webnovel

Kemarahan Tono

"Boleh saja, tetapi apakah dia masih 'baru'? Maaf, maksud saya tidak pernah melakukan 'itu' dengan lelaki manapun?" Pertanyaan kurang ajar, dan tidak mengenakan mau tidak mau Olive dengar.

Dengan wajah kebingungan, Olive menoleh ke arah Kartika seolah bertanya melalui tatapan mata. Sempat terjadi saling menatap antara ibu dan anak, namun Kartika lebih memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah Pak Dodot.

Dengan senyumnya, Kartika berkata. "Untuk masalah itu, aman. Saya yang menjaganya dari kecil, dan saya dapat memastikan bahwa dia 'tersegel'. Bukankah bapak tau anak saya ini buruk rupa? Jelas para pemuda tidak menginginkannya, mangkanya dia jomblo."

Deg

Hati Olive sakit mendengar penuturan sang ibu, yang menjelekkan dirinya di depan orang asin. Dirinya secara spontan membandingkan Karika dengan bundanya Lily yang tampak sangat baik, dan perhatian. Lalu dirinya menggelengkan kepalanya keras, tidak ini tidak boleh. Olive tidak boleh kurang ajar dengan ibunya sendiri, apapun yang terjadi Kartika adalah ibunya.

Pak Dodot tertawa, lalu mengangguk kan kepalanya. "Baiklah, baiklah aku mengerti hal itu. Oke, saya akan menerimanya. Lalu bagaimana? Apa rencana yang akan kalian lakukan kedepannya? Menikahkanmu dengannya rencana ingin kapan, dan kalian ingin dibayar berapa dengan perjodohan ini?"

Kini Olive mengerti alasan Pak Dodot berada disini, setetes air matanya terjun bebas dengan kurang ajarnya. Dirinya dijual oleh kedua orang tuanya sendiri, itu sangat lucu, dan memiriskan.

"Bu?" panggil Olive, suara itu tampak terdengar bergetar, jangan tanya bagaimana keadaan Olive saat ini. Kartika menoleh ke arah Olive, dengan satu kali anggukan mampu membuat bahu Olive melemas.

Semiris, dan seburuk rupa itukah hidup-nya? Hingga kedua orang tuanya saja menjual dirinya kepada pria tua, hidung belang tersebut? Jika iya, Olive benar-benar tidak mengerti ingin berkata apa dirinya, bingung ingin berbicara apa.

"Terserah bapak saja, kami hanya ingin yang terbaik untuk anak kami, dan cukup untuk biaya persalinan saya nanti. Saya tidak mau nama kami tercoreng karena Olive yang belum menikah di usia yang sekarang," papar Kartika, Tono sama sekali tidak mengeluarkan suara. Posisi duduknya bahkan berjauhan dengan Olive, padahal Tono adalah ayah kandung dari Olive tetapi mengapa sangat berbeda? Aneh tapi ini nyata.

Sekali lagi, hati Olive seperti dipukul dengan sangat keras ketika mendengar penuturan sang ibu yang menjualnya hanya demi biaya persalinan. Jika Kartika mau, Olive sanggup mencari uang, kerja lebih giat, untuk membayarkan biaya persalinan ibunya.

Olive sejujurnya senang jika dia ingin mendapatkan seorang adik, adik yang ada di perut sang ibu semoga tidak mendapatkan atau merasakan sifat-sifat kasar ibunya, atau pun dari sang ayah. Semoga hanya dia yang merasakan ini semua.

"Untuk masalah biaya, santai saja. Kalian cukup beritahu nominal uangnya pada saya, lalu sekarang juga akan saya transfer."

"Pak, apakah jika dia menikah dengan bapak dia akan pindah dan tinggal di rumah bapak?" Kali ini Tono ikut mengajukan pertanyaan kepada Pak Dodot. Pak Dodot menerawang jauh, dengan tangannya yang dirinya letakan di dagu pria tua itu mengangguk.

"Tentu, seorang istri bukannya harus tinggal satu atap dengan suaminya? Bukan begitu, dek Olive?"

Olive tersenyum getir, jangan tanya betapa jijik-nya dia saat diberi pertanyaan apa lagi menyangkut 'suami istri'. Ingin rasanya batin berkata, 'hei sadar lah, umurmu sudah sangat banyak' tetapi Olive tidak mempunyai keberanian lebih.

Senyum Tono dan Kartika merekah indah, sangat indah karena sebentar lagi mereka akan berpisah dengan seorang beban. Ya, Olive adalah beban bagi mereka berdua, orang tua tidak tau diuntung, dan orang tua durhaka.

"Wah, terima kasih atas semua kebaikan bapak. Beberapa hari lagi saya akan memberitahu hal ini kepada bapak lebih lanjutnya," jawab Tono dengan semangat empat puluh lima.

Pak Dodot mengangguk, dan berdiri. Pria itu akan pamit undur diri karena memiliki kesibukannya yang lain. "Baik, saya ingin pamit karena ada urusan. Semoga nanti kita dapat berbincang lebih dalam," pamit Pak Dodot, Kartika, Tono dan Olive sontak ikut berdiri dan menyalami Pak Dodot.

Tono bahkan mengantarkan Pak Dodot hingga ke mobil Pak Dodot yang berada di gang depan. Kartika tidak ikut, kehamilan yang menginjak umur lima bulan membuatnya enggan untuk jalan-jalan, atau melakukan hal yang merepotkan. Segalanya dia akan memerintahkan Olive.

"Beresin semuanya, abis itu ke kamar ibu," perintah Kartika tidak terelakkan, Olive mengangguk kan kepalanya menuruti perintah sang ibu dengan patuh.

Kartika berjalan dengan sedikit pincang, mungkin faktor berat, atau lelah karena harus menggendong jabang bayi di dalam rahimnya yang terus tumbuh. Olive mulai membereskan gelas bekas kopi dan asbak atau wadah kotoran untuk rokok, serta abu-abu rokok yang tampak berceceran di karpet. Lalu setelahnya, Olive menggebasi atau menyapu karpet berwarna merah yang menempel dilantai rumahnya, dan membawa sagagang sapu.

Olive menyapu rumah dengan sangat teliti, tidak heran rumahnya selalu terlihat bersih dan wangi karena Olive membersihkannya dengan serius, mengepelnya pun Olive tidak lupa diberi pewangi lantai. Setelah semua selesai, Olive berjalan kebelakang untuk mencuci piring, gelas dan sendok yang kotor.

Selang beberapa menit kemudian, Olive selesai melaksanakan tugasnya dan berniat untuk ke kamar Kartika, karena wanita paruh baya tersebut memintanya untuk ke sana.

Tono masuk dengan wajah datarnya, melihat Olive yang memasuki kamar sang istri membuatnya sedikit geram. Tono berjalan dnegan langkah lebar, lalu mencekalnya dengan kasar.

"Mau ngapain?" tanya Tono dengan suara menyeramkan, dan tatapan menghunus. Olive meneguk air liurnya dengan susah payah, inilah yang dirinya takutkan. Yaitu kemarahan Tono.

Kepala Olive senantiasa menunduk, perempuan itu takut dan tidak berani untuk menatap wajah ayahnya sendiri, sangkinh menyeramkan itu Tono.

"JAWAB!" bentak Tono kencang, bentakan yang langsung di depan wajah Olive membuat Olive memejamkan kedua matanya, dengan jantung yang hampir meloncat dari tempatnya.

"M-maaf, a-ayah—"

"JANGAN PANGGIL SAYA AYAH! SAYA BUKAN AYAHMU, GADIS BURUK RUPA! AKU BUKAN AYAHMU, DAN TIDAK AKAN PERNAH MENJADI AYAHMU, DENGAR ITU?!" potong Tono dengan suara keras, dan memenuhi ruangan rumah. Kartika yang berada di kamar merasa tersentak terkejut, wanita itu bangun dan segera berjalan ke arah keributan itu terjadi.

"Mas, ada apa?" tanya Kartika dengan suara seraknya, Kartika sudah tenggelam dalam alam mimpi namun mau tidak mau dirinya harus datang menghampiri kedua manusia di depan nya ini.

Tono menoleh lalu memasang wajah manis, serta senyum menyejukkan. "Ah enggak kok sayang, nggak ada apa-apa. Kamu kembali gih sana tidur, masa ibu hamil jalan-jalan terus, mau aku anter ke kamar?" kata Tono dengan suara lembut.