webnovel

Bab 11. Sesak di Dada

Kaisar refleks, "DILA ...."

"Apa, Tuan?" Dila yang tengah fokus pada laptopnya pun menjawab ucapan Kaisar karena merasa namanya dipanggil.

"Apa? Dila Kai?" Mama Ayu begitu kaget.

Kaisar tersadar, "Hah? A-apa, Ma? Apa? Kai ngomong apa emangnya barusan? Astaga, kenapa aku ini ...." Kaisar menggaruk kepalanya.

"Bapak manggil saya?" tanya Dila polos.

"Ha? A-apa Dil? Eng-gak, kok. Kapan aku manggil kamu?" Kaisar gelagapan.

"Kai ... kamu ini kenapa sih?" Mama Ayu amat heran.

"Enggak, Ma enggak, udah ah! Dila, cepat selesaikan pekerjaanmu, biar aku antar kamu pulang;" Kaisar pun berlalu meninggalkan Dila dan Mama Ayu.

"Eh, Pak Kais, sa-saya bisa pulang sendiri, Kok?" Dila bertanya, namun tak ditanggapi oleh Kaisar.

"Udah, Dil ... kamu harus mau dianterin sama Kai. Kapan lagi coba dia baik kayak gitu. Mungkin, efek kaget mengetahui Ailyn berselingkuh, dia jadi butuh teman juga. Sudah, mau saja ya, Dil. Kamu hibur dia, jangan biarkan Kai sedih terus," pinta Mama Ayu.

"Ah, i-iya, Bu. Baiklah,"

Siapa bilang dia kaget dan sedih, justru membatalkan pernikahannya adalah hal sangat ia inginkan. Semoga secepatnya Bosku mendapat kekasih baru, agar ia bahagia. Batin Dila.

...

Kaisar menepati janjinya, untuk mengantar Dila pulang. Waktu menunjukan pukul lima sore, dan Kaisar sepertinya ingin mengajak Dila jalan-jalan. Kaisar tak membawa Dila ke jalan pulang menuju rumahnya, ia malah membawa Hila ke pesisir kota Denpasar.

"Kok kesini, Pak? Ini bukan arah menuju rumah saya!" Protes Dila.

"Aku tanya sama kamu, kamu itu siapa?" tanya Kaisar.

"Saya Dila, Pak. Kan Bapak juga tahu!" Dila heran.

"Profesi mu apa? Dan kamu bekerja pada siapa?"

"Sekretaris, ya tentu saja pada Pak Kaisar Gavindra yang terhormat." Dila sedikit kesal.

"Itu tahu!" Cibir Kaisar.

"Lantas?" Dila tak mengerti.

"Ya kamu gak usah bawel. Turutin aja apa kataku, mau aku bawa kemanapun kamu nurut aja, kamu kan sekretaris! Tahu kan tugas sekretaris itu apa?" Kaisar lagi-lagi membuat Dila kesal.

"Ah, iya baiklah Pak. Saya mengerti." Dila mengalah.

"Satu lagi ...."

"Apa?" Dila teramat kesal.

"Ini sudah diluar jam kerja, ingatkan apa ucapan ku saat itu? Jika sudah diluar pekerjaan, jangan panggil aku Pak, panggil aku Kai." Tegas Kaisar lagi.

Astaga, repot sekali hidup dengan Presdir menyebalkan ini. Gerutu Dila.

"Ba-baik, Pak, ehh Kai ...." Dila gugup.

Kaisar terus melajukan mobilnya, Dila sebenarnya bertanya-tanya, kemana mereka akan pergi. Namun, Dila terlalu malas untuk bertanya, karena Kaisar selalu menjawab semaunya. Hingga tibalah Kaisar dan Dila disebuah cafe cantik dekat pantai Sanur. Cafe yang menyajikan makanan khas Asia, dan dengan view pantai yang menawan.

"Kita ngapain, Pak?" tanya Dila.

"Kita ngamen!" Sambar Kaisar.

"Ish, Bapak ...." Dila cemberut.

"Nanya lagi, ya makan malam lah! Udah, ayo masuk. Kamu bawel banget sih Dil, akhir-akhir ini," gerutu Kaisar.

"Ya maaf, Pak," jawab Dila.

"Kaisar!" Tegas Kaisar.

"Astaga, iya maaf, Kaisar." Dila merasa sungguh tak enak.

Kai dan Dila masuk kedalam cafe, lalu duduk di tempat yang posisinya paling nyaman untuk menikmati suasana pantai. Entah mengapa, Kai malah ingin makan berdua bersama Dila. Kenyataan bahwa Ailyn hamil, membuatnya semakin lega dan bersemangat. Kai jadi tak ada beban lagi, dan Kai pun bebas untuk mencintai siapapun yang ia harapkan.

"Disini menu makanan asia semua, kamu mau pesan apa? Pesan aja, Dil." Ucap Kaisar.

"Yang aku tahu, yakiniku rice beef. Aku pesan itu aja deh, Pak, ehh Kai ...." Dila selalu tak nyaman memanggil nama Kaisar.

"Baiklah, aku akan segera memesannya," Kaisar pun memanggil pelayan.

Kaisar memesan makanan yang sama dengan Dila. Entah kenapa, jika bersama Dila, Kaisar selalu merasakan kenyamanan. Sekalipun ketika mereka sedang di kantor, jika Dila sudah memasuki ruang kerjanya, Kaisar selalu bahagia dan ada perasaan nyaman ketika Dila didekatnya.

Mereka pun makan bersama tanpa suara, mereka makan dengan tenang sambil diiringi suara ombak yang berhembus. Jika dilihat orang lain, mereka berdua sudah seperti pasangan kekasih, karena terlihat begitu cocok dan romantis. Namun nyatanya, hubungan mereka hanyalah sebatas sekretaris dan Bos saja, tak lebih dari itu.

"Kai," ucap Dila tiba-tiba.

"Kenapa, Dil?" jawabnya.

"Bagaimana perasaanmu mengetahui Ailyn hamil? Apa kamu tak sakit hati sedikitpun? Kenapa aku tak melihat rona kesedihan dari wajahmu?" tajya Dila.

"Untuk apa aku bersedih? Toh, itu yang aku inginkan. Lepas dari Ailyn, dan mencari kebahagiaanku sendiri." Jawab Kaisar.

"Tak ada sedikitpun kah perasaan untukmu pada Ailyn?" tanya Dila lagi.

"Tak ada, dan tak akan pernah ada," balas Kaisar.

Dila mengangguk, "Berarti, kau bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri sekarang,"

"Entah kenapa, tak perlu menemukan kebahagiaan pun, aku sudah sangat bahagia sekarang." Ucap Kaisar tanpa pikir panjang.

"Kok bisa?" Dila tak mengerti.

"Ah, tidak. Lupakan saja! Ngomong-ngomong, kamu kenapa belum menikah juga di usia yang sudah hampir kepala tiga? Tak mungkin seorang wanita tak menginginkan pernikahan. Bukankah itu yang diidamkan oleh seluruh kaum hawa? Bersanding di pelaminan dengan orang terkasih. Tak berniat kah kau untuk itu?" tanya Kaisar serius.

Dila menggeleng, "Tidak, dan tidak akan pernah ...."

Bagaimana bisa aku hidup dengan pria lagi? Aku begitu trauma dengan semua ini. Tak ada yang tahu, jika aku mendengar orang diculik, orang yang di p3rk0s4, atau orang yang dil3c3hk4n, diriku selalu refleks mengingat kejadian ku dulu. Aku selalu menangis sampai-sampai berkeringat hebat. Tak ada yang tahu, kalau aku trauma dengan laki-laki. Aku trauma, karena diriku dipermainkan. Bahkan, tak ada pula yang tahu, miss vi ku dulu pernah mengalami pembengkakan dan infeksi parah. Aku juga pernah mengalami ISK (infeksi saluran k3ncing) dan sepertinya aku tak ingin lagi ada lelaki yang masuk pada duniaku, karena semua itu membuat aku sangat trauma. Kecuali kamu, Pak Kais ... Karena kamu Bosku, dan aku terpaksa harus bekerja denganmu. Jika tak seperti ini, mungkin aku tak bisa menghidupi anakku ... Batin Dila.

"Kenapa? Kenapa kamu harus begitu? Tidak kah kamu punya perasaan suka dan mencintai?" tanya Kaisar.

Dila menggeleng, "Tidak, hati dan perasaanku telah mati. Aku sungguh tak tertarik dengan laki-laki. Menurutku, lelaki hanya ingin nikmat dan kepuasan saja. Kebanyakan dari mereka, tak pernah bisa menyayangi dan mengasihi wanita, kalau bukan karena tidur di ranjang. Dan aku tak bisa memaafkan laki-laki yang seperti itu."

Dari nada bicaramu, kamu seperti orang yang mengalami trauma pada laki-laki, Dila. Kamu kenapa? Dan apa yang membuatmu begitu tak ingin hidup dengan lawan jenis? Adakah penyebabnya? Batin Kaisar.

Kaisar mengernyitkan dahinya, "Pasti ada alasan kenapa kamu begini. Dan kamu jangan memandang laki-laki dengan sebelah mata. Satu kepala dengan kepala lainnya tak akan sama, begitupun sifat lelaki, sifatku dan lelaki lain tak akan sama. Dan kamu jangan menyamakannya, tentu saja akan berbeda."

"Tentu saja berbeda, saya tidak menyamaratakan, hanya melihat dari kebanyakannya. Bapak memang berbeda, dan Bapak begitu baik. Pasti beruntung wanita yang Pak Kais cintai nantinya. Semoga, sesegera mungkin, Pak Kais mendapatkan cinta yang sesungguhnya, dan bukan cinta karena perjodohan seperti waktu lalu." Dila tersenyum.

"Kenapa jadi membicarakan aku? Kita sedang membahas kamu, Dil. Kamu tak mungkin bisa hidup sendiri. Kamu butuh laki-laki untuk menjadi pendamping hidupmu. Tak inginkah kamu mempunyai buah hati dari suamimu nanti? Tak inginkah kamu mempunyai bayi lucu dari laki-laki yang kau cintai? Kamu jangan menutup diri. Apapun alasannya, wanita tetap membutuhkan laki-laki. Begitu pun sebaliknya, laki-laki dan wanita itu saling membutuhkan satu sama lain. Dan tentu saja tujuan akhirnya kehidupan yang bahagia, dengan anak-anak yang lucu." Tegas Kaisar.

Penjelasan Kaisar, membuat suasana hati Dila menjadi berantakan. Dila merasa, bahwa laki-laki hanya ingin tubuhnya, bukan menyayanginya. Hatinya tercabik-cabik teringat kisah kelam kehidupannya dulu. Ucapan Kaisar benar-benar membuat Dila tak nyaman. Anak? Buah cinta? Laki-laki yang kau cintai? Semuanya perset4n bagi Dila! Semuanya Bullsh1t. Tak ada laki-laki yang tulus mencintainya selain ingin keindahan tubuhnya.

Ucapan Kaisar membuat kepala Dila pusing dan terbayang-bayang akan kejadian kelam enam tahun yang lalu. Dari keterpurukan Dila bangkit hingga bisa seperti ini. Kehancuran hidupnya, semuanya terjadi karena ulah laki-laki biadab yang tak punya hati. Seketika pandangan Dila menjadi gelap, emosi memuncak dan ia tak bisa berpikir dengan tenang.

"AAARRRGGGHHHHH, aku benci hidupku!" Dila berteriak, dan ia pun menangis.

Dila memegangi kepalanya dan membuat rambutnya berantakan. Ucapan Kaisar begitu menghujam jantungnya. Membuat luka didalam hatinya terangkat lagi. Dila, wanita dengan beribu kehancuran yang kasih bisa bertahan untuk tetap hidup. Wanita yang tegar itu kini rapuh seketika.

"DILA, astaga ... kamu kenapa, Dil? Maafkan aku ...." Kaisar memegangi pundak Dila, ia kaget melihat Dila seperti orang yang depresi. Baru kali ini Kaisar melihat sifat aneh Dila. Sifat yang tak pernah Dila tunjukan pada Kaisar selama tiga tahun ini.