webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Jangan kayak gini dek...!!!

Orang mulai berdatangan. Mengerumuni Erfly dan Gama. Kang Untung yang mendapat kabar tentang kecelakaan, langsung menuju tempat kejadian. Susah payah kang Untung dan Satia menerobos keramaian bersama Satia.

"Astagfirullah... Cakya...!!!", kang Untung memindahkan Cakya ke tempat datar, dibantu oleh warga yang ada.

Satia segera mengambil motor Cakya dari semak belukar. Memarkirkan ketempat yang lebih aman.

Satia menghampiri Gama yang berlumuran darah Erfly yang masih saja mengalir tanpa henti.

"Jangan kayak gini dek...!!!", Gama berteriak memeluk Erfly seerat yang dia bisa. "Bangun dek...!!! Jangan bikin abang takut kayak gini...!!! Dek...!!! Bangun dek...!!!", Gama masih menangis sejadi-jadinya, menguncang-guncangkan tubuh Erfly, agar Erfly segera sadar. Akan tetapi sekeras apapun Gama berusaha, Erfly tetap tidak sadarkan diri.

"Erfly...!!!", Alfa berlari menghampiri Erfly. Alfa memberi perintah untuk membaringkan Erfly keatas jalan yang datar. Alfa dengan sigap memberikan pertolongan pertama. Beruntung Alfa sempat menelfon ambulance.

Selang beberapa menit kemudian, Erfly segera dilarikan kerumah sakit. Alfa ikut bersama ambulance, sedangkan Gama mengambil alih mobil Alfa, membawa Cakya kerumah sakit. Sedangkan motor Erfly dan Cakya di titipkan di posko penjagaan pendakian gunung tujuh.

Sesampainya dirumah sakit umum, Erfly segera dilarikan keruang operasi. Alfa langsung bertindak sebagai dokter yang bertanggung jawab atas operasi Erfly.

Sedangkan Cakya menjadi tanggung jawab Kahfi. Cakya hanya mengalami goresan luka dibeberapa bagian tangan dan kakinya. Kahfi tetap melakukan CT Scan, untuk menghindari kemungkinan terburuk.

Cakya dipindahkan keruang rawat, untuk melihat perkembangan Cakya. Gama segera menghubungi ibu dan ayah Cakya, mereka datang dengan tergesa-gesa.

"Gam... Apa yang terjadi...?", ibu Cakya bicara dengan air mata yang mengalir deras.

"Karena hujan, Cakya tidak bisa menghindar dari mobil yang menyalip", Gama menjelaskan kronologi kecelakaan terjadi.

"Lalu...? Bagaimana keadaan abang...?", ibu Cakya bertanya cemas.

"Lagi menunggu hasil cek lab kak", Gama menjawab dengan gelisah.

***

Alfa masih berjibaku dengan alat medisnya. Salah sedikit, nyawa Erfly yang menjadi taruhannya. Berkali-kali tangannya gemetaran karena merasa ketakutan. Kalau dia tetap egois melanjutkan operasi, akan bisa membahayakan keadaan Erfly. Lebih parahnya lagi, Erfly bisa saja kehilangan nyawa di meja operasi karena dirinya.

"Suster Rima, hubungi rumah sakit DKT. Minta dokter Firman kesini", Alfa memberi perintah.

"Tapi dok... Dokter Firman... Bukan dokter sini, itu akan menjadi masalah nanti...", Rima berusaha mengingatkan Alfa.

"Alfa yang tanggung jawab....!!! Buruan...!!!", Alfa berteriak kesal.

Rima tidak punya pilihan lain, dia langsung menghubungi dokter Firman. Hanya dalam hitungan menit, dokter Firman muncul di ruang operasi bersama Nazwa dan dokter Iqbal yang mengekor dibelakang.

Dokter Firman dan dokter Iqbal melihat laporan perkembangan Erfly. Setelah yakin apa yang akan dia lakukan, dokter Firman menghampiri Alfa.

"Mulai saat ini, operasi saya ambil alih", dokter Firman bicara dengan nada yang yakin.

Alfa beranjak dari kursinya. "Terima kasih dokter...", Alfa bicara dengan sepenuh hati.

"Jangan sungkan", dokter Firman menepuk-nepuk pelan lengan Alfa.

Alfa berniat melangkah kembali keruangannya, akan tetapi tiba-tiba kakinya tidak sanggup menopang berat badannya. Alfa jatuh kelantai.

"Astagfirullah...! Dokter Alfa... Anda tidak apa-apa...?", Nazwa sigap membantu Alfa untuk berdiri.

Alfa melambaikan pelan tangan kanannya, sebagai isyarat dia baik-baik saja. Nazwa membantu Alfa untuk berdiri.

"Sebaiknya dokter istirahat saja. Disini biar kita yang ambil alih", Nazwa memberi jaminan.

"Terima kasih suster...", Alfa membalas sopan.

"Jangan sungkan dokter. Ini sudah menjadi tugas kami", Nazwa tersenyum berusaha menenangkan Alfa.

Alfa segera melangkah perlahan menuju ruangannya, tubuhnya masih gemetar membayangkan Erfly yang berlumuran darah. Terdengar suara ketukan pintu. "Masuk...!!!", Alfa berusaha keras mengantrol dirinya agar lebih tenang.

"Dokter...", Gama bicara lirih muncul dari daun pintu ruangan Alfa.

Gama duduk tepat dihadapan Alfa. "Bagaimana keadaan Erfly dok...?", Gama bertanya dengan nada suara bergetar.

"Dia masih diruang operasi...", Alfa menjawab dengan suara paling rendah.

"Kenapa bukan dokter yang...", ucapan Gama terputus karena sudah disela oleh Alfa.

"Kamu pikir aku bisa melihat keadaan dia yang menyedihkan seperti itu diatas meja operasi...??!!!! Kamu pikir aku sanggup menganggap dia sebagai orang lain diatas meja operasi...!!! Kamu anggap saya apa...???", Alfa meradang, tangis yang sedari tadi di tahannya pecah begitu saja. Pertahanannya yang kokoh bagai gunung, seketika luluh lantak, rata dengan tanah. Saat dia sadar dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong gadis yang sangat dia cintai. Alfa mengacak rambutnya kesal, merasa frustrasi.

"Saya... Minta maaf dokter. Saya... Tidak bisa menjaga Erfly sesuai janji saya", Gama bicara dengan rasa bersalahnya.

Alfa menarik nafas panjang, berusaha keras mengantrol emosinya.

"Semua udah kejadian, kita do'akan yang terbaik untuk Erfly", Alfa bicara dengan suara pelan.

Kahfi membuka pintu ruangan Alfa tiba-tiba.

"Alfa...!!!", Kahfi muncul dengan terengah-engah.

"Sialan. Ketuk pintu dulu bisa g'ak...?!", Alfa memaki Kahfi karena kaget.

"Maaf, kamu harus lihat ini", Kahfi menyerahkan laporan pasien ketangan Alfa.

"Hanya luka lecet. Apanya yang salah...?", Alfa mengerutkan keningnya.

"Justru itu yang menjadi pertanyaan saya. Pasien tidak mengalami luka berat. Tapi... Ada yang aneh...", Kahfi kembali melanjutkan ucapannya.

"Maksudnya...?", Alfa tidak mengerti dengan ucapan Kahfi.

"Sebaiknya dokter cek sendiri, pasien atas nama Cakya", Kahfi menjelaskan identitas pasien.

"Cakya...?!", Alfa dan Gama bicara hampir bersamaan.

"Kompak amat...", Kahfi tertawa renyah.

Alfa segera menyeret jubah dokternya, menuju kamar inap Cakya. Dibelakangnya, Gama dan Kahfi menyusul dengan setia.

Terlihat ibu Cakya sedang menahan tangis menatap keluar jendela rumah sakit. Sedangkan ayah Cakya duduk di kursi dengan wajah frustrasi.

"Om... Dari mana saja...?", Cakya berusaha bangun dan meraih tangan Gama.

Gama menghampiri Cakya, dengan langkah perlahan. "Kamu... Istirahat saja", Gama membantu Cakya berbaring kembali.

Cakya mencium punggung tangan Gama, "Cakya minta maaf Om, Cakya teledor", Cakya meminta maaf dengan penuh penyesalan.

"Yang penting kamu sekarang udah baik-baik saja", Gama berusaha menghibur Cakya.

"Asri... Mana Om...? Dia... Baik-baik sajakan...?", Cakya bertanya diluar dugaan Gama dan Alfa. Cakya masih menoleh kiri kanan mencari Asri.

"Asri...?", Gama kembali meyakinkan kalau dia tidak salah dengar sebelumnya.

"Iya, Asri...? Dia baik-baik saja bukan...? Asri g'ak kenapa-kenapakan Om...? Cak... Cakya boleh ketemu Asri Om...? Cakya... Mau minta maaf", Cakya memohon kepada Gama.

Air mata Gama mengalir tanpa permisi.

"Om... Ada apa...? Asri dimana...?", Cakya kembali bertanya.

"Heemmm...", Gama berdehem pelan. Berusaha mengatur kembali emosinya. "Kamu... Sebaiknya istirahat dulu. Nanti... Kalau sudah agak mendingan, Om... Om bawa kamu menemui Asri...", Gama memaksakan senyum pahitnya, berusaha senatural mungkin berbicara dengan Cakya.

"Om Janji...?", Cakya kembali menagih jawaban Gama.

Gama mengangguk pelan. "Iyah... Kapan Om pernah bohong sama kamu", Gama berusaha keras agar Cakya bisa tenang, dan kembali beristirahat.

Alfa memutuskan untuk keluar dari ruangan Cakya, kemudian kembali keruangannya bersama Gama dan ayah Cakya.

"Sebenarnya ada apa ini dokter...?", ayah Cakya bertanya bingung, saat telah duduk dihadapan Alfa.

"Apa sebelumnya, Cakya... Pernah mengalami kecelakaan yang sama...?", Alfa memulai dugaannya.

"Saya... Pernah cerita soal... Asri mengalami kecelakaan bersama tunangannya", Gama memulai ceritanya.

"Yah... Lalu...?", Alfa kembali mengejar jawaban.

"Tu... Tunangannya... Asri itu... Cakya", Gama menjelaskan ucapannya dengan susah payah.

"Hah...?!", Alfa terperangah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.