Alfa masih berusaha menghubungi nomor Erfly. Masih sama saja, nomor Erfly tidak aktif. Alfa menelfon Gama kembali, setelah 2 jam berlalu tidak ada kabar dari Gama.
"Iya dok...", Gama menjawab dari ujung lain telfon.
"Kamu sudah dapat kabar dari Erfly...?", Alfa bertanya cemas.
"Kata polisi Hutan yang jaga posko pendakian gunung tujuh, dia ada disana. Ini Gama mau menyusul kesana dok", Gama menyampaikan informasi yang dia dapatkan dari kang Untung.
"Saya ikut, kamu dimana sekarang...?", Alfa langsung menyerbu.
"Saya udah mau sampai dok, dokter jangan khawatir. InsyaAllah Erfly baik-baik saja, kalau ketemu, saya langsung suruh pulang", Gama berusaha meyakinkan Alfa. "Saya tutup dulu dok, saya mau masuk pintu rimba, disini g'ak ada signal", Gama memutuskan hubungan telfon.
***
Erfly sudah jauh lebih tenang. Satia tetap diam mematung, dia tidak berani menanyakan apa-apa kepada Erfly. Mengapa Erfly bisa menangis histeris seperti tadi. Satia hanya menjaga Erfly agar tidak berbuat nekat.
"Astagfirullah dek...!!!", Gama keluar dari hutan, langsung berlari menghampiri Erfly.
"Abang...? Kok bisa disini...?", Erfly bertanya bingung.
"Semua orang panik nyariin kamu dek...! G'ak tahunya malah disini", Gama mengacak rambut Erfly karena merasa kesal.
"Saya turun kalau begitu, sudah ada Gama disini", Satia bicara pelan, kemudian memukul pelan lengan Erfly.
"Terima kasih mas", Erfly bicara pelan.
"Saya g'ak berbuat apa-apa kok", Satia bicara disela senyumnya, memamerkan lesu pipinya yang manis.
"Seg'aknya, mas g'ak ninggalin saya sendirian", Erfly menjawab diluar dugaan Satia.
Satia tersenyum lembut, kemudian mengangguk pelan. Semakin berlalu menjauhi Erfly dan Gama.
"Abang kok tahu Erfly disini...?", Erfly bertanya pelan, mengalihkan tatapannya kepada Gama.
"Tadi dokter Alfa nelpon abang, katanya kamu berantem sama ayah. Terus nomor kamu g'ak bisa dihubungi. Mereka khawatir tahu", Gama menjelaskan. "Abang cari kamu kemana-mana, terus... G'ak sengaja ketemu kang Untung. Dia yang nelpon ke yang jadwal jaga, benar katanya kamu disini", Gama menambahkan kenapa dia bisa sampai berakhir digunung mencari Erfly.
"Maaf bang...", Erfly bicara lirih.
"Hobby kok berantem sama ayah kamu sih...? G'ak ada hobi yang bagusan dikit apa...?", Gama bertanya asal.
Erfly spontan memeluk Gama, kemudian menangis sejadi-jadinya.
"Kamu kenapa dek...?", Gama bertanya bingung.
"Erfly... Harus gimana bang...?", Erfly bicara terbata disela tangisnya.
Entah nasib sial apa lagi ini. Cakya muncul entah dari mana, melihat adegan yang menyakitkan mata sekaligus mencabik hatinya.
"Ternyata percuma aku nyari kamu kemana-mana...", Cakya bicara pelan.
"Cakya...", Erfly dan Gama bicara hampir bersamaan. Erfly langsung melepaskan pelukannya dari Gama.
Cakya tidak menunggu aba-aba berikutnya, kemudian langsung berlari secepat yang dia bisa memasuki hutan. Yang ada dipikirannya saat ini, bagaimana dia bisa pergi jauh dari 2 orang yang sangat berarti untuknya, 2 orang yang paling berhasil menyakitinya.
Erfly dan Gama menyusul dibelakang Cakya secepat yang mereka bisa. Erfly dirugikan dengan tubuhnya yang berukuran lebih mungil, sehingga tidak bisa berlari secepat Cakya. Erfly meminta Gama untuk menyusul Cakya lebih dulu, Gama dengan segera menolak, tidak mungkin Gama tega meninggalkan Erfly sendirian didalam hutan.
Setelah sampai kepintu rimba Gama baru berlari secepat yang dia bisa, untuk mengejar Cakya. Erfly masih berusaha keras menyusul mereka dibelakang.
Gama berdiri tepat didepan motor Cakya, menahan agar Cakya tidak menghidupkan motornya. Gama berharap Cakya mau mendengarkan penjelasan Erfly dan dirinya.
"Om pergi atau Cakya tabrak...?", Cakya bertanya dingin, tatapannya setajam Elang, langsung berhasil menusuk ke jantung Gama.
"Kamu dengar dulu...!", Gama memohon frustrasi.
"G'ak ada lagi yang harus Cakya dengar. Semua udah jelas", Cakya bicara dengan suara penekanan.
"Gama g'ak ada apa-apa sama Erfly...! Kamu salah paham...!!!", Gama berteriak frustrasi.
Kang Untung dan Satia hanya menatap dari teras rumah. Mereka tidak berani ikut campur urusan Gama dan Cakya. Mereka hanya bisa menebak-nebak apa yang sedang terjadi, dari percakapan pertengkaran Gama dan Cakya.
Cakya mengegas motornya, kalau saja Gama tidak sigap menghindar, Gama sudah ditabrak oleh Cakya. Gama jatuh tersungkur ketanah menghindar dari motor Cakya. Kembali Cakya mengegas motornya, kali ini Cakya kalah cepat, Erfly sudah naik dibelakangnya.
"Turun...!", Cakya memberi perintah dingin.
"Kita harus ngomong", Erfly mengejar sengit.
"Apa yang udah aku lihat dengan mata kepala aku sendiri udah jelas", Cakya tetap tidak mau kalah. "Turun...!!!", Cakya kembali memberi perintah, kali ini Cakya tidak segan-segan membentak Erfly.
Erfly bukannya takut, malah melemparkan kunci motornya kearah Gama. "Dek...?", Gama yang sigap menangkap kunci motor Erfly bertanya bingung. Gama tahu pasti Cakya sedang emosi, dia juga belum pulih total dari pengeroyokan kemarin. Cakya bukan hanya akan membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi juga Erfly nantinya.
Cakya tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melaju pergi dengan kecepatan tinggi.
"Gama harus susul Cakya dan Erfly. Maaf, Gama permisi kang, mas. Assalamu'alaikum", Gama segera berlalu dengan motor Erfly, menyusul Cakya dan Erfly.
"Wa'alaikumsalam. Hati-hati Gam...!!!", Satia berteriak cemas.
***
Kang Untung memilih kembali duduk diteras menyeruput kopinya.
"Ada apa lagi sama mereka...?", kang Untung bergumam pelan.
"Saya g'ak tahu kang. Tapi... Sepertinya... Erfly sedang ada masalah", Satia berusaha memberikan pendapatnya.
"Masalah...? Tahu dari mana...?", kang Untung bertanya asal.
"Tadi... Saya dari danau, ketemu Erfly. Dia menangis setelah membaca wa. Setelah itu... Dia hanya diam sepanjang waktu. Setelah mengucapkan kalimat", Satia kembali mengingat-ingat kejadian saat di danau tadi bersama Erfly.
"Maksudnya...?", kang Untung mengerutkan keningnya.
"Jadi... Karena ini ayah begitu membenci Cakya...? Terus... Erfly harus bagaimana...?", Satia mengulang kalimat yang diucapkan Erfly sebisanya.
"Hem... Sepertinya Cakya lagi ada masalah dengan Erfly", kang Untung berusaha menebak.
"Yang saya bingung kang, kok sekarang Erfly dan Gama. Malah kejar-kejaran sama Cakya...? Bukannya Cakya kesini menyusul Erfly ya...?", Satia bertanya bingung.
"Liyeur ei", (Pusing ah) kang Untung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
***
Petir menyambar, Erfly spontan memeluk Cakya seerat yang dia bisa, air mata mulai mengalir tanpa permisi. Erfly tidak berani membuka matanya, Erfly hanya pasrah diatas motor bersama Cakya yang melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak berapa lama, hujan mulai turun. Tidak ada tanda-tanda Cakya akan menghentikan motornya untuk berteduh.
"Cakya...! Berhenti...!!! Bahaya, kamu bawa motor seperti itu...!!!", Gama berteriak disamping Cakya, setelah berhasil menyusul Cakya dan Erfly.
Cakya tidak bergeming malah mempercepat laju motornya, meninggalkan Gama dibelakang. Erfly perlahan membuka matanya. Disaat yang sama, sebuah mobil tiba-tiba menyalip, Cakya segera banting stir. Sialnya, karena hujan jalanan menjadi lebih licin. Ban motor Cakya selip, motor Cakya terlempar kesemak belukar.
"Cakya....!!! Erfly...!!!", Gama berteriak ngeri, langsung menyusul Cakya dan Erfly.
Cakya langsung bangun begitu jatuh mendarat ketanah. Matanya liar mencari Erfly.
"Dek...!!! Bangun...!!!", Gama berteriak ngeri, melihat muka Erfly yang penuh darah. Bahkan Erfly muntah darah.
Cakya membuka helm yang membungkus kepalanya. Tubuhnya mematung, tidak bisa bergerak, melihat muka Erfly yang berlumuran darah.
Bayangan kecelakaannya bersama Asri kembali menyerbu kepalanya, Cakya merasakan serangan sakit kepala yang teramat sangat.
"Aah.... Ah....", Cakya meringkuk ditanah menarik-narik rambutnya, menahan sakit yang tiba-tiba menyerang. Bahkan Cakya menangis meraung kesakitan, sedetik kemudian dia langsung kehilangan kesadarannya.