"Elang...!!! Elang Pratama...!!! Aku mohon lepaskan dia...!!!", lelaki itu berteriak di sela tangisnya.
"Tunggu", Satia memberi perintah agar lelaki di ujung lain telfon tidak menarik pelatuk senjatanya.
Satia kembali memusatkan perhatiannya kepada lelaki yang ada di hadapannya saat ini.
"Ceritakan", Satia bicara pelan, kemudian kembali duduk di atas meja. Sangat terlihat Satia menekan keras amarahnya.
Empat lelaki yang berada di kursi kiri dan kanan lelaki itu menggeliat, berusaha memberitahukan lelaki itu agar tetap tutup mulut. Akan tetapi, mulut mereka masih ditutup rapat dengan plester, sehingga hanya terdengar suara erangan tidak jelas saja ditelinga.
Satia memberikan instruksi dengan tatapan matanya, lelaki yang yang sedari tadi hanya berdiri tegap segera mengerti. Dengan gerakan cepat 4 orang lelaki itu sudah di pindahkan keruangan lain.
"Buka", Satia kembali memberi perintah kepada Pasya yang masih setia berdiri ditempatnya sedari tadi.
Pasya segera melepaskan ikatan tangan lelaki yang ada di hadapan Satia.
"Lepaskan mereka dahulu", lelaki itu berusaha bernegosiasi dengan Satia.
Satia menyipitkan matanya, kemudian menarik dagu lelaki itu agar matanya tepat langsung menembus bola mata lelaki muda itu.
"Anda menguji kesabaran saya...?", Satia bicara dingin, kata-kata itu meluncur seperti hukuman mati untuk orang yang mendengarnya.
Lelaki itu langsung tertunduk ngeri, menghindar dari tatapan mata Satia yang seolah siap menelannya hidup-hidup.
"Kita dibayar 500 juta untuk menghabisi Butterfly", lelaki itu bicara lirih.
"Motifnya...?", Satia tetap bertanya, walaupun tidak yakin lelaki yang berada dihadapannya ini, akan tahu jawabannya.
"Saya dan Elang teman lama, kita pernah satu sekolah dengan Erfly waktu di Sungai Penuh. Elang sudah jatuh cinta kepada Erfly sejak pertama mereka bertemu.
Erfly tidak pernah menanggapi perasaan Elang, dan itu karena Cakya.
Suatu hari Elang tahu kalau ayah mereka menjalin kerjasama, Elang berusaha memanfaatkan hubungan itu, dan akhirnya berhasil bertunangan dengan Erfly. Hanya saja itu tidak berlangsung lama, setelah orang tuanya meninggal, Erfly memilih pindah ke Garut.
Elang menggunakan berbagai cara agar bisa diterima oleh Erfly, tapi... Semuanya nihil. Erfly masih menutup diri, dan... Gila nya lagi, Erfly memutuskan pertunangan mereka, sekaligus memutuskan hubungan kerjasama dengan ayahnya Elang.
Ayah Elang rugi miliaran, dan sejak saat itu perusahaan mereka jalan ditempat. Elang akhirnya nekat melakukan kerjasama dengan perusahaan saingan Erfly.
Dan... Dia sudah merencanakan untuk kembali merebut hati Erfly setelah dia sukses. Mati-matian Elang mencari informasi tentang Erfly, tapi... Semua menemui jalan buntu. Sampai akhirnya Elang tidak sengaja melihat foto pernikahan anda di album foto kakeknya. Akhirnya dia paham kenapa selama ini dia tidak bisa memperoleh informasi soal Erfly, itu karen Erfly sudah menikah dengan anda.
Elang merencanakan penculikan berkali-kali, dan selalu saja gagal. Elang bahkan tidak bisa mendekati Erfly bahkan dalam radius kurang dari 3 meter.
Elang bilang, tidak ada yang boleh memiliki Erfly kecuali dia. Kalau dia tidak bisa memiliki Erfly, maka orang lainpun tidak boleh. Elang berani membayar kita mahal untuk melakukan tugas itu", lelaki itu menjelaskan panjang lebar.
Semakin Satia mendengar penjelasan dari lelaki itu, semakin Satia ingin menghabisi Elang Pratama sampai keakar-akarnya.
"Kenapa kamu setuju dengan kesepakatan itu...? Bukannya Erfly juga teman satu selolahmu", Satia bertanya dingin.
"Saya butuh uang, perusahaan tempat saya bekerja melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Saya dan puluhan karyawan dipecat tanpa pesangon satu rupiahpun.
Istri saya hamil tua, dokter mendiagnosa dia punya penyakit darah tinggi, sehingga tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal.
Ayah saya lebih buruk lagi, beliau hanya pegawai biasa yang selalu bekerja dengan jujur", lelaki itu kembali menambahkan.
"Saya hanya punya waktu 2 hari untuk mencari pinjaman, kalau tidak dilakukan operasi, anak saya bisa keracunan air ketuban, atau meninggal didalam. Saat menemui Elang, untuk memberikan saya pinjaman, Elang menawarkan pekerjaan ini. Ampuni saya, saya tidak punya pilihan lain", lelaki itu menangis sejadi-jadinya, segera merangkul kaki kanan Satia.
"Manusia satu itu", Satia bicara geram. Satia membantu lelaki itu kembali duduk diatas kursinya. "Bagaimana dengan 4 rekan lainnya...?", Satia kembali bertanya.
"Mereka pecandu judi, dan pembunuh bayaran yang dibayar oleh Elang. Saya tidak tahu apa-apa soal mereka, yang saya tahu mereka sudah langganan keluar masuk penjara", lelaki itu bicara pelan.
"Urus dia, setelah itu kamu urus 4 orang itu dengan rapi, saya tidak mau ada kesalahan", Satia bicara dingin memberi perintah kepada Pasya.
"Baik", Pasya menganggu patuh.
Lelaki itu segera meraih kaki Satia, "Ampuni saya pak...!!!", lelaki itu memohon belas kasihan Satia.
Satia tidak bergeming, tetap melangkah berlalu pergi dari hadapan lelaki yang berteriak sejadi-jadinya.
Pasya duduk jongkok tepat dihadapan lelaki itu. Kemudian menyerahkan saputangan ke lelaki tersebut.
"Bersihkan lukamu, kita harus kerumah sakit. Istrimu sudah masuk ruang operasi sekarang", Pasya bicara pelan.
Lelaki itu menatap Pasya penuh tanya, "Apa...?", lelaki itu bertanya bingung.
Pasya hanya mengangguk pelan, mengiakan ucapan sebelumnya.
Spontan lelaki yang berada di hadapan Pasya menangis sejadi-jadinya.
***
Satia sengaja menukar pakaiannya dengan pakaian baru sebelum kembali ke ruangan Erfly. Saat pintu daun pintu terbuka, Satia langsung di suguhi pemandangan Erfly yang sedang menonton televisi.
"Mas... Dari mana saja...?", Erfly bertanya lembut.
Satia meletakkan kantong makanan yang dia bawa keatas meja kecil, kemudian duduk di kursi tepat disamping tempat tidur Erfly.
Erfly meraih jemari tangan kanan Satia, kemudian menciumnya dengan penuh perasaan takzim.
"Assalamu'alaikum...", Erfly bicara pelan.
"Wa'alaikumsalam...", Satia menjawab salam, sembari mengecup pucuk kepala Erfly yang tertutup jelbab.
"Mas dari mana saja...?", Erfly kembali bertanya.
"Ada tugas yang harus diselesaikan", Satia menjawab sekenanya.
"Mas bawa apa...?", Erfly segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Martabak telur spesial", Satia segera meraih kantong belanjaannya, kemudian mengeluarkan isi yang ada di dalamnya.
"Jusnya", Erfly bicara dengan mata anjingnya.
Satia melemparkan senyuman terbaiknya, kemudian menyerahkan jus stroberi setelah menancapkan sedotan.
"Nazwa sudah lama tidur...?", Satia bertanya pelan, menatap sekilas ke arah Nazwa yang tertidur diatas sofa.
"Barusan mas, biar saja, sepertinya dia kelelahan", Erfly menimpali ucapan Satia.
"Ko Alfa belum kelihatan dari tadi", Satia kembali menambahkan, kemudian memasukan sepotong martabak kemulut Erfly.
"Barusan dari sini, ko Alfa lagi di ruang operasi", Erfly bicara disela kunyahannya.
"Operasi...?", Satia bertanya bingung.
"Terjadi kecelakaan, salah satu korbannya anak wali kota. Jadi... Mereka meminta bantuan ko Alfa, katanya jantungnya lemah sejak kecil", Erfly menjelaskan secara garis besar.
"Sepertinya kemanapun ko Alfa pergi, ruang operasi otomatis mengikutinya", Satia tertawa renyah.
"Mas...", Erfly bicara lirih.
"Hem...", Satia menatap lekat wajah Erfly.
"Bisa kita pulang saja...?", Erfly bicara dengan kepala tertunduk dalam.