Pak Edy dan Nadhira tidak protes, mereka melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Erfly. Kemudian Erfly menandatangani surat jual beli dan dilanjutkan dengan Mr. Robert.
Setelah transaksi jual beli selesai, Erfly dan yang lainnya pamit meninggalkan vila yang sudah menjadi milik Mr. Robert.
Erfly memutuskan untuk kembali ke kafe miliknya, selama ini Erfly hanya mempercayakan semua urusan Vila dan kafe kepada Bli Ketut. Bli Ketut menuntun Erfly, pak Edy dan Nadhira ke ruangan privat. Agar Erfly bisa bicara lebih leluasa nantinya.
Bli Ketut duduk setelah memberi instruksi kepada pegawainya untuk menyiapkan makanan terbaik yang dimiliki kafe. Tidak lupa Bli Ketut memperingatkan agar tidak terjadi kesalahan sekecil apapun, karena owner kafe sedang melakukan kunjungan ke kafe.
"Kenapa harus dijual Vilanya...? Kan sayang", bli Ketut membuka topik pembicaraan.
"Saya butuh uang, kalau tidak g'ak akan saya jual bli...", Erfly bicara lirih.
"Mr. Robert memang sudah lama mengincar rumah itu. Bahkan berkali-kali dia meminta tiang (saya) untuk bertemu dengan Erfly ", bli Ketut kembali bercerita.
Erfly hanya tersenyum lembut membalas ucapan bli Ketut. "Bagaimana sewa vila yang lain...? Lancar...?", Erfly mengalihkan topik pembicaraan.
"Lancar. Bahkan kos-kosan yang disamping rumah sakit sudah terisi semua, kebanyakan pegawai rumah sakit yang ngekos, katanya biar irit ongkos", bli Ketut tertawa renyah.
"Alhamdulillah kalau begitu bli", Erfly manggut-manggut pelan. "Kafe bagaimana...? Lancar...?", Erfly kembali mengajukan pertanyaan.
"Begini, tiang berencana mau buka cabang. Tiang udah lihat lokasinya, tapi... Masih belum cocok soal harga", bli Ketut bicara jujur.
"Mereka minta berapa...?", Erfly bertanya pelan.
"30 juta. Tempatnya strategis. Dipinggir pantai. Tapi... Kalau menurut tiang kemahalan harga segitu. Nanti tiang coba tanya-tanya lagi", bli Ketut menjelaskan panjang lebar.
"Bli atur saja. Kalau uang segitu, terus terang saya belum pegang. Masih ada kebutuhan lain yang jauh lebih urgen", Erfly bicara pelan.
Saat makanan datang, Erfly mempersilakan makan. Setelah makan, Erfly meninggalkan sejumlah uang untuk membayar makanan. Sempat ditolak oleh bli Ketut, akan tetapi kalah telak oleh argumen Erfly, bli Ketut terpaksa mengaku kalah dan menerima uang dari Erfly.
Erfly mengalihkan tatapan kearah Nadhira dan pak Edy. "Ini uang buat bayar gaji karyawan. Erfly percayakan sama teteh dan pak Edy, jangan kecewain Erfly", Erfly bicara pelan, terdengar nada ancaman dari nada suara Erfly.
Nadhira dan pak Edy mengangguk kaku karena merasa takut dengan Erfly. Nadhira menerima koper berisi uang penjualan vila Erfly, Nadhira memeluk koper dengan erat takut terjatuh atau diambil orang.
Nadhira dan pak Edy pamit mohon diri dari hadapan Erfly. Mereka berdua langsung menuju Bank untuk mentrasfer semua gaji karyawan ke setiap cabang perusahaan. Sedangkan Erfly memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.
"Assalamu'alaikum", Erfly membuka daun pintu ruang rawat inap ayahnya.
"Wa'alaikumsalam...", ibu Erfly menjawab lirih.
"Mama...?", Erfly menyalami ibu Alfa.
Ibu Alfa mencium kening Erfly dengan sayang.
"Kamu apa kabarnya sayang...?", ibu Alfa bertanya pelan, kemudian menarik Erfly untuk duduk disampingnya.
"Alhamdulillah Erfly baik-baik saja. Kan Erfly punya bodiguard paten", Erfly memberi isyarat kearah Alfa.
Alfa hanya melemparkan senyum tipis, kemudian geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Erfly.
Ayah Alfa masih sibuk mengecek keadaan ayah Erfly.
"Baba...? Bagaimana ayah...?", Erfly bertanya saat ayah Alfa telah duduk dihadapannya.
"Sudah bisa merespon. Hanya saja belum sadar dari koma", ayah Alfa bicara pelan.
Alfa menarik laporan yang ada ditangan ayahnya, kemudian membaca hasil laporan dengan teliti. Alfa mencubit pelan bibirnya, itu kebiasaan Alfa kalau sedang bingung.
"Ba...", Alfa bicara ragu-ragu.
"Kenapa Fa...? Apa ada yang aneh...?", ayah Alfa bertanya penasaran dengan wajah Alfa yang terlihat bingung.
"Bisa... Lakukan CT Scan ulang...?", Alfa mengajukan permintaan.
Ayah Alfa mengerutkan keningnya. Akan tetapi dia tidak membantah ucapan Alfa. Ayah Alfa segera menghubungi bagian laboratorium, agar segera melakukan CT Scan ulang terhadap ayah Erfly.
Alfa mondar-mandir didepan ruang laboratorium, dia tidak sabar melihat hasil laporan CT Scan ayah Erfly. Saat salah satu staf keluar, Alfa langsung menyerbu hasil laporan. Alfa membaca hasil tes tanpa ada yang terlewatkan satupun.
Alfa segera mengucapkan terima kasih. Kemudian berlari keruangan rawat inap ayah Erfly. "Kita harus lakukan operasi segera", Alfa memberikan hasil laporan CT Scan ayah Erfly yang baru saja diterimanya ketangan ayahnya.
Ayah Alfa membaca hasil laporan yang diberikan Alfa. "Pantas saja dia tidak sadarkan diri sampai sekarang. Kamu lakukan operasinya 30 menit lagi. Baba pesan ruang operasi sekarang", ayah Alfa berlalu meninggalkan ruangan, meninggalkan semua orang dengan wajah bingung kecuali Alfa yang mengerti betapa gentingnya keadaan ayah Erfly saat ini.
"Ada apa...?", ibu Erfly kali ini yang angkat bicara, memecahkan kesunyian dan suasana tegang yang tidak sengaja tercipta.
"Saat terjadi serangan jantung, ternyata ada gumpalan darah dibatang otak Om, sehingga menekan setiap respon yang dikirim dari otak kebagian tubuh lainnya. Itu yang membuat Om tidak sadarkan diri sampai sekarang. Makanya secepatnya kita harus lakukan operasi, agar Om bisa sadar kembali", Alfa menjelaskan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua orang.
Alfa bergerak menuju ruang operasi bersama Erfly dan keluarganya. "Ko...", Erfly tiba-tiba meraih lengan tangan kanan Alfa saat akan masuk keruang operasi.
Alfa memberikan isyarat agar yang lain masuk terlebih dahulu bersama ayah Erfly yang terbaring diranjang tempat tidur. Alfa menoleh kearah Erfly yang berusaha keras untuk tetap tegar.
"Erfly... Titip ayah", Erfly bicara lirih.
Alfa mengacak rambut Erfly lembut. Kemudian mengangguk pelan, sebagai jawaban. "Kamu berdo'a yang terbaik. Sedangkan Koko, akan berusaha melakukan yang terbaik", Alfa mengucapkan janjinya.
"Terima kasih Ko", Erfly bicara pelan.
"Jangan berterima kasih, ini sudah menjadi tugas Koko", Alfa bicara pelan, berusaha membesarkan hati Erfly.
Jam terasa bergerak lambat, Erfly masih gelisah menunggu pintu ruang operasi dibuka. Sudah hampir 8 jam Alfa didalam ruang operasi. Bahkan tidak ada tanda-tanda dia akan keluar.
HP Erfly berbunyi. Erfly menatap layar HP, saat tertera nama Nadhira dilayar HP. Erfly segera meminta izin menjauh untuk mengangkat telepon agar lebih leluasa berbicara, tanpa takut didengar oleh ibunya.
"Assalamu'alaikum, ada apa Teh...?", Erfly bicara dingin seperti biasanya.
"Wa'alaikumsalam, Erfly... Semua gaji karyawan sudah ditransfer. InsyaAllah mereka bisa gajian tepat waktu", Nadhira memberikan laporan.
"Alhamdulillah. Ada lagi yang lain yang ingin teteh laporkan...?", Erfly kembali bertanya.
"Besok... Bapak ada janji meating dengan pengusaha dari Malaysia. Mengenai kelanjutan kerjasama dengan mereka, apa perlu saya jadwal ulang...?", Nadhira bertanya tidak yakin.
"Kirim berkasnya ke Erfly malam ini. Kabari kembali besok kapan jadwal meatingnya dan dimana", Erfly bicara pelan.
"Baik. Maaf sudah mengganggu. Assalamu'alaikum...", Nadhira menutup telfon.
"Wa'alaikumsalam...", Erfly menarik nafas panjang. Erfly memukul kepalanya berkali-kali, "Erfly tolol, berani-beraninya main api. Bagaimana kalau sampai proyek kerjasama ini gagal. Ayah bisa marah besar nanti. Erfly total", Erfly memaki dirinya sendiri.
Langkah Erfly terhenti saat HPnya kembali berbunyi, Erfly langsung menerima telfon saat dilayar muncul nama Gama.
"Assalamu'alaikum bang...", Erfly mengucap salam.
"Wa'alaikumsalam. Dek...", Gama bicara lirih.
"Ada apa bang...?", Erfly bertanya bingung.
"Cakya... Kecelakaan" Gama bicara dengan nada paling rendah.
Erfly tidak merespon ucapan Gama. Tubuhnya terasa lemas, Erfly terjatuh kelantai. Air matanya mengalir tanpa permisi. Pertahanannya yang berusaha tegar dari kemarin, seakan luluh lantak diterjang badai yang datang tanpa permisi. Berkali-kali Gama memanggil nama Erfly, akan tetapi Erfly tetap tidak merespon panggilan Gama.