuk Naya agar mau kembali naik motor.
"Keterlaluan ya Lo, Gue cape juga masih dikerjain." Naya marah, tatapannya melesat tepat di bulatan mata Dito.
"Iya maaf Nay, awalnya Gue mau cek kesetiaan Lo dan kepedulian Lo sama Gue dan motor Gue." Dito turun dari motornya dan duduk di samping Naya.
Naya memeluk Mauren dan bersembunyi di sela-sela mereka.
"Nay jangan gitu dong, di pinggir jalan nih. Takutnya orang beranggapan apa kalau Lo nangis kek gitu," bujuk Dito sambil berjongkok di hadapan Naya.
"Lo jahat sama Gue! Bisa-bisanya Lo ngerjain Gue, cape tau Gue." rengek Naya tanpa mengubah posisinya.
Dito semakin merasa serba salah, ia bingung harus berbuat apa lagi untuk membujuk Naya.
"Iya oke Gue yang salah, maafin Gue Nay. Gue gak akan lagi jailin Lo, janji!" Dito mengucap janji, dan itu bujukannya yang paling terakhir.
"Janji bener?!" Naya mengangkat kepalanya dan bergembira.
"Etdah, Gue ditipu." Dito menjatuhkan dirinya di atas aspal.
Naya terkekeh puas, ia melanglang pergi menjauhi Dito yang masih tersungkur menyesal. Menyesal sudah berjanji untuk tidak jahil lagi.
Naya mendekati motor butut Dito dan menepuknya beberapa kali. "Dit, ayo!" ajak Naya dengan sedikit ledekan.
Terpaksa Dito berjalan memenuhi ajakan Naya, ia tak mungkin merengek kesal seperti apa yang Naya lakukan.
"Hebat sahabat Gue!" puji Naya dengan tujuan meledek.
Dito hanya diam saja, ia rasa emosinya akan turun setelah diam.
Tiba di kosan, Naya masih terus meledek Dito. Sedangkan Dito masih bermuka kesal dan menyedihkan. Naya tak peduli dengan itu, yang terpenting dirinya puas telah membalas perlakuan Dito.
"Emm... maaf, tolong jagain Mauren ya! Gue kan mau siap-siap buat masak nanti malam!" ucap Naya sambil memberikan Mauren ke pangkuan Dito.
Dito tak menggubris dan hanya menatap Naya dengan sinis.
Naya menyiapkan tas, ia memasukkan cobek, pakaian, mainan Mauren, perlengkapan Mauren, dan celemek peninggalan ibunya juga.
Ia kembali saat semuanya sudah selesai, terlihat di sana Dito sedang menggendong Mauren yang sejak tadi rewel. Dito tak mengeluh dan tak memberikan Mauren pada Naya. Karena ia tau kalau dirinya sedang marah pada sahabatnya itu, ia gengsi untuk berbicara terlebih dahulu.
"Assalamu'alaikum!" suara Ardi mulai menghiasi kosan Naya.
Naya sedikit antusias menyambutnya dan menyuruhnya duduk bersama Dito. Dengan cepat Naya pun mengambil air minum untuk Ardi.
"Perasaan kalau Gue datang ke sini, gak pernah dikasih minum deh." gerutu Dito yang dapat didengar oleh Naya dan tidak dapat didengar oleh Ardi. Karena Ardi sedang sibuk dengan handphone-nya yang baru saja berdering.
Naya tak merespon dan hanya menyajikan wajah jeleknya.
"Ah, ini Nay. Aku disuruh si bos, katanya harus jemput kamu untuk berangkat ke hotel. Aku juga kan disuruh untuk membantu jalannya acara, dengan itu si bos menyuruh agar kita berangkat bareng ke sana." jelasnya tanpa menatap Dito.
Sedangkan Dito sejak tadi tak suka dengan kedatangan Ardi.
"Apa-apaan ini? Terus Gue gak dianggap gitu sama si bos resto itu?!" gerutu Dito dalam hati.
"Ahhh hhi gitu ya, iya boleh. Ayo aja!"
"Hah?! Nay apa-apaan sih?!" Dito langsung membantah ucapan Naya dengan nada yang sedikit meninggi.