Seno kesal dengan sikap acuh dari kedua orang yang ada di hadapannya ini. Ia memutuskan untuk pergi dan membanting pintu kosan Naya dengan sangat keras. Membuat Mauren terkejut dan menangis.
"Ihhh dasar pria nyebelin!" gerutu Naya sambil menimang Naya agar kembali tertidur.
Dito hanya tertawa puas di dalam hati, ia akan terus memanasi Seno agar menjauhi sahabatnya itu. Ia gak mau Naya jadi terkontaminasi oleh sikap Seno yang menurutnya aneh.
Karena harus bekerja, Dito bangkit dan menguap dengan penuh penghayatan. Naya terheran karena tidur Dito terbilang sangat singkat.
"Kerja, Nay! Kalo gak kerja bisa-bisa mami gue ngomel." ucap Dito sambil menggaruk pundaknya yang sedikit gatal.
Naya mengangguk dan akhirnya ia mengucapkan terimakasih atas bantuan Dito menjaga Mauren dengan baik.
"Ya ... gak papa. Itung-itung latihan buat nanti!" ledeknya yang langsung membuat Naya berekspresi aneh.
Perlahan Naya meraih kerudung Mauren yang tergeletak di kursi, di saat yang sama Dito perlahan mengendap-ngendap untuk pergi. Dengan cepat ia berlari keluar karena takut disiksa oleh Naya yang sudah berekspresi tadi.
"Heh, awas ya Lo kalau ngomong gitu lagi di depan gue! Gue bener-bener siksa Lo sampe minta ampun." teriak Naya pada Dito yang terus terkekeh sambil mendorong motor menjauhi kosan Naya.
Naya tidak memikirkan lingkungan sekitar saat berteriak, sehingga ketika ia sadar, ia langsung masuk dan mengunci pintu itu agar tidak disangka sedang bertengkar dengan siapapun.
"Aduh ... hampir aja digrebek ibu kos, bisa-bisa malu kalau ketahuan lagi berantem sama Dito. Ntar disangkanya Tom and Jerry lagi, Naya, Naya." Naya terus menepuk dahinya beberapa kali. Tapi tepukan dahi itu tak akan merubah rasa malunya ketika mengingat teriakan tadi.
Merasa dirinya sangat kegerahan, Naya membaringkan Mauren perlahan lalu pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Menghilangkan keringat dan mendatangkan kesegaran seperti pagi hari tadi.
"Aduh, perutku sakit banget. Apa karena makan dua kali ya?" Naya meringis kesakitan saat dirinya hendak mandi.
Akhirnya ia tak jadi mandi dan memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kursi. Perutnya yang terasa penuh membuatnya tak bisa bergerak lebih.
Beberapa kali ia mengelus perutnya sambil berjampi-jampi agar kembali sehat. Jampi-jampi itu bukan sekadar jampi-jampi biasa, tapi itu adalah permohonannya agar segera disembuhkan.
Dalam kondisinya yang seperti itu, handphone-nya yang ada di kamar berdering. Mau tidak mau ia harus mengambilnya dan melihat siapa yang meneleponnya. Dengan sedikit bungkuk Naya berjalan masuk ke dalam kamar, lalu ia raih handphone itu dengan diiringi alis yang mengerut.
"Nomor tak dikenal?" Naya ragu untuk mengangkatnya. Tapi karena penasaran, ia angkat dan menanyakan siapa gerangan.
Kedua alisnya yang mengerut tiba-tiba berubah menjadi kencang, menyisakan binaran gembira di matanya. Yang menelepon itu adalah Jack, asisten sekaligus ketua panitia dari Rebmo Group yang mengadakan lomba masak.
Perlahan perut Naya yang terasa penuh sedikit mengurang, ia malah merespon dengan ceria setiap pertanyaan yang diberikan oleh Jack tadi. Sampai-sampai Mauren terbangun pun Naya tak menyadarinya. Ia terus berbicara dan berekspresi riang.
"Baiklah, pak. Saya akan datang. Terimakasih telah menghubungi saya," ucap Naya di akhir pembicaraannya.
"Iya, baik, pak! Wa'alaikumussalam."
Naya pun memeluk handphone itu dengan erat, ia akan segera menghubungi Dito untuk memberitahu soal ini. Tapi niatnya terhenti saat mendengar suara Mauren yang riang dengan bahasa yang tidak dimengerti.
"Aaaah, adik kakak yang cantik sudah bangun! Kangen ya sama Ka Nay?! Maafin ya, tadi ditinggal pergi ke rumah Seno. Emang dasar Seno nyebelin, nanti kamu gak boleh ketemu sama laki-laki seperti itu ya kalau sudah besar!" oceh Naya pada Mauren yang sedang memainkan kakinya.
"Nya, nya, nya, nya ... blruuu ... " Mauren malah memainkan lidahnya, membuat Naya merasa gemas dan menciuminya tanpa memberi ampun.
Namun, Naya tiba-tiba berhenti saat handphone-nya kembali berdering.
"Ah, panjang umur om Dito. Baru juga mau ditelepon, udah nelepon duluan." oceh Naya. Ia pun langsung mengangkat telepon itu.
"Hallo! Assalamu'a .... " salamnya terhenti saat mendengar suara ambulance yang sangat dekat dari tempat Dito.
"N-Nay!! Nay! Lo jangan kaget, ya. G-gue kecelakaan! Arrggh ... " ucap Dito yang jelas terdengar meringis kesakitan.
Sontak Naya membulatkan matanya, tak hanya membulat, dari sudut mata itu keluar air bening kesedihan saat mendengar berita buruk dari sahabatnya itu. Naya kaku, ia masih belum percaya dengan apa yang diucapkan Dito.
"Nay! Plis dengerin gue, g-gue sekarang lagi dibawa ke rumah sakit, motor gue ancur di jalanan. Dan gue mohon sama Lo, Lo jangan dulu jenguk gue di sana. Gue gak mau Lo berangkat sendirian dan malah membuat Lo kecapean, gue mohon. Arggh, plis dengerin apa yang gue bilang barusan." Dito menyempatkan berbicara panjang lebar karena perhatiannya lebih besar daripada rasa sakitnya.
Tubuh Naya bergetar, tentu ia tidak akan tinggal diam jika sahabatnya itu kenapa-napa. Terlebih sekarang ia sudah tau sahabatnya itu kecelakaan, Naya pasti akan menghampiri Dito.
"L-lo kenapa sih pake kecelakaan segala, padahal tadi kita sempet bercanda. T-tau gini gue gak ngizinin Lo pergi untuk ngojek, Dit." tekan Naya dalam tangisnya yang tak tertahankan lagi.
Bibir Dito sedikit tertarik ke atas, ada senyum menenangkan di sana. Meskipun ia mendengar Naya sedikit mengomel, tapi omelan itulah yang membuatnya betah berada di samping Naya.
"Dit?!! Lo masih sadar, 'kan?!" Naya memastikan, karena Dito tak kunjung menjawab.
"A-aaah, iya Nay. Gue masih sadar, tapi jujur pala gue sakit banget. Beruntung gue pake helm, jadi lukanya gak terlalu parah." Jelas Dito. Ia masih bisa mengobrol panjang lebar bersama Naya, padahal kondisinya sangat memprihatinkan. Darah di mana-mana, air matanya pun bercucuran karena rasa sakit itu.
Karena gak bisa lagi menahan, Dito mematikan sambungan teleponnya dan berteriak sekeras mungkin di dalam ambulance. Dua orang yang special di hidupnya sudah ia kabari kondisinya saat ini, tentu mereka yang dikabari syok tak terelakan.
Di saat Dito berteriak kesakitan, Seno bersandar di sofa yang ada di kamarnya. Ia masih memikirkan kenapa Naya bisa se-perhatian itu sama Dito. Berbeda dengan dirinya yang malah terus kena amukan, dan perlakuan yang mematikan.
Merasa pusing karena terus memikirkan hal itu, akhirnya Dito meraih handphone dan memutar video kebersamaannya bersama Naya saat memasak. Naya terlihat cantik di video itu, tapi Seno menekankan jika aslinya lebih cantik dari apa yang ia lihat sekarang.
"Bisakah aku mendapatkanmu, nona cobek?!" lirihnya sambil menyerongkan bibirnya ke kanan dan ke kiri.
"Di pertemuan pertama itu kau sudah membuat jantungku berhenti berdetak, aku tak sanggup memompanya kembali kecuali dirimu yang selalu membentakku dan memperlakukanku sebagai orang yang selalu salah dimatamu." lanjutnya.
Kemudian Seno bangkit dan berjalan menuju kamar yang ada di sebelahnya, kamar itu adalah kamar yang tidak pernah ditiduri oleh siapapun kecuali Naya. Bertahun-tahun ia menjaga kamar itu, dan kini kamar itu berhasil dimasuki oleh gadis yang tak dikenalinya.
"Ini adalah kamar yang pernah kamu tiduri bukan? Aku yakin kamu akan kembali lagi ke kamar ini, meskipun hanya sekejap saja." ocehnya sambil merebahkan tubuh atletisnya itu.
Tiba-tiba handphone-nya berdering saat kedua matanya sudah tertutup. "Naya?!" panggilnya terkejut.
"Baru saja aku memikirkanmu, jodoh ini!!" ucapnya penuh percaya diri.
"Hallo! Assalamu'alaikum, Seno! Aku harap kamu mau membantuku. Datang ke kosanku sekarang, dan antar aku ke rumah sakit untuk bertemu dengan Dito yang kecelakaan. Dia memintaku untuk tidak berangkat seorang diri, terpaksa aku harus meminta bantuanmu. Plis aku mohon, sekarang!!" cerocos Naya yang membungkam mulut Seno, Naya pun langsung mematikan sambungan teleponnya setelah mengucapkan itu semua.
"Shitt!!! Apa-apaan ini, dia menyuruhku untuk mengantarkannya ke rumah sakit? Bertemu dengan pria tengil itu?! Apa menariknya dia, sampe-sampe melupakan wajahku yang tampan ini." kesal Seno yang diiringi dengan cemburu yang membara.