webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Rejeki ada yang ngatur, kalau Mayang mau curang, itu pilihan Mayang

Gama masih tidak bisa tenang, membolak-balikkan badannya diatas kasur berkali-kali.

"Kamu kenapa Gam...? Ada yang tidak nyaman...?", ibu Cakya bertanya, karena bingung melihat kelakuan Gama.

"G'ak ada kak", Gama menjawab pelan.

"Terus kenapa...? Dari tadi kamu rusuh...? Ada yang sakit...? Kakak panggilin dokter buat periksa...", ibu Cakya kembali menyelidiki.

"G'ak kak, Gama baik-baik saja", Gama menjawab lagi dengan nada yang paling pelan.

"Terus... Ada apa...?", ibu Cakya kembali mengejar jawaban.

"Gama hanya bosan kak, baring terus dari kemaren", Gama nyengir kuda, akhirnya berusaha untuk jujur.

"Namanya kamu masih sakit Gam, yang sabar saja dulu", ibu Cakya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gama.

***

Erfly menatap Mayang penuh arti, kemudian melemparkan senyum terbaiknya kepada Mayang.

"Rejeki ada yang ngatur, kalau Mayang mau curang, itu pilihan Mayang", Erfly menjawab santai.

"Tapi kan namanya manusia, dihadapkan sama uang. Erfly mana tahu kalau Mayang curang ntar...?", Mayang kembali melanjutkan pertanyaan berikutnya.

"Mayang dan keluarga itu orang yang taat agama. Orang yang taat agama itu, takut sama Allah. Dan... Orang yang takut sama Allah, dia g'ak akan berani untuk curang, karena dia selalu merasa diawasi. Dimanapun, dan kapanpun", Erfly menyentuh ujung hidung Mayang dengan jari telunjuknya.

"Terima kasih Erfly...", Mayang tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Karena Erfly buru-buru beranjak dari kursinya. "Erfly mau kemana...?", Mayang bertanya bingung.

"Kantin, tiba-tiba kepala pusing", Erfly malah memegangi perutnya, dan berlalu pergi.

Mayang malah tertawa geli melihat kelakuan Erfly, "Sebanyak apapun Mayang mengucapkan terima kasih, tidak akan pernah sebanding dengan apa yang kamu lakukan terhadap keluarga Mayang Erfly. Terima kasih...", Mayang bicara lirih, menghapus air matanya yang keluar tanpa permisi.

***

Sinta duduk manis menatap Candra yang sedang makan dengan lahapnya.

"Dek...", Sinta angkat bicara.

"Kenapa mbak...?", Candra bertanya pelan, setelah menelan makanan yang ada dimulutnya.

"Alhamdulillah perusahaan sudah berjalan lancar. Produksi kita juga sudah semakin naik", Sinta bicara dengan senyum sumringahnya.

Candra mengangguk pelan, "Alhamdulillah", Candra menjawab dengan suara paling pelan.

"Dek...", suara Sinta kali ini terdengar berat.

"Hem...", Candra bergumam pelan, menunggu kalimat Sinta selanjutnya.

"Kakak kamu masuk rumah sakit dek, dia... Jatuh dari tangga. Dan... Dia... Keguguran", Sinta mengucapkan kalimatnya dengan perlahan, Sinta tidak mau membuat Candra khawatir.

"Innalilahi wainailahirojiun", Candra tertegun sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Dia...", Candra tidak jadi melanjutkan ucapan berikutnya karena Sinta sudah mengangguk pelan. Candra mengangguk pelan karena menangkap maksud anggukan kepala Sinta, kalau kakak perempuannya baik-baik saja, kemudian Candra kembali melanjutkan makannya.

"Untuk sementara, perusahaan masih belum ada yang urus dek. Si sulung Dirga sudah lepas tangan. Kakak kamu juga baru keguguran. Mbak hanya bisa sekali-sekali mengontrol perusahaan, paling lewat panggilan Vidio. Mbak... Kedepannya akan lebih fokus sama Tasya dek, kandungannya hampir melewati tri semester kedua. Kata orang-orang itu saat yang rawan. Harus lebih ekstra hati-hati. Salah-salah, nanti bayi malah lahir prematur", Sinta menjelaskan panjang lebar.

"Candra percaya kok sama mbak. Mbak pasti tahu apa yang terbaik buat kita semua", Candra mengungkapkan tidak pernah ada keraguan sedikitpun darinya atas Sinta.

Sinta mengusap punggung tangan kiri Candra, "Terima kasih dek...", Sinta bersyukur bisa dipertemukan dengan Candra. Setidaknya lelaki yang satu ini bisa merubah pola pikirnya atas keluarga Wiratama.

"Harusnya Candra yang ngucapin terima kasih, mbak sudah banyak bantu keluarga Candra", Candra berucap pelan, terkadang dia merasa tidak enak hati selalu merepotkan Sinta yang notabene bukan siapa-siapanya dia.

***

Sepulang sekolah, Mayang tidak langsung pulang. Dia memutuskan untuk ikut Erfly menjenguk Gama dirumah sakit.

"Assalamu'alaikum...", Erfly mengucap salam saat membuka pintu ruang rawat inap Gama.

"Wa'alaikumsalam... Kamu sudah datang nak...?", ibu Cakya langsung menerima salam dari Erfly, seperti biasa ibu Cakya mengecup lembut pucuk kepala Erfly. "Kamu sudah makan nak...? Makan dulu sana", ibu Cakya memberi perintah.

"Mama mau kemana...?", Erfly bertanya bingung saat melihat ibu Cakya sudah bersiap mengambil dompet dan HP.

"Mama mau pulang sebentar, kan disini ada kamu yang jaga Gama. Mama mau masak buat Wulan dan Tio", ibu Cakya menjelaskan niatnya.

"Mama pulang sendiri...? Erfly antar saja", Erfly langsung menyusul ibu Cakya.

"Lha... Gama siapa yang jaga...?", ibu Cakya bertanya bingung.

"Tenang, ada Mayang", Erfly menyenggol lengan Mayang yang langsung dibalas dengan muka merah Mayang seperti udang rebus.

Erfly mendekati Gama, "Ditinggal dulu bang, Mayang tuh dari tadi nanyain abang mulu. Cie... Yang dikhawatirin cewek", Mayang mencolek lengan Gama.

"Apaan sih dek", Gama malah mengacak rambut Erfly kesal.

Erfly bukannya marah seperti biasanya, malah tertawa puas melihat Gama salah tingkah, senada dengan Mayang. Erfly segera bergelayutan manja dilengan kiri ibu Cakya. Kemudian berlalu meninggalkan Gama dan Mayang.

"Itu... Ibunya...?", Mayang tidak melanjutkan ucapannya, karena Gama sudah menyela.

"Cakya", Gama menjawab pasti.

"Em...", Mayang manggut-manggut pelan. "Tapi... Kok...?", Mayang tidak melanjutkan ucapannya.

"Akrab sama Erfly...?", Gama menyelidiki.

"Yah...", Mayang menjawab singkat.

"Erfly emang udah dekat sama keluarga kita", Gama menjawab pelan, kemudian memperbaiki posisinya agar lebih nyaman.

"Kita...?", Mayang kembali bertanya karena tidak mengerti.

"Cakya itu keponakan Gama", Gama menjawab kebingungan Mayang.

"Oh... Ya...?", Mayang merespon pelan.

"Kenapa...? Bingung kok bisa Om sama keponakan satu kelas...?", Gama bertanya asal.

"G'ak...?", Mayang mengayunkan kedua jemari tangannya cepat.

"Almarhumah Ibu Gama istri muda almarhum kakeknya Cakya. Gama sama ibunya Cakya itu sepupuan, karena almarhum kakeknya Cakya sakit-sakitan, makanya dinikahin sama Almarhumah ibu Gama biar ada yang ngejagain", Gama menceritakan garis keturunannya yang rumit.

"Rumit yah...?", Mayang nyengir kuda, karena tidak terlalu mengerti ucapan Gama.

"Udah, jangan dipikirin. G'ak penting juga untuk dibahas", Gama tertawa renyah.

"Katanya Gama kecelakaan...? Kok bisa...?", Mayang berusaha mencari topik pembicaraan yang lain.

"Mobilnya terlalu terkesima melihat kegantengan Gama, hahaha", Gama menjawab dengan candaannya seperti biasanya.

"Apa sih...? G'ak jelas", Mayang malah kesal mendengar jawaban Gama.

"Eh... Ketringan Mayang yang kerjasama sama Erfly apa kabarnya...?", Gama berusaha mencari topik yang lebih serius.

"Alhamdulillah sejauh ini lancar. Malah udah nambah 2 pegawai baru, ibuk-ibuk tetangga dekat rumah", Mayang menjawab apa adanya.

"Alhamdulillah dong", Gama bicara dengan semangatnya.

"Tapi... Ya gitu", Mayang bingung mau melanjutkan ucapannya.

"Gitu gimana...?", Gama bertanya penasaran.

"Erflynya aneh", Mayang mengeluarkan uneg-uneg yang ada dikepalanya kepada Gama.

"Maksudnya...?", Gama kembali mengejar ujung dari ucapan Mayang.

"Erfly malah lepas tangan sama urusan ketringan. Malah dia menyerahkan soal Pembukuan ke Mayang. Katanya dia tahu beres aja, hasil keuntungan ditranafer akhir bulan saja kerekeningnya dia", Mayang menjelaskan panjang lebar.

Gama malah tertawa mendengar pengakuan Mayang.

"Kok malah ketawa...? Apanya yang lucu...?", Mayang kesal melihat tingkah Gama.

"Pakai tanya apanya yang lucu...? Kamu yang lucu", Gama malah menimpali ucapan Mayang.

Mayang mengerutkan keningnya, karena tidak mengerti dengan arah tujuan ucapan Gama.