webnovel

Kita hanya menunggu masa pemulihan

Alfa mengecek keadaan Ardi dengan teliti. Memberi beberapa instruksi yang harus dilakukan Ardi, Ardi melakukan semua instruksi dengan baik.

Devi dan pak Lukman langsung menyerbu masuk saat melihat Alfa berada di samping tempat tidur Ardi.

"Bagaimana dokter...?", pak Lukman bertanya cemas.

Alfa melepaskan stetoskop dari telinganya, "Bagus. Kita hanya menunggu masa pemulihan", Alfa merasa lega karena operasinya berhasil dengan baik.

"Suster Nazwa, pasien sudah bisa dipindahkan keruang rawat", Alfa memberi perintah kepada Nazwa.

"Baik dokter", Nazwa merespon cepat.

"Em.. Suster...", Alfa memanggil Nazwa lagi.

"Iya dok", Nazwa menoleh kearah Alfa.

"Tolong di cek perkembangan pasien setiap satu jam. Kalau ada apa-apa langsung telfon saya. Saya harus kembali ke rumah sakit setelah ini", Alfa mengingatkan.

"Baik dok", Nazwa menjawab patuh, kemudian berlalu meninggalkan Alfa bersama pak Lukman, Devi dan Ardi.

"Pak Jendral saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi saya", Alfa mengingatkan pak Lukman.

"Terima kasih dokter", pak Lukman, Devi dan Ardi kompak mengucapkan terima kasih.

"17-an udah lewat, g'ak butuh padus lagi pak Jendral", Alfa tertawa renyah.

"Dokter bisa aja", Ardi bicara pelan disela tawanya.

"Kalau begini, kayaknya bakalan cepat sembuh nih", Alfa mengusap dagunya pelan.

"Aamiin dokter", Alfa bicara masih dengan suara yang serak.

"Kalau begitu saya permisi, rumah sakit sudah nelpon dari tadi", Alfa langsung mohon diri.

***

Erfly dan teman-temannya tiba dipintu rimba.

"Yang lain langsung masuk aja, Elang lapor dulu ke pos", Elang memberi instruksi kepada teman-temannya.

"Erfly ikut, mau ke toilet", Erfly menyusul Elang.

"Assalamu'alaikum...", Elang mengucap salam setengah berteriak.

"Wa'alaikumsalam...", seorang lelaki muncul dari dalam rumah pos penjagaan.

"Mas Satia...", Erfly nyengir kuda.

"Erfly...?", Satia memastikan ingatannya.

"Kebelakang dulu mas, kebelet...", Erfly langsung pergi menuju kebelakang rumah pos penjaga.

Elang menyelesaikan laporannya.

"Jadi... Rencana mau mendirikan tenda dimana...?", Satia mengajukan pertanyaan.

"Di lapangan bawah mas, besok pagi rencananya baru naik", Elang memaparkan jadwal kegiatan.

"Kang Untung g'ak kesini mas...?", Erfly bertanya begitu muncul dari arah belakang rumah.

"Jadwal malam mbak", Satia menjawab pelan.

"Udah semua kan mas...? Apa ada lagi yang harus saya lengkapi...?", Elang bertanya lagi.

"Udah kok", Satia menjawab pasti, kemudian mengacungkan jempolnya.

"Kalau begitu, kita permisi dulu mas, mau lihat anak-anak", Elang memutuskan kembali bergabung dengan teman-temannya.

***

Alfa kembali melakukan operasi. Kali ini bukan dirumah sakit DKT, melainkan rumah sakit umum tempatnya bekerja.

"Alfa...!", Kahfi menyusul Alfa saat keluar dari ruang operasi.

"Hem...", Alfa menggumam pelan, tetap tidak menghentikan langkahnya menuju ruangan.

"Kamu dari mana aja sih...? Jarang keliatan akhir-akhir ini?", Kahfi bertanya sekedar untuk menghapus rasa penasaran.

"Ada urusan", Alfa bicara pelan, kemudian bersandar di kursi kerjanya melemaskan otot-ototnya.

Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar.

"Masuk...!!!", Alfa bicara setengah berteriak.

"Ketringannya dok", Rheno muncul dari balik daun pintu.

"Taro dimeja aja, terima kasih ya", Alfa bicara pelan.

"Punya dokter Kahfi mau disini saja, atau saya antar keruangan...?", Rheno beralih kearah Kahfi.

"Disini aja, sekalian. Biar g'ak repot", Kahfi menerima nasi kotak dari tangan Rheno.

"Kalau begitu saya permisi dokter", Rheno mohon diri.

"Urusan apa...?", Kahfi melanjutkan introgasinya terhadap Alfa.

"Urusan perut", Alfa menjawab santai.

"Kamu ambil kerja sambilan...? Dimana...? Aku juga mau dong", Kahfi bertanya antusias.

Alfa mencuci tangan di wastafel, kemudian duduk dihadapan Kahfi. "Ini...", Alfa mengangkat nasi kotaknya.

"Aku serius kali...!!!", Kahfi bicara kesal.

"Lha... Yang bilang Alfa lagi becanda siapa...?", Alfa protes dengan mulut yang penuh makanan.

"Aku lagi bingung Fa", Kahfi memasang muka serius kali ini.

"Kenapa...?"

"Kamu tahu sendiri, istriku baru melahirkan. Dia cuti selama 3 bulan, dan... Selama 3 bulan dia g'ak masuk kerja itu, dia g'ak dibayar. Jadi... Aku butuh pemasukan tambahan"

"Coba ngelamar aja ditempat lain"

"Mau kemana...?"

"Rumah sakit DKT...?"

"Ngacok kamu"

"Lha... Kok Ngacok sih...? Katanya butuh uang tambahan...?"

"Itu rumah sakit militer. G'ak sembarang orang bisa masuk kesana"

"Coba aja dulu. Belum nyoba udah ciut"

"Ntar deh coba masukin"

"Kemarin Alfa dapat tawaran dari AKPER, katanya mereka butuh dosen buat ngajar disana. Coba aja Kahfi masukin lamaran kesana"

"Lha... Kan yang ditawarin Alfa...?"

"Alfa g'ak bisa, tahu aja jadwal Alfa disini aja udah padat banget. Mereka minta Alfa cari gantinya, ntar Alfa hubungi mereka kasih tahu Kahfi rekomendasi dari Alfa"

Kahfi langsung menyerbu kepelukan Alfa, "Apaan sih, geli tahu", Alfa mendorong Kahfi menjauh.

***

Matahari mulai kembali keperaduannya. Karena tidak ada acara lagi, teman-teman Erfly lebih memilih masuk kedalam tenda untuk istirahat, karena sudah merasa lelah.

Erfly lebih memilih duduk didekat api unggun, memanaskan tubuhnya.

"Erfly, Elang boleh duduk...?", Elang menghampiri Erfly.

"Duduk aja, perasaan Erfly belum beli ni tempat deh, kok malah minta izin segala", Erfly tertawa kecil.

"Bukan gitu", Elang tersenyum sebelum duduk disamping Erfly.

"Erfly...", Elang bicara lirih.

Erfly tetap menatap kearah langit, "Hem...", Erfly menggumam pelan.

"Elang boleh ngomong sesuatu...?", Elang bertanya ragu.

"Mau ngomong, ya tinggal ngomong aja. Pakai izin segala. G'ak usah kaku gitu", Erfly memukul pelan lengan Elang, kemudian merangkul kedua kakinya karena merasa kedinginan.

Elang membuka jaketnya, kemudian menyelimutinya kepundak Erfly. "Apaan sih...? G'ak usah...", Erfly berusaha menolak.

"G'ak apa-apa, pakai aja. Dingin", Elang memaksa, menahan tangan Erfly agar tidak bisa membuka jaket pemberiannya.

"Terima kasih", Erfly bicara pelan, melepaskan tangannya dari genggaman Elang.

"Elang suka sama Erfly...", Elang bicara tiba-tiba.

"Hah...?", Erfly kaget, tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. "Elang ngomong apa barusan....?", Erfly bertanya untuk memastikan.

Elang menggenggam jemari tangan Erfly, "Elang suka sama Erfly, Erfly mau g'ak jadi pacar Erfly...?", Elang bicara penuh kasih.

Disisi lain Cakya sedari tadi melihat semuanya, Cakya mengurungkan niatnya untuk menghampiri Erfly karena keduluan Elang. Hati Cakya tiba-tiba terasa panas, melihat Elang menyatakan cinta kepada pacarnya.

Cakya memilih untuk pulang, Cakya melangkah cepat menuju pos pendakian.

"Cakya...? Mau kemana...?", Kang Untung bertanya bingung, karena melihat Cakya kembali menaiki motornya.

Cakya tidak menjawab, Cakya malah berlalu pergi dengan motornya dengan kecepatan tinggi.

"Kenapa Kang...?", Satia muncul dari dalam rumah membawa kopi pesanan kang Untung.

"Cakya...", Kang Untung bicara bingung.

"Lha... G'ak jadi ndaki...? Katanya mau naik malam ini...?", Satia bertanya ikutan bingung.

Kang Untung hanya menaikkan bahunya sebagai isyarat tidak tahu jawabannya.

Keesokan harinya Erfly dan teman-temannya melakukan pendakian kedanau gunung tujuh. Setelah itu mereka langsung memutuskan untuk pulang, agar bisa langsung istirahat. Karena besok harus kembali kesekolah.

"Kang...?", Erfly menyalami Kang Untung.

"Cakya kok balik lagi semalam...? Kenapa g'ak jadi ndaki dia...?", kang Untung bertanya pelan.

"Cakya...? Kapan...?", Erfly kembali bertanya bingung.

"Lha...? G'ak ketemu emangnya...?", Kang Untung yang heran kali ini, karena dia lihat sendiri Cakya melewati pintu rimba, awal pendakian ke gunung tujuh.

"Kalau Erfly ketemu g'ak akan nanya Kang Untung", Erfly menjawab bingung.

"Semalam itu dia udah ngelewatin gerbang. Terus g'ak lama dia balik lagi, pergi sama motornya. Saya kirain mau beli sesuatu, ditungguin g'ak balik-balik. Sekitar jam 10 lah", Satia menimpali.

"Astagfirullah...! Jangan-jangan Cakya ngeliat Erfly sama Elang semalam. Salah paham ini bocah", Erfly bergumam pelan.

"Woi...! Malah ngalamun si neng gelis...?", kang Untung memukul lengan Erfly membuyarkan lamunanya. (Woi...! Malah melamun gadis manis)