webnovel

Barang-barang pemberian Lily

Kartika mengangguk dengan senyumnya. "Mau banget, ayo gendong aku! Aku capek tau abis jalan," rengek Kartika pada suaminya tercinta. Tono menghampiri Kartika.

"Mau gendong depan, atau gendong belakang, hm?" tawar Tono.

Kartika mendelik ke arah Tono. "Ya jelas gendong depan dong, kan aku lagi hamil masa gendong belakang. Ada-ada aja deh kamu mas," gerutu Kartika. Tono terkekeh menanggapi gerutuan sang istri.

"Okay sayangnya aku, ayo sini aku gendong." Tono akhirnya menggendong Kartika ala bridal style, mereka melakukan adegan romantis tanpa memperdulikan keberadaan Olive yang diam-diam mengamati dengan menahan rasa iri, dan keinginan untuk bergabung dengan mereka berdua.

Sepeninggalan kedua pasangan suami istri ke kamar, Olive memilih untuk masuk ke kamarnya sendiri dan mengunci pintu. Merebahkan tubuhnya, dan membekap wajahnya dengan bantal.

Diam dengan pikiran yang berkecamuk membuat air mata Olive setetes demi setetes keluar.

Saat ini, bolehkah Olive merasa iri dengan ibunya sendiri? Bolehkah Olive iri dengan apa yang dimiliki oleh Lily, Kahfi, dan Zannah? Bolehkah Olive ingin pula memiliki kedua orang tua, rupa, dan takdir hidup seperti yang lainnya?

Dia ingin sekali saja egois, ia ingin diperhatikan, ia ingin mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dengan penuh, dan ia ingin kehidupan yang adil. Apakah itu saja sangat sulit untuk Olive gapai? Apakah itu saja sulit untuk Olive rasakan? Apakah dia tidak pantas untuk mendapatkannya?

Jika iya, tapi kenapa? Apakah karena rupanya yang 'jelek' ? Apakah dunia se-memandang fisik itukah? Setidak adil itukah? Kata Kahfi, Tuhan tidak pernah memandang fisik, Tuhan senantiasa adil dengan hambanya. Tetapi mengapa Olive tidak merasakan hal itu?

Dimana keadilan yang Olive dapatkan?

Tidak terasa, air mata Olive menetes dengan terus menerus, hingga bantal yang ia gunakan basah. Hari pun terlihat sudah sangat gelap, ini sudah malam. Olive tertidur dengan keadaan menangis, menangis tanpa suara hingga tertidur adalah jalan ninjanya ketika sedang terjadi hal seperti ini.

* * * * *

"Hah, selamat pagi dunia selamat pagi bunga Tulip ku yang tersayang, gimana tidurnya? Nyaman nggak? Cukup nggak tidurnya? Pasti cukup dong. Eh tau nggak aku seneng banget, banget banget deh pokoknya! Kamu tau nggak? Daddy aku baru datang dari Australia, dia bawain aku banyak oleh-oleh. Ini aku kasih ke kamu, enak banget wajib coba, terus ini juga ada sweater bulu domba, sama sepatu ini pasti kamu tambah cantik deh kalau pakai ini. Cobain," celoteh Lily panjang lebar dengan membawa tiga buah paper bag, posisi Lily masih berada di belakang tubuh Olive. Gadis itu dengan ceria membuka paper bag yang dirinya bawa. Oleh-oleh dari sang Daddy yang baru sampai dari Australia dari dinas kerja.

Lily memang tidak pernah lupa dengan Olive, siapapun saudaranya jika telah bepergian pasti akan membawakan Olive oleh-oleh. Olive sendiri sering merasa tidak enak dengan Lily karena ini terlalu merepotkan Lily.

"Pagi, Ly. Kamu jangan keseringan bawakan aku oleh-oleh, ya? Aku nggak mau ngerepotin kamu, terima kasih ya," balas Olive dengan suara bergetar dan serak.

Lily merasa aneh dengan suara sang sahabat, meletakkan sweater berwarna biru muda di meja dan berjalan ke depan Olive, memastikan ada sesuatu apa yang telah terjadi dengan sahabatnya. Kedua mata indah Lily tampak memicing lalu beberapa detik kemudian gadis itu menutup mulutnya terkejut.

"Kamu kenapa? Mata kamu kok bengkak? Ih itu coba buka maskernya!" Suara dan gestur tubuh Lily berubah serius. Olive menggeleng kan kepalanya.

"Nggak, aku lagi flu," sanggah Olive berdusta, Lily tentu tidak percaya perkataan Olive begitu saja.

"Kamu kalau bohong udah ada perubahan ternyata, ya," cibir Lily dengan kedua tangan dilipat di dada.

"Lebih baik, kamu jujur sama aku. Apa yang sudah terjadi, bunga Tulipku?" pinta Lily dengan wajah memelas.

Tes

Air mata Olive kembali menetes, perempuan itu berhambur memeluk tubuh ramping Lily. Olive menangis sesenggukan di bahu Lily, satu tangan Lily mengusap bahu sahabatnya untuk memberikan rasa aman untuk Olive.

"Nangis lah sepuasmu, nanti jangan lupa cerita, ya," pinta Lily, lalu memeluk Olive dengan erat. Kedua sahabat itu saling berpelukan. Untung saja tubuh Lily dan Olive sama, jadi tidak ada kata 'jomplang' dalam bahasa jawanya, atau jika dalam bahasa Indonesia adalah perbedaan yang ketara.

"Pak, maaf ya? Boleh saya bicara pada bapak?" Lily minta izin kepada Kahfi yang kebetulan sedang berjalan. Kahfi menghentikan langkah kakinya.

"Ya, ada apa?"

"Olive izin sebentar, nanti kalau udah enakkan dia mau kembali kerja lagi. Boleh, Pak?" Kahfi menoleh saat Lily berkata bahwa Olive akan izin.

"Olive kenapa memang? Kenapa yang izin kamu?"

"Olive lagi nggak enak badan, Pak," jawab Lily tidak sepenuhnya salah, memang Olive beberapa menit yang lalu suhu tubuhnya berubah panas, dan Lily dengan sigap langsung membawa Olive ke ruang uks kantor, tadi Olive sudah dikompres oleh Lily, dan tertidur.

Saat Olive tertidur, Lily berinisial untuk membantu sahabatnya izin kepada bos di tempat mereka bekerja.

"Sakit apa?"

"Demam, Pak. Ya pak? Nggak apa-apa, kam Olive izin sebentar?"

Kahfi mengangguk. "Ya, dia dimana?"

"Uks kantor."

"Sudah makan?"

"Hah? Siapa pak? Saya?"

"Olive."

Lily mengangguk dengan meringis malu. "Belum, Pak. Olive nggak biasa makan pagi katanya."

"Boleh saya minta tolong?" tanya Kahfi terlebih dahulu kepada Lily, Lily mengangguk.

"Dengan senang hati." Jelas Lily mengangguk kala Kahfi ingin memberikannya permintaan tolong, karena Kahfi adalah bosnya jika Lily menolaknya bisa-bisa uang gajinya dipotong. Ya walaupun Lily belum pernah merasakan dipotong gajinya sih. Tetapi kan tetap saja, Lily takut itu terjadi padanya.

"Tolong belikan dia makanan yang bergizi, dan obat yang cocok untuk dia, saya akan kesana," pinta Kahfi dengan mengeluarkan dua lembar uang pecahan seratus ribu dari dalam sakunya, uang itu Kahfi serahkan kepada Lily, walaupun diserang dengan rasa bingung Lily tetap melaksanakan apa yang diperintahkan bosnya.

"Oh, oke pak. Saya permisi," pamit Lily.

* * * *

"Permisi." Kahfi menoleh, dirinya masih di dalam ruangan pribadinya karena dia takut di uks sendirian dan hanya terdapat Olive dan dirinya yang dapat menimbulkan fitnah.

"Oh Lily, ayo kesana," ajak Kahfi mendahului Lily, Lily yang tidak paham memilih untuk mengekori langkah sang bos yang berjalan ke arah uks kantor.

Di tangan Lily sudah terdapat dua kantong plastik yang berisi bubur, sayur sop, dan sayur mayur lainnya, tidak lupa dengan obat penurun panas, vitamin-vitamin, serta satu botol besar air mineral. Tadi sempat terkena macet karena kepadatan alat transportasi yang turun ke jalan an.