webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Erfly udah melepaskan semuanya

Alfa melangkah perlahan semakin mendekati tempat tidur Erfly. Satia masih telaten menyuapi Erfly dengan penuh kasih. Alfa duduk di kursi yang ada disamping tempat tidur, tepat di hadapan Satia.

"Kamu bisa pulang besok dek", Alfa bicara pelan.

"Alhamdulillah...", Satia dan Erfly berucap hampir bersamaan.

"Terima kasih ko", Erfly kembali menimpali.

"Bagaimana dengan operasinya ko...?", Satia tiba-tiba bertanya.

"Jantungnya Erfly baik-baik saja", Alfa menjawab pelan.

"Kok bisa...? Koko bilang kemarin dia harus operasi transplantasi jantung ulang", Satia bertanya bingung.

"Jujur, saya sendiri tidak mengerti. Hasil CT Scan terakhir dan cek darah, semua baik-baik saja", Alfa bicara pelan.

***

Gama menikmati sarapannya bersama Cakya, Wulan dan ibunya Cakya. Tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun selama proses makan.

HP Gama berbunyi, Gama melirik siapa nama yang muncul di layar HPnya. Gama segera menempelkan HPnya ke daun telinga kirinya setelah tahu itu dari Erfly.

"Assalamu'alaikum dek...", Gama mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam, Erfly sudah boleh pulang bang. InsyaAllah besok Erfly kembali ke Lombok", Erfly bicara lirih.

"Alhamdulillah...", Gama bicara lega, setelah tahu kabar Erfly baik-baik saja.

"Em... Abang sama mama masih di Bali...?", Erfly bertanya tidak yakin.

"Masih dek, abang g'ak dapat tiket. Adanya tiket lusa dek", Gama menjawab pelan.

"Abang... Nginap dimana...?", Erfly kembali bertanya.

"Villa si Kembar dek, yang dekat pantai", Gama bicara pelan, "Tapi... Rencananya ini mau keluar zuhur, mau nyari kos-kosan yang bisa bayar per hari buat sampai lusa", Gama bicara jujur.

"Bang...", Erfly bicara lirih.

"Kenapa dek...?", Gama bertanya bingung, mendengar nada suara Erfly yang demikian meragu.

"Erfly... Bisa ketemu mama dan Cakya sebelum pulang...?", Erfly bertanya pelan.

Gama diam sejenak sebelum akhirnya angkat bicara, "Nanti malam abang usahakan ke rumah sakit dek. Setelah dapat kos-kosan buat malam ini sampai lusa", Gama bicara pelan.

"Terima kasih bang...", Erfly bicara pelan.

"Jangan sungkan dek", Gama kembali menimpali.

"Segitu aja bang, assalamu'alaikum", Erfly mengucapkan salam sebelum mengakhiri hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam...", Gama menjawab dengan antusias.

Gama kembali meletakkan HPnya asal keatas meja, kemudian kembali konsentrasi dengan sarapan yang ada di hadapannya.

"Siapa Om...? Tante Mayang...?", Wulan berusaha menebak siapa yang baru saja menelfon.

"Erfly...", Gama menjawab santai, matanya menatap lekat wajah Cakya.

Cakya menghentikan suapannya sejenak, kemudian kembali melanjutkan makannya.

"Ada apa...?", Cakya bertanya asal, tanpa menatap wajah Gama lawan bicaranya.

"Erfly sudah boleh pulang besok, dia... Mau ketemu kak Fira sebelum pulang", Gama sengaja tidak menyebutkan kalau Erfly juga ingin bertemu dengan Cakya.

Cakya tidak merespon.

Ibu Cakya menatap Gama dengan mata yang berkaca-kaca, "Kapan kita ke sana...?", ibu Cakya bertanya antusias.

"Ntar malam aja kak, kita harus nyari kos-kosan dulu untuk sampai lusa. Tiket pulang dapatnya lusa", Gama menjelaskan dengan sabar.

Ibu Cakya hanya manggut-manggut patuh seperti burung pelatuk.

"Permisi... Apa benar saya dengan bapak Gama, penghuni si kembar Villa 5...?", seorang lelaki dengan santun bertanya, entah muncul dari mana.

"Iya, benar", Gama menjawab santai, Gama menebak lelaki ini dari pegawai Villa, yang mau bertanya tentang perpanjangan sewa Villa.

"Oh... Syukurlah", lelaki itu langsung mengulurkan tangan kanannya mengajak Gama bersalaman.

Gama memutuskan untuk menerima jabatan tangan lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Saya Andika, manager Villa", lelaki jakung itu memperkenalkan diri.

"Gama", Gama menyebutkan namanya sebelum melepas genggaman tangannya.

"Boleh saya duduk...?", Andika kembali bertanya.

"Silakan...", Gama mempersilakan Andika untuk duduk.

Andika segera duduk di bangku yang kosong di samping kiri Gama.

"Begini, tepat pada hari ini Villa kita merayakan 8 tahun pendiriannya. Dan... Setiap perayaan peringatan, biasanya kami melakukan ritual doorprize, sebagai apresiasi bagi para pengunjung. Dan... Saat nomor undian ditarik, ternyata itu si kembar Villa 5 yang menjadi juara", Andika menjelaskan panjang lebar.

"Oh... Ya...?", Gama bertanya dengan kerutan dikeningnya.

"Kita dapat hadiah dong...?", Wulan bertanya asal, sembari memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Justru itu saya mencari pak Gama kesini. Andika segera mengeluarkan amplop putih ke tangan Gama.

Gama segera membuka amplop putih yang ada ditangannya, Gama membaca dengan teliti info yang ada.

"Vocer menginap gratis...?", Gama bertanya tidak percaya.

"Iya pak, pemenangnya mendapat Vocer menginap gratis selama 3 hari tiga malam", Andika menjelaskan dengan antusias.

Gama mengaguk perlahan, masih tidak percaya dengan info yang baru saja dia dengar. Gama berkali-kali membaca Vocer yang berada di tangannya.

"Vocer ini berlaku selama setahun pak, boleh dipakai kapan saja selama ditahun yang sama", Andika kembali menjelaskan.

Gama kembali memasukkan Vocer ke dalam amplop, kemudian kembali menyerahkan ketangan Andika.

"Saya memutuskan menggunakan Vocer ini, InsyAllah kita tinggal disini sampai lusa", Gama menjelaskan perlahan.

"Baik, kalau begitu saya bisa pinjam KTPnya pak, untuk verifikasi bahan laporan...?", Andika bertanya santun.

Gama segera meraih dompetnya, kemudian mengeluarkan KTP miliknya, menyerahkan ketangan Andika.

"Sebentar ya pak saya bawa dulu, nanti bisa diambil dimeja resepsionis", Andika bicara dengan sangat sopan.

"Yah, terima kasih bli", Gama bicara pelan, sembari melanjutkan sarapannya.

"Kenapa Gam...?", ibu Cakya tiba-tiba bertanya melihat perubahan pada wajah Gama.

"G'ak apa-apa kak", Gama memaksakan senyumnya.

"Kita kerumah sakit sekarang aja Om, kan sudah tidak perlu mencari kos-kosan lagi", Wulan tiba-tiba memberikan usulan.

"Yah...", Gama menjawab pelan. "Yang lain ke Vila dulu siap-siap, Gama mau ke resepsionis dulu ambil KTP Gama", Gama bicara pelan.

Gama melangkah perlahan menuju meja resepsionis, "Maaf, saya mau mengambil KTP atas nama Gama", Gama bicara pelan.

"Sebentar bli", perempuan cantik dibalik meja resepsionis menjawab dengan senyuman terbaiknya.

"Vila si kembar memang ada berapa mbak...?", Gama iseng bertanya.

"Di Bali ada 30 mas, tapi... Di tempat yang berbeda, kalau disini hanya ada 8", perempuan cantik itu menjawab pelan, sembari menulis sesuatu.

"Banyak juga ya mbak, yang punya orang WNA ya mbak...?", Gama kembali memancing info dengan pertanyaan.

"G'ak kok mas, orang Jambi. Dulunya namanya bukan si kembar, tapi... Butterfly. Akhirnya setelah 9 tahun yang lalu saat yang punya melahirkan anak kembar 3, nama vila semua di ganti menjadi si kembar mas", perempuan di balik meja resepsionis menjelaskan panjang lebar.

"Ternyata benar, ini ulah kamu dek", Gama bergumam pelan.

"Yah, ada apa mas...?", perempuan dihadapan Gama bertanya bingung.

"G'ak apa-apa mbak, masih lama ya...?", Gama kembali bertanya.

"Oh... Sudah selesai kok mas, maaf... Ini KTPnya. Sama... Tolong tanda tangan disini", perempuan itu menyerahkan beberapa lembar kertas.

Cakya, ibu Cakya, Wulan dan Gama bergegas menuju rumah sakit, mereka memilih berjalan kaki. Jarak rumah sakit dari vila hanya 200 meter.

Gama mengetuk pintu dengan perlahan, setelah mendapat izin untuk masuk, Gama membuka daun pintu. Erfly duduk bersandar diatas tetap tidur menonton televisi, disisi lain Satia sedang duduk dengan fokus kepada buku ditangannya.

"Ma...", Erfly bicara kaget, begitu melihat ibu Cakya masuk.

Ibu Cakya langsung menghampiri Erfly, setelah menerima salim dari Erfly, ibu Cakya langsung memeluk Erfly, menghujaninya dengan tangisan.

"Mama minta maaf nak...", ibu Cakya bicara disela tangisnya.

Erfly melepaskan diri dari pelukan ibunya Cakya, "Erfly udah melepaskan semuanya", Erfly bicara lirih.