webnovel

3. Mitos Kucing Hitam

"Lebih baik kita memeriksanya!" ajak Azzam pada teman-temannya yang lain. Mereka pun mulai keluar untuk melihat sesuatu yang baru saja ditabrak oleh mobil itu.

Kina, Likha, Andrea, dan Felicia dengan takut mengintip sesuatu yang katanya tertabrak oleh mobil Ryan itu. Para cowok yang berani melihat langsung itu hanya ikutan agak linglung seperti Ryan.

"Kucing." Ucap Alan. Semuanya lantas ikut mengamati kucing hitam yang terkapar di aspal tersebut. Sudah tidak bergerak dan bahkan tidak mengeluarkan suara. Kucing hitam itu mati dengan perut robek yang mengeluarkan isi perutnya.

"Mmm… huweekk.." Kina rasanya sudah sangat mual melihat itu. Alan langsung sigap memegangi kedua lengan Kina dan menuntun gadis itu untuk duduk pinggir jok mobil yang terbuka.

"Mual? Mau muntah?" Tanya Alan dengan sabar.

Kina menggeleng saja dan tidak mau menyahut. Kepalanya langsung merasa sedikit pusing dan badannya agak gemetar. Kina paling tidak bisa kalau melihat sesuatu yang tragis atau sangat mengerikan.

Felicia, Likha, dan Andrea juga langsung menghampiri Kina. Memeriksa keadaan temannya itu. Sebenarnya tidak ada yang tidak bisa jijik melihat hal itu.

"Kalian para cowok jangan pada diem dong! Itu siapa yang harus beresin bangkai kucingnya.." peringat Felicia. Likha dan Andrea mengangguk bersamaan membenarkan apa yang dikatakan Felicia. Setidaknya mereka semua harus bertanggung jawab untuk menguburkan bangkai kucing hitam itu di sekitar pinggir jalan.

Kelima cowok itu hanya saling pandang beberapa detik. Rasanya Felicia, Likha, Kina maupun Andrea ingin menjewer kuping mereka satu per satu.

Ryan berdecak dan berkacak pinggang ingin kembali ke dalam mobil. "Ck. Bodo lah. Biarin gitu aja di jalanan. Ntar juga ilang sendiri itu bangkainya."

"Bego lo!" Timpal Alan tak terima. "Lo kan yang nyetir. Lagian gak bisa gitu dong. Udah ayo kita harus beresin bangkai kucing ini. Azzam, lo gali tanahnya di sekitar pepohonan. Leo lo cari apaan gitu di bagasi entah itu plastik atau apapun buat ngebungkus kucingnya. Alvin, kita beresin bangkainya pakai sarung tangan plastik ya." Ujar Alan memandu teman-temannya untuk sigap melakukam sesuatu.

Sementara para perempuan hanya mampu berdiam dan mengamati. Andrea sedari tadi diam saja dan tak menyahut apapun. Gadis itu memilih duduk di dekat Likha karena merasa nyaman. Sedangkan Felicia kini jadi sandaran kepala Kina yang masih pusing. Kina sebenarnya paling tidak bisa diajak bepergian. Gadis itu gampang mabuk darat, apalagi kalau ditambah dengan adanya hal-hal yang membuatnya semakin mual.

Alvin dan Alan kini sudah membereskan bangkai kucing tersebut dan membersihkan darah kucing yang berada di roda mobil Ryan dengan sebotol air mineral. Ryan yang tidak tahu harus berbuat apa itu hanya bisa menatap Alan dan Alvin yang tengah memindahkan bangkai kucing itu ke sebuah plastik sampah hitam yang sudah disediakan Leo.

Ryan ingin mengintip bagaimana cara kucing itu dikuburkan. Namun ketika langkahnya mendekat, Alan langsung saja menyemprotnya dengan kalimat larangan. "Udah diem aja lo di situ! Lo resek banget udah nabrak tapi lo gak mau nguburin." Sungut Alan.

"Udah biarin aja si Ryan. Gak beres tuh anak." Ujar Azzam yang sudah selesai menggali tanah yang dikeruk dengan batu.

Alan dan Alvin lantas segera menguburkan bangkai kucing itu. Mereka berempat sama-sama merapikan gundukan tanah kuburan si kucing dan ujungnya diberi ranting pohon yang sudah jatuh ke bawah.

Leo sudah menyiapkan sisa air mineral yang masih setengah botol untuk mencuci tangan mereka secara giliran. Ryan datang dan membawakan botol semprot berisi handsanitizer untuk teman-temannya. "Ya sorry deh gue tadi gitu. Abisnya ada-ada aja. Baru juga perjalanan udah nabrak kucing aja." Ujarnya memilih untuk berdamai.

Setelah semua selesai perihal menguburkan si kucing, para cowok kembali lagi masuk ke dalam mobil. Tentu saja dengan Ryan yang tetap mengemudi dan Alan yang berada di jok sampingnya.

Alan menengok ke arah Kina yang bersandar lemas di pundak Felicia. "Kina sakit?" Tanyanya.

"Masih mual aja dia katanya." Jawab Felicia. "Udah lanjut aja perjalanannya. Lo gak usah khawatirin Kina kali.. gue jaga gebetan lo." Sambungnya.

Alan hanya terkekeh kecil. Sementara Kina yang mendengar itu hanya bisa bergumam lirih dan tidak jelas. Likha juga diam saja dan memilih untuk meneguk minuman ion yang segar untuk menenangkan pikirannya.

"Firasat gue nggak enak." Ucap Andrea yang tiba-tiba menyeletuk. Sedari tadi gadis itu hanya diam mengamati teman-temannya yang membereskan bangkai kucing.

Ryan yang mendengar itu melirik ke arah spion tengah, "kenapa?" Tanyanya pada Andrea.

"Kita baru aja perjalanan dan kita nabrak kucing. Apalagi kucing hitam. Kalian pernah dengar mitos nggak sih? Tentang menabrak kucing. Itu berarti suatu tanda akan adanya kesialan yang bertubi-tubi, dan bisa aja akan ada yang celaka. Gue takut." Ujar Andrea gelisah.

"Ck. Lo masih aja percaya begituan? Shit lah!! Kalau gue mah udah gak percaya gituan.. ini udah tahun 2021. Serba canggih. Udah gak ada hal kayak gitu. Ya kali masih ada yang namanya demit."

PLAK!

Alan dengan santainya menggeplak kepala Ryan bagian tengkuk belakang. "Lo jangan asal ngucap. Lo mending diem deh Yan.. lo kalau mau tengil atau resek di perjalanan mending lo tidur aja biar gue yang nyetir." Ujar Alan yang agak emosi sedari tadi.

Ryan malah nyengir dan percaya diri. "Cihuuuyy santai aja kali. Kita tuh mau have fun. Pikiran gak boleh lah stres gitu. Jangan apa-apa dijadikan beban dam disangkut-pautkan dengan hal lain. Oke? Okee doonngg.." ujar Ryan berusaha menghibur teman-temannya. Yang ada, malah dominan dari mereka hanya mendengus saja mendengar perkataan Ryan tersebut.

Perjalanan cukup membuat sembilan mahasiswa itu merasakan lelah karena merasa terlalu lama duduk di dalam mobil. Kina yang sedari tadi sudah mual dan pusing itu segera keluar dari mobil dan menghirup udara segar yang sedikit berkabut. Puncak. Ah, akhirnya sampai juga.

"Widiihhh.. keren juga yah Vilanya. Gede sih ini. Apa nanti malam kita mulai barbeque an di sini?" Tanya Alan meminta pendapat teman-temannya. Namun tak ada yang menyahut. Kini semua sibuk satu per satu dengan barang bawaan mereka yang mulai dikeluarkan.

Seketika itu, seorang bapak-bapak yang kakinya sedikit pincang dengan baju lusuh dan menyeret sekop di tangan kirinya dan celurit di tangan kanannya datang mendekat. Langsung saja para cewek yang tadinya sibuk mengeluarkan barang jadi bersembunyi dibalik badan para cowok. Mereka saling bertanya dalam batin dan mengira-ngira, siapa bapak tersebut dan apa keperluannya?

Krincing! Bapak tersebut mengeluarkan kunci-kunci yang berada di saku celana kempolnya. "Perkenalkan saya Mang Asep, penjaga Vila sekaligus bagian kebersihan. Ini kunci pintunya." Ujarnya sambil mengulurkan tangan bermaksud memberikan sebuah kunci berwarna emas itu pada mereka. Namun tidak ada yang berani mendekat. Pasalnya, tangan yang di gunakan untuk memberikan kunci juga membawa sebuah celurit tajam. Seakan-akan mengarahkan celurit itu pada mereka.