webnovel

Catatan 3 : Retakan Kecil

Ini masih pagi, namun teman-teman sekelasnya sudah mengeluarkan suara berisik layaknya kawanan bebek yang sedang tamasya. Sheren yang baru saja tiba di kelas, menatap Sashi dengan pandangan penuh tanya. Sashi terlihat membaca kertas di tangannya dengan ekspresi serius. Hal ini tentunya membuat Sheren penasaran. Gadis itu mengetuk meja Sashi yang tepat berada di belakang bangkunya.

Merasakan seseorang mengetuk mejanya, Sashi mengalihkan atensinya pada si pengetuk meja. "Ada apa, She? Omong-omong, kapan kamu sampai di kelas?"

Sheren terkekeh mendengar pertanyaan kedua Sashi. Gadis itu rupanya tidak menyadari kedatangannya karena terlalu fokus pada kertas di tangannya. "Itu apa?" Sheren mengembalikan fokusnya dengan menanyakan langsung isi kertas di tangan Sashi.

Bibir Sashi bergerak membentuk huruf ' o ' kecil, lalu dia berkata, "Ini adalah brosur salah satu perguruan tinggi negeri di provinsi kita. Aku sedang mencari-cari informasi tentang jurusan yang kuinginkan."

Sheren mengerutkan keningnya. Dia merasa kebingungan dengan tindakan Sashihara. Mereka masih berada di tahun pertama sekolah menengah atas. Mereka bahkan masih butuh dua tahun lagi untuk bisa berada di tingkat akhir sekolah menengah atas ini. "Kenapa kamu buru-buru mencari informasi tentang itu? Bukankah itu bisa kamu lakukan nanti? Setelah kita naik ke kelas sebelas."

Sashihara mendesah, kentara sekali bahwa gadis itu lelah dengan pertanyaan Sheren. Sashihara tidak menyukai sifat Sheren yang suka menunda segala sesuatunya. "She, semakin awal kita mencari informasi, maka bisa dipastikan kita semakin banyak mendapatkan informasi dan semakin kita mempersiapkan diri dengan matang untuk masuk ke universitas yang kita inginkan."

Sheren mengangguk mengerti. Dia baru saja ingat bahwa Sashihara setipe dengan Mama. Sama-sama ambisius. Akhirnya, Sheren kembali mendudukkan diri ke kursinya sendiri. Lalu, gadis cantik itu memakai headset untuk mendengarkan musik favoritnya. Kemudian, sebuah lagu mengalun lembut di telinganya. Jari jemari Sheren mengetuk-ngetuk meja seirama dengan ketukan musik yang terdengar di telinganya.

Tak lama kemudian, seorang gadis cantik dengan rambut bob pendek dengan warna coklat gelap melepas salah satu headset yang menyumbat telinga Sheren. Hal itu tentu saja membuatnya kaget. Kemudian, Sheren menoleh pada si gadis berambut coklat sembari memberikannya tatapan tajam. Namun, gadis itu tidak takut. Sama sekali tidak takut dengan tatapan tajam Sheren yang seperti tadi. "Kamu kira aku takut dengan tatapanmu itu? Tentu saja tidak," ucap gadis berambut coklat itu sambil tergelak.

Sheren mematikan pemutar musik di ponselnya. Lalu, tangan kirinya melepas headset di telinga kirinya yang tidak ikut dilepas oleh Rhea. "Kamu itu ya! Pagi-pagi udah bikin orang gemas!" Sungguh, Sheren sangat gemas dengan tingkah laku Rhea, namun dia tentu saja tidak boleh menyakiti teman sejak kecilnya ini.

"Ren, akhir pekan pergi yuk!"

Sheren mengernyit mendengar ajakan Rhea. Tumben dia mengajak dari jauh-jauh hari? Biasanya juga dia tidak pernah bilang-bilang dan secara tiba-tiba sudah berada di depan rumah Sheren. "Tumben mengajak sejak jauh-jauh hari? Biasanya kamu selalu spontan," balas Sheren.

Rhea tertawa mendengar kalimat Sheren. Ya, itu memang benar dan dia tidak bisa memungkiri itu. "Lagi ingin saja. Yuk pergi! Mall? Toko buku? Bioskop?" tawar Rhea sembari menaik turunkan kedua alisnya dan menatap Sheren dengan tatapan jenaka yang riang.

Tawa Rhea seakan virus yang menular padanya, karena kini Sheren ikut tersenyum saat melihat senyuman Rhea. "Boleh! Ayo pergi! Lagi pula, aku sudah bosan hanya di rumah saja dan mendengar ceramah dari orang tuaku," jawab Sheren dengan nada bosan di akhir kalimatnya. Rhea tertawa mendengarnya. Gadis cantik itu menatap Sheren dengan senyum riang.

***

"Shaka, Shawn katanya akan pulang ya? Kapan dia kembali ke sekolah?"

Pertanyaan itu mungkin menjadi pertanyaan keseribu yang di dengar oleh Shaka hari ini. Bocornya informasi tentang rencana kepulangan Shawn menimbulkan kegemparan massa. Para siswa, terutama para siswi, sangat antusias menyambut kepulangan Shawn kembali ke sekolah ini. Maklum, Shawn adalah artis muda yang sedang naik daun dengan banyak prestasi. Parasnya yang tampan disertai dengan bakat luar biasa membuat banyak orang, terutama para gadis, terpesona padanya dan menjadi penggemarnya.

"Aku kurang tahu. Shawn tidak bilang apa-apa padaku," dusta Shaka pada salah satu siswi itu. Entah sudah berapa kali Shaka mengatakan hal yang sama pada para siswa-siswi yang bertanya tentang Shawn padanya. Dan jawabannya selalu sama. Lalu, siswi itu mengangguk mengerti walau gurat kecewa muncul di wajahnya karena jawaban Shaka yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. Gadis itu kemudian pergi meninggalkan Shaka dan kembali ke kelasnya sendiri.

Shaka kembali melihat ke arah langit, kedua manik matanya menatap lekat pada awan-awan yang berarak bebas di udara. Pikirannya kembali tertuju pada pertanyaan salah satu temannya tadi. Sebenarnya, Shaka tahu persis kapan Shawn akan pulang. Shawn tidak pernah alpa menghubunginya disela-sela kesibukannya. Karena hanya Shaka teman yang Shawn punya. Shawn tidak punya teman dekat sejak kecil, karena seluruh waktunya dihabiskan untuk bekerja. Dia sudah menjadi aktor sejak usia balita. Dan namanya semakin meroket sejak dia memutuskan untuk terjun ke bidang tarik suara. Namun, Shaka tidak akan mengumbar privasi rekannya itu. Dia tidak akan memberitahu mereka tentang tanggal pasti kepulangan Shawn. Lamunan Shaka akhirnya diinterupsi oleh bel pertanda kelas akan dimulai. Bunyi itu membuat Shaka dengan cepat berlari menuju kelasnya yang berada tepat lima meter di belakangnya.

***

Para siswa telah berhamburan ke luar kelas saat bel tanda istirahat berbunyi. Sheren meregangkan tubuhnya yang terasa pegal karena duduk dengan posisi sama yang lumayan lama. Sashihara sudah berdiri di samping Rhea. Sementara Rhea juga sudah berdiri dari kursinya, namun kedua tangannya sibuk dengan rambutnya yang sedikit berantakan. Rhea tengah menyisir rambut coklatnya. Sheren lalu beranjak dari duduknya, kemudian dia berjalan santai keluar dari kelas. Rhea yang telah selesai menyisir rambut, lalu berlari kecil mengejar Sheren bersama Sashihara. Kemudian, Sheren berhenti diambang pintu kelas. Gadis itu sengaja berhenti agar dua temannya itu bisa berjalan sejajar dengannya nanti. Sheren tak suka jika dia harus berjalan mendahului teman-temannya sementara mereka mengikutinya dari belakang. Dia tak suka dengan kesan bossy. Rhea dan Sashihara akhirnya tiba diambang pintu tempat Sheren sedang berdiri. Mereka bertiga kemudian berjalan beriringan menuju kantin.

***

Kantin sangat ramai saat jam istirahat. Sehingga cukup sulit bagi mereka untuk bisa menemukan tempat duduk yang kosong. Sashihara menepuk pundak kedua temannya secara bersamaan seraya berkata, " Kalian yang pesan makanan. Biar aku yang mencari bangku kosong untuk kita." Sheren dan Rhea mengangguk setuju. Mereka kemudian berpencar. Rhea menuju kios yang menjual makanan berat seperti soto, sementara Sheren berjalan menuju kios minuman. Lalu, Sashihara sibuk menelusuri setiap sisi kantin untuk menemukan tiga bangku kosong yang bisa mereka tempati. Akhirnya, Sashihara berhasil menemukannya.

Sheren telah selesai memesan minuman. Gadis itu kemudian membawa tiga gelas plastik berukuran besar dalam kantung plastik. Gelas plastik itu berisi tiga minuman yang berbeda. Yang pertama adalah smoothie pisang stroberi milik Rhea, yang kedua adalah gelas berisi minuman boba rasa permen karet milik Sashihara, dan gelas ketiga berisi jus mangga yang dicampur dengan stroberi. Sheren melihat Sashihara melambaikan tangan ke arahnya dari salah satu sudut kantin. Sheren lalu bergegas menuju tempat di mana Sashihara duduk.

Rupanya, Rhea telah tiba di sana lebih dulu saat Sheren datang. Gadis berambut hitam itu kemudian meletakkan tiga gelas plastik itu ke atas meja dengan hati-hati. Sepiring siomay telah tersedia di salah satu meja yang berhadapan dengan kursi kosong. Sheren tersenyum sembari menduduki kursi kosong tersebut. "Makasih, Rhea," senyumnya menatap Rhea.

"Sama-sama, She," balas Rhea tersenyum. Mereka lalu menyantap makan siang mereka dengan tenang.

Keheningan itu akhirnya dipecahkan oleh suara Sashihara yang mengatakan, "Kalian sudah ada rencana mau kuliah di mana?"

Pertanyaan Sashihara kontan membuat nafsu makan Rhea dan Sheren menguap. Kedua gadis berbeda warna rambut itu saling menatap, kemudian dua gadis itu beralih menatap ke arah Sashihara.

"Sashihara Reynara, kita baru saja memasuki SMA. Belum ada setahun kita di sini dan kamu sudah memikirkan ke mana kita akan kuliah? Yang benar saja!" kata Rhea tak habis pikir. Gadis berambut coklat itu jelas jengkel dengan Sashihara.

Melihat kejengkelan Rhea kepadanya, tidak serta merta membuatnya takut. Sashihara justru menatap Rhea dengan tatapan tajam. "Kamu tahu, Rhe? Pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang sangat sempit! Kamu tidak memiliki rencana masa depan yang matang! Lalu, bagaimana kamu akan sukses di masa depan jika kamu tidak memulainya dari sekarang? Bagaimana kamu bisa masuk universitas ternama jika kamu berpikiran sempit seperti itu?"

"Sashi, kamu tidak tahu Rhea secara keseluruhan. Jangan bertindak seolah-olah kamu sudah tahu bahwa Rhea tidak memiliki rencana untuk masa depannya dan menghakiminya seperti ini. Kamu hanya mengenal Rhea dari apa yang dia tampakkan padamu. Dan itu belum semuanya," kata Sheren tenang, "Lagi pula, tidak semua hal harus diberitahukan padamu."

Sashi menatap Sheren dengan pandangan menghakimi. Gadis itu menatap angkuh pada Sheren. "Pantas saja kamu tidak sehebat Shaka dan justru tertinggal jauh di belakang Shaka," ucap Sashihara dengan tatapan menghina.

Kalimat Sashihara membuat Rhea naik pitam. Gadis itu menggebrak meja kantin dengan kencang. Gebrakan ini tentu saja mengundang perhatian seluruh orang yang berada di kantin ini. Tiga sekawan itu kini menjadi pusat perhatian orang-orang di kantin. "Kamu tahu, Nona Sashihara Reynara Yang Terhormat? Alasan kamu tidak memiliki teman di sini adalah karena sikap menyebalkanmu yang memandang rendah orang lain, yang disertai dengan sikap ambisius yang kelewat batas! Kamu berpikir bahwa semua orang yang tidak membeberkan rencana masa depannya padamu adalah orang-orang gagalkan? Oh aku lupa, bahkan orang-orang yang memberitahumu tentang rencana masa depan mereka pun juga termasuk bagian dari orang-orang pecundang karena bagimu, rencana terbaik adalah rencanamu!" ucap Rhea penuh penekanan. Wajah gadis berambut coklat itu kini merah padam. Pertanda dia sedang sangat marah! Sementara itu, Sashihara tampak menatap Rhea dengan dagu terangkat. Gadis cantik itu tampak tidak peduli jika Rhea tersinggung. Karena yang terpenting baginya adalah dirinya sendiri, rencananya sendiri.

Melihat situasi yang memanas, Sheren menggenggam lengan kanan Rhea. Genggaman tangan Sheren membuatnya menoleh menatap si gadis. Sheren menatap Rhea, kemudian melirik Sashihara sekilas. Gadis cantik berambut hitam itu kemudian kembali menatap Rhea seraya berkata, "Ayo pergi dari sini. Suasananya sudah tidak kondusif. Bawa serta minumanmu." Rhea mengangguk. Lantas, dua gadis itu berlalu meninggalkan kantin sambil membawa minuman mereka masing-masing. Mereka meninggalkan Sashihara di kantin sendirian, namun hal itu tidak berpengaruh apa-apa pada Sashi.

***

"Kamu lihat wajahnya tadi Ren? Ingin rasanya aku menjambak rambutnya itu!! Wajah sombongnya benar-benar menyebalkan!" Lalu, Rhea menyumpahi Sashihara dengan berbagai macam kata-kata kotor. Sesekali, Rhea menghentakkan kakinya ke tanah dengan kasar, seolah-olah dia sedang menginjak Sashihara.

Sheren tidak melakukan apa-apa. Gadis itu hanya duduk diam di bangku taman seraya memperhatikan Rhea yang tengah meluapkan kekesalannya pada Sashihara. Sheren tidak ingin menginterupsi amarah Rhea. Karena Sheren tahu bahwa menyalurkan amarah adalah hal yang baik untuk meminimalisir dampak ledakan amarah yang bisa saja terjadi di masa depan. Amarah yang selalu disimpan rapat-rapat sangat berpotensi meledak dengan dampak luar biasa.

Tidak jauh dari tempat dua gadis itu berada, Shaka baru saja kembali dari ruang ganti khusus laki-laki. Taman tempat Sheren dan Rhea berada memang berada dekat dengan ruang ganti khusus laki-laki. Melihat adiknya ada di sana, Shaka berniat menghampiri adiknya. Namun, dia kembali mengurungkan niatnya saat dia ingat betapa canggungnya dia dan adiknya. Shaka sendiri tidak mengerti mengapa dia bisa secanggung ini dengan adik kembarnya sendiri. Jadi, yang bisa dilakukan oleh Shaka sekarang hanyalah bersandar pada tembok penyangga bangunan sembari mengamati sang adik dari kejauhan.

Seseorang baru saja keluar dari ruang ganti. Pemuda itu berjalan mendekati Shaka yang tengah bersandar di tembok sembari menatap penuh konsentrasi pada dua orang gadis yang berada di taman tak jauh dari ruang ganti. Keano mendekati Shaka dengan rasa penasaran yang tinggi. Seingat Keano, gadis dengan rambut panjang sepunggung itu adalah saudari kembar Shaka yang sering menjuarai kompetisi piano.

"Shaka? Sedang apa kamu di sini?" tanya Keano penasaran.

Pemuda itu sudah berdiri tepat di belakang Shaka. Dia juga tengah memandang ke arah yang ditatap oleh Shaka.

Pertanyaan itu tentu saja membuat Shaka terlonjak kaget. Dia lalu menoleh kepada Keano yang berdiri tepat di belakangnya. "Sejak kapan kamu di sini?!"

Keano memutar bola matanya malas saat mendengar pertanyaan dengan nada tinggi dari temannya ini. "Sejak negara api menyerang! Ck! Kamu kenapa sih Ka? Kelakuanmu ini mirip penguntit, tahu gak?"

Shaka mengibaskan tangan kanannya di depan wajahnya. Matanya menatap Keano dengan pandangan tidak terima. "Enggak, aku bukan penguntit! Aku hanya sedang mengamati adikku."

Pengakuan Shaka membuat Keano semakin heran. Lantas dia bertanya, "Kenapa harus kamu amati dari jauh? Kenapa kamu tidak mendekat saja ke sana?"

"Enggak apa-apa, aku tidak ingin mengganggu dia yang sedang bersama temannya," dusta Shaka. Lalu pemuda itu merangkul pundak kiri Keano, "Ayo kembali ke kelas." Kemudian, Shaka meninggalkan koridor ruang ganti bersama Keano.

Sementara itu, Rhea sudah puas marah-marah dan memaki Sashihara. Gadis itu kemudian bertanya pada Sheren, "Jam berapa ini,She?"

Sheren mengangguk. "Ayo kembali ke kelas. Sebentar lagi bel masuk." Lalu, kedua gadis itu berjalan meninggalkan taman.

***

Surabaya, 14 Januari 2020

Persahabatan yang dilandasi oleh rasa terpaksa tidak akan pernah membuat hubungan itu bertahan lama.

Next chapter