webnovel

Lily bersedih

Dia melihat sahabatnya terkapar lemah dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidung dan mulutnya, tangan Olive juga di gips. Lily yang melihat itu tidak kuasa membendung air matanya lagi, Lily membiarkan tangisnya pecah di sana.

"Ya Allah Olive, aku gak tega lihat kamu begini," ucap lirih Lily.

"Hiks... hiks... hiks."

Tangis serta isak kan Lily semakin menjadi, rasanya Lily ingin mengubah waktu agar dia bisa menolong Olive lebih cepat atau bahkan Lily akan melindungi Olive agar kejadian yang menimpa Olive tidak terjadi.

"Bunga Tulip, seandainya kita bisa tukar posisi. Aku rela bunga Tulip, aku rela bertukar dengan kamu. Hiks ..."

"Aku akan lakukan apapun agar kamu tidak terluka, mengganti nyawa demi kamu juga aku ikhlas," ucap Lily dengan kedua mata membengkak.

"Bangun bunga Tulip, aku nunggu kamu di sini."

"Aku akan selalu ada buat kamu di sini sampai kamu sembuh, aku janji bunga Tulip."

"Aku harus masuk, aku harus kasih semangat buat Olive," tekad Lily, mengganggam satu tangannya erat, satu tangannya itu dirinya jadikan tumpuan di dinding agar tidak menabrak dinding ruangan ICU.

Lily mencari cara agar bisa melihat Olive dari dekat, Lily ingin memberikan semangat pada Olive meskipun hanya sebentar. Lily ingin memegang tangan Olive, Olive harus merasakan bahwa ada Lily yang selalu menunggu kesembuhannya.

"Suster," panggil Lily.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" jawab dan tanya suster.

"Saya boleh masuk ke dalam kan?" tanya Lily

"Maaf kak, pasien belum bisa di jenguk. Pasien masih dalam pengawasan dokter," jawab suster.

"Sebentar saja sus, lima menit saja." Lily memohon.

Lily harus mendapatkan izin bagaimanapun caranya, Lily hanya ingin memberikan support pada Olive dari dekat. Tidak ada hal paling penting selain kesembuhan Olive saat ini.

"Saya janji gak akan lama, dan saya juga gak akan membuat keributan di dalam. Saya hanya ingin memberikan semangat sama sahabat saya, Sus. Dia sekarang cuma punya saya, keluarga dia gak sayang sama dia suster. Tolong saya sus, saya mohon banget sama suster," mohon Lily

"Saya izin ke pemilik rumah sakit ini aja ya, Sus? Nggak masalah kok kalo saya harus izin ke presiden sekalipun gak masalah, asal saya bisa ketemu sahabat saya yang sedang berjuang untuk hidupnya di dalam," tambah Lily dengan wajah yang memohon, dan kedua mata yang sudah sangat bengkak faktor kebanyakan menangis.

Suster itu terlihat kebingungan sekaligus terharu dengan perbuatan Lily yang rela melakukan apapun demi sahabatnya, akan terlihat kejam jika suster itu masih bersikeras tidak mengizinkan Lily menemui Olive.

"Baik kak, tapi jangan lama-lama, ya?" Akhirnya suster itu memilih untuk mengizinkan Lily masuk ke dalam ruangan.

Pandangan Lily langsung terangkat dan tak percaya mendapatkan izin dari suster.

"Beneran sus?" tanya Lily memastikan.

"Iya, tapi ingat ya kak. Jangan membuat keributan di dalam, dan hanya lima menit. Karena pasien masih dalam pengawasan dokter," jawab suster dengan syarat.

Lily mengangkat dua jarinya sebagai bentuk janjinya, "Saya janji suster hanya lima menit dan tidak akan membuat keributan," ucapnya.

"Baik kak, mari saya antar untuk ganti pakaian terlebih dahulu. Masuk ke dalam ruangan ini memerlukan pakaian khusus," ajak Suster itu menunjuk kan jalan ke arah bilik ganti.

Lily tentu dengan senang hati mengekori langkah sang suster, dia sebentar lagi akan bertemu dengan sahabatnya, yeay! Lily bersorak senang dalam hatinya.

Tidak apa, saat ini mereka harus berjarak dulu. Nanti mereka akan kembali bersama-sama lagi seperti sedia kala. Tetapi, itupun jika Allah mengizin kan.

"Baik, silahkan masuk." suster itu mempersilahkan Lily masuk ketika perempuan bernama Lily sudah siap dengan pakaian khususnya. Pakaian itu berwarna hijau tua, seperti pakaian orang yang tengah melakukan oprasi pada umumnya.

Setelah Lily mendapatkan izin melihat bunga Tulipnya secara jarak dekat, dengan pakainya khusus yang diberikan suster, Lily masuk dengan langkah gontainya. Lily merasa kakinya tak lagi berpijak di bumi, dengan berlinang air mata juga Lily melangkah lebih dekat dengan Olive.

"Ayo, Ly. Kamu pasti bisa! Bunga Tulip saat ini pasti lagi butuh bantuan kamu banget," gumamnya untuk memberikan support pada diri sendiri, agar dia sanggup melihat sang sahabat dalam keadaan seperti ini. Akhirnya Lily berjalan mendekat, dan dengan sedikit berjongkok.

Disana Lily genggam tangan Olive, dengan air mata yang menetes dan meninggalkan bekas di lengan Olive. Lily mengusap kepala Olive dengan lembut, Lily membungkukkan tubuhnya agar lebih dekat dengan telinga Olive.

"Tulip, aku minta maaf karena tidak bisa menjaga kamu disaat kamu terluka. Aku gagal menjaga kamu, seandainya waktu bisa aku ubah. Aku gak akan membiarkan satu orang pun bisa menyentuh kamu. Termasuk orang tua kamu sekali pun, gak akan aku biarkan."

"Aku tau kamu kuat, kamu gadis mandiri. Kamu kebanggaan aku, kamu sahabat aku yang paling baik. Kamu hebat bunga Tulip, ayo semangat."

"Kamu harus sembuh, kamu gak boleh lama-lama di ruangan ini."

"Kamu pasti dengar aku kan, Tulip?"

"Hiks ... Hiks... Hiks...." Isakan tangis Lily terus terdengar, isak kan yang sangat terdengar pilu.

"Maaf ya, Tulip. Aku nangis, aku gak mau kehilangan kamu. Kamu harus semangat, aku gak mau kamu nyerah cuma karena ini," ujar Lily meminta maaf, dirinya menghapus air matanya dengan menggunakan tangan, dengan menerbitkan senyuman palsu.

"Kamu juga jangan merasa sendiri, aku akan selalu ada buat kamu bunga Tulip. Aku janji, akan selalu menemani kamu sampai kamu pulih."

"Jadi, kamu harus semangat dan bangun ya."

"Pak Kahfi juga ada disini buat kamu, dia khawatir loh sama kamu."

Lily tak kuat melihat Olive yang terbaring lemah, dengan alat monitor yang seolah memekakan kedua telinganya. Olive adalah gadis yang ceria, memiliki hati dan kesabaran yang seluas Samudera, dapat di lihat meskipun Olive selalu mendapatkan hinaan. Olive tidak pernah mau membalas kejahatan orang dengan kejahatan juga, Olive selalu sabar. Oleh karena itu Lily tidak tega melihat Olive seperti ini.

Tapi, secara tiba-tiba air mata Olive ikut menetes tanpa sepengetahuan Lily, Olive pasti merasakan apa yang Lily rasakan.

Hubungan persahabatan mereka sangat lah dekat, ketika salah satu dari mereka terluka pasti mereka akan sama-sama merasakan seperti saat ini. Walau umur persahabatan mereka baru dua tahun setengah tidak dapat di pungkiri ke rekatan, ke dekatan mereka sudah seperti hubungan persahabatan yang berpuluh-puluh tahun lamanya.

Baik Lily atau Olive, kedua selalu berdoa. Mereka meminta kepada Allah yang maha pemurah untuk selalu menjaga hubungan mereka.