webnovel

Malam Tahun Baru

*****

"Kia, malam tahun baru nanti ada acara ga?"

Pesan singkat masuk dari sahabatku, Riska.

"Engga tau. Kenapa Ris?"

"Anak-anak OSIS ngajakin ngerayain di rumah gua. Mau ikut ga lu? Ada Ihsan loh. Wkwk."

"Wkwk. Jam berapa emang?"

"Abis isya aja Ki, jam delapanan lah."

"Ya udah, insyaallah ya Ki, soalnya gua ga ada motor."

"Yahh, ya udah deh. Nanti kabarin gua lagi ya?"

"Iya Ris."

Aku merasa sangat senang karena aku bisa merayakan tahun baru bersama Ihsan. Namun di rumahku tidak ada motor dan tidak ada yang bisa mengantarkan aku. Karena sebenarnya malam tahun baru ini aku dan keluargaku akan keluar rumah untuk merayakan tahun baru juga. Sepertinya memang aku tidak akan datang ke rumah Riska, dan aku akan merayakan tahun baru kali ini bersama dengan keluargaku, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pesan singkat kembali masuk. Kali ini datang dari teman OSIS ku yang lainnya, Silvi.

"Ki, lu di rumah ga?"

"Iya, kenapa emang?"

"Ikut ke rumah Riska yu."

"Ga ada motor."

"Di jemput sama Ihsan."

"Wkwk bohong. Mana mau Ihsan jemput gua."

"Si Ari jemput gua ke rumah, terus gua suruh aja Ihsan sekalian jemput ke rumah lu. Eh Ihsan nya juga mau."

"Bohong lu, wkwk."

"Yehh, ya udah sekarang siap-siap. Mereka lagi di jalan. Ke rumah gua dulu, habis itu ke rumah lu. Tunggu di depan gang aja ya?"

"Ya udah iya, gua siap-siap dulu."

Aku segera bersiap-siap mengganti pakaianku dan sedikit berdandan. Karena malam ini aku akan di jemput oleh Ihsan. Antara percaya dan tidak percaya, antara mimpi dan kenyataan jika aku akan di jemput oleh Ihsan. Lelaki yang sudah aku taksir selama 2 tahun belakangan ini.

"Ki, lu dimana?"

"Di rumah."

"Ya udah ke depang gang rumah lu sekarang ya. Otw ke rumah lu nih."

"Oke."

Tidak lama aku menunggu di depan gang rumahku. Ternyata benar, sudah terdapat Ihsan di sana. Ari yang memboncengi Silvi, dan Ihsan yang masih membawa sepeda motornya sendiri.

"Lama ga Ki nunggunya?" Tanya Silvi.

"Engga kok, baru."

"Ya udah yu, langsung berangkat aja."

"Ayo Ki," ucap Ihsan kepadaku. Rasanya pada saat itu juga aku terbang melayang ke atas langit ke tujuh. Betapa senangnya mendengar perkataan tersebut yang di ucapkan langsung lewat bibir Ihsan.

*****

Di jalan kami sambil berbincang-bincang dan bercanda bersma Ari dan Silvi. Ya, memang motornya berbeda, tetapi mereka berdua, Ari dan Ihsan mengendarai sepeda motornya dengan jarak yang sangat dekat. Sehingga suara mereka bisa saling terdengar satu sama lain.

Rumah Riska yang tidak begitu jauh dari rumaku, sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk kami sampai di rumah Riska. Akhirnya kami sampai juga di rumah Riska. Di sana sudah terdapat anggota OSIS yang lainnya.

"Cie, akhirnya ya Ki," ucap Riska meledekiku dengan nada berbisik-bisik kepadaku.

"Ish, apaansi." Tiba-tiba saja senyumku itu terlukis begitu saja dengan sempurna di bibirku.

Setelah seluruh anggota OSIS berkumpul, kami pun mulai melakukan bakar-bakar. Bakar ayam, sosis, dan yang lainnya. Ihsan mengambil alih profesi menjadi tukang bakar-bakar pada malam ini. Tim cewek-cewek menyiapkan bumbu yang di perlukan untuk memasak dan membuat minuman segar.

Setelah semua makanan siap untuk di makan, kami pun langsung memakannya dengan lahap sambil menunggu pukul 00.00 WIB. Makan bersama, bercanda, tertawa, kami semua merasa sangat bahagia pada malam ini. Apalagi aku yang sudah merasakan kebahagiaan itu ketika Ihsan menjemputku ke rumahku. Bisa di jemput oleh Ihsan saja aku sudah senang, apalagi yang lebih dari itu.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB, yang artinya tahun telah berganti. Semuanya beralih menjadi memegang petasan dan kembang api. Kecuali aku, aku sangat takut sekali dengan keduanya.

"Pegang aja Ki, ga kenapa-kenapa kok." Jelas Ihsan kepadaku. Aku tidak tahu, mengapa malam ini Ihsan sepertinya sangat dekat dan perhatian denganku.

"Ga meledak kan San?"

"Haha, engga lah. Pegang aja pelan-pelan."

Dengan ragu aku pun memegangnya.

"Ih takut."

"Jangan di lepas. Ada tangan gua kok di sini."

Entah kenapa ucapakan Ihsan barusan seperti mengatakan bahwa jangan takut Ki, ada gua di sini.

"Nah iya kaya gitu, ga apa-apa kan?"

Aku hanya tersenyum membalas pertanyaan darinya. Bermain kembang api bersama Ihsan, di tambah dengan suara terompet yang di tiupkan oleh teman-temanku yang lainnya menambah suasana semakin terasa sangat indah pada malam ini.

Setelah merasa puas bermain petasan dan kembang api. Kami semua memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 2 pagi.

"Ayo Ki, pulang sama gua lagi."

"Iya."

"Awas San, jagain tuh sahabat gua, jangan sampe lecet," ucap Riska.

"Siap bos. Sahabat lu bakalan aman sampai ke rumah, haha."

Aku dan Ihsan segera menaiki sepeda motor Ihsan dan berangkat menuju ke rumahku. Sebenarnya rumah Ihsan dan Riska tidak begitu jauh. Namun Ihsan memilih untuk mengantarkan aku pulang terlebih dahulu walaupun Ihsan harus bulak-balik. Ihsan memang lelaki yang bertanggung jawab.

*****

Di jalan.

Kami berdua hanya terdiam di atas motor. Rasa canggung itu timbul di anatara aku dan Ihsan. Itu karena Ari dan Silvi tidak pulang berbarengan bersama kami. Sepertinya mereka memilih untuk berjalan-jalan dahulu sebentar mengelilingi kota Jakarta yang sedang indah ini karena di penuhi dengan kerlap kerlip petasan di atas langit. Karena sebenarnya memang mereka berdua memiliki hubungan yang spesial.

Saling menutup suara sampai kami tiba di rumahku. Kali ini Ihsan mengantarkan aku sampai ke depan rumahku, bukan hanya sampai di gang rumahku saja.

"Mampir dulu San?"

"Udah malam, emang gua cowok apaan, haha."

"Haha. Kirain mau minum dulu gitu?"

"Ga usah. Makasih. Salam ya buat orangtua lu."

"Eh, iya, nanti gua salamin."

"Ya udah gua langsung balik ya."

"Iya, makasih banyak ya. Lu udah jemput anter gua."

"Iya, sama-sama. Santai aja. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Kini Ihsan sudah pergi menjauh dariku. Namun atas apa yang telah terjadi pada malam ini tidak akan pernah aku lupakan untuk selamanya.

*****

Di kamar.

Aku terus memandangi foto aku ketika bersama Ihsan tadi. Walaupun tidak banyak, dan yang terpotret lebih banyak yang tidak di sengaja karena Riska yang mengambil gambar tersebut secara diam-diam. Namun membuat aku sangat bahagia. Senyuman yang terus terlukis indah di bibirku tidak berangsur menghilang, justsru semakin lebar dan terbentuk dengan sempurna. Mengingat kembali kejadian demi kejadian barusan membuat aku tidak bisa tertidur untuk malam ini.

-TBC-