Erfly menuju ATM diantar oleh Rheno. Sengaja Rheno memilih memakai mobil, biar lebih aman. Rheno khawatir kalau Erfly pergi sendiri membawa uang dalam jumlah banyak.
"Erfly... Kenapa mau bantu ibu itu...?", Rheno membuka topik pembicaraan di dalam mobil.
"Ada larangannya gitu, Erfly g'ak boleh bantu ibu itu...?", Erfly bertanya asal.
"Bukannya begitu, kan Erfly belum kenal siapa dia. Rheno heran aja, Erfly berani kasih dia pinjam uang segitu banyaknya. 20 juta itu bukan jumlah uang yang sedikit", Rheno bertanya lagi, mengejar jawaban.
"Yang bilang sedikit siapa kak...?", Erfly tertawa renyah.
"Rheno serius", Rheno kesal tiba-tiba dengan jawaban Erfly yang terkesan tidak serius menanggapi ucapannya.
"Erfly juga serius", Erfly kembali tertawa. "Erfly punya jaminan kok", Erfly bicara pelan.
"Apa...?", Rheno bertanya bingung.
"Bukan apa. Tapi... Siapa...?", Erfly mengoreksi ucapan Rheno barusan.
"Maksudnya....?", Rheno bertanya semakin tidak mengerti.
"Yang diatas yang jamin kak. Bismillah aja, selagi Erfly bisa bantu orang, Erfly bisa berguna buat orang, Erfly akan coba", Erfly menjelaskan.
Rheno hanya manggut-manggut pelan. 'Salut sama ne cewek, masih ada di zaman sekarang, orang yang berfikir seperti ini', Rheno bergumam dalam hati. Tanpa dia sadari bibirnya membuat lengkungan kecil.
"Malah senyum-senyum", Erfly memukul lengan Rheno, membuyarkan lamunannya.
Erfly kembali kerumah Mayang dan menyerahkan uang yang baru diambilnya ketangan ibu yang baru saja dia kenal hari ini.
Wanita itu menangis menggenggam tangan Erfly, "Terima kasih nak...! Ibu g'ak tahu berapa lama nanti ibu akan bisa melunasi uang ini", ibu itu menangis karena terharu dengan kebaikan Erfly.
"Jangan dijadikan beban, santai aja. Erfly juga g'ak butuh cepat-cepat uangnya. Yang penting anak ibuk selamat dulu", Erfly bicara disela senyumnya.
Ibu itu langsung menyerbu kepelukan Erfly. Menghujani Erfly dengan tangisannya.
"Sekarang, lebih baik ibu kerumah sakit", Erfly memberi saran.
Setelah kepergian ibu itu, Erfly mulai serius membahas perkembangan ketringan dengan ibu Mayang dan Mayang. Tidak henti-hentinya ibu Mayang bersyukur, berkat bantuan Erfly kehidupan keluarga mereka jadi lebih membaik dari sebelumnya.
***
Alfa kembali masuk ke ruang operasi untuk melakukan operasi tahap kedua. Kali ini Alfa harus mengeluarkan peluru yang bersarang dekat paru-paru Ardi. Operasi kali ini lebih cepat dari sebelumnya, berjalan selama 3 jam.
Perjuangan Alfa dan tim medis belum selesai sampai disini. Masih ada satu peluru lagi yang masih bersarang ditubuh Ardi.
Alfa keluar dari ruang operasi, disambut oleh Devi dan pak Lukman. Alfa menjelaskan secara singkat keadaan Ardi dan bagaimana proses operasi berjalan lancar. Setelahnya Alfa langsung mohon diri.
"Dokter....?", Nazwa memanggil Alfa saat Alfa menuju parkiran.
"Ya suster, ada apa...?", Alfa menoleh kearah Nazwa.
"Dokter sudah mau pergi...?", Nazwa bertanya bingung, karena Alfa baru saja keluar dari ruang operasi dan belum sempat istirahat.
"Saya harus kembali kerumah sakit. Dari tadi sudah di telfon berkali-kali. Kalau dokter Firman tanya, bilang nanti sepulang kerja saya kesini lagi", Alfa menjelaskan panjang lebar.
"Baik dok, hati-hati", Nazwa mengingatkan.
"Ya. Terima kasih suster", Alfa melemparkan senyuman terbaiknya sebelum berlalu dari hadapan Nazwa.
***
Cakya masih asik berlari dilapangan bersama bola basket. Meliuk-liuk menghindari lawannya, kemudian dengan mulus memasukkan bola kedalam ring. Tim Cakya tertawa puas dengan keberhasilan Cakya.
Cakya memberi isyarat dia keluar dari permainan, kemudian melangkah menuju arah kelas. Cakya duduk disamping Erfly yang dari tadi memakan kuaci bersama Gama di daun pintu kelas. Cakya ikut nimbrung memakan kuaci yang dipegang Erfly.
"Anak Osis sama pramuka mau ngadain kemping besok. Katanya sebagai perayaan suksesnya acara studi banding kemarin. Mereka ngajakin Erfly ikutan", Gama bicara sambil mengunyah kuacinya.
"G'ak masalah", Erfly bicara santai.
"Abang g'ak ikutan...?", Erfly bertanya lagi.
"G'ak bisa, abang udah janji sama tukang ledeng. Mau ngerapiin wastafel di kosan cowok. Kata yang jagain rumah, rada mampet.mungkin karena kelamaan ditinggal sama penghuni yang lama", Gama bicara pelan.
"Oke", Erfly manggut-manggut pelan.
Sepulang sekolah, seperti biasa Erfly selalu jadi orang terakhir yang keluar kelas. Cakya sudah keluar duluan karena dipanggil oleh kepala sekolah. Sedangkan Gama sudah menuju parkiran bersama Mayang.
"Erfly...!!!", seorang lelaki dari arah ruang PMR memanggil Erfly saat Erfly di lorong sekolah menuju arah parkiran.
"Yah...", Erfly menoleh kesunber suara.
"Erfly bisa ikutkan acara kemping besok", lelaki itu bertanya lagi.
"InsyAllah...", Erfly menjawab pelan.
"Pokoknya Elang tunggu. Kita berangkat jam 8 dari sini. Jangan sampai tidak datang", Elang memukul pelan lengan Erfly.
Erfly mengacungkan jempol kanannya, Elang tersenyum lebar menerima jawaban dari Erfly. "Kalau gitu, Elang balik ke PMR dulu, minjem persediaan obat buat besok", Elang berlalu meninggalkan Erfly sendirian.
Cakya merasa hatinya terbakar melihat Erfly yang bersikap ramah dengan Elang. Bahkan Cakya tidak mendengar, kalau kepala sekolah sudah mengizinkan Cakya dan 2 teman lainnya anggota Paskib kemaren untuk bubar.
"Cakya...!!!", kepala sekolah bicara setengah berteriak membuyarkan lamunan Cakya.
"Iya, kenapa pak...?", Cakya bertanya terbata-bata.
"Masih ada yang ingin kamu sampaikan...?", kepala sekolah kembali mengulang pertanyaannya.
"G'ak pak", Cakya menjawab pelan.
"Kalau begitu kalian boleh pulang", kepala sekolah memberi instruksi.
Cakya dan 2 orang temannya langsung menyalami kepala sekolah, dan keluar dari ruangan.
***
Sesuai janji keesokan harinya Erfly kesekolah sebelum jam 8. Semua anggota pramuka dan Osis sudah berkumpul. Setelah mendapat pengarahan dari kepala sekolah, mereka dilepas untuk berangkat menggunakan bis.
Elang sengaja memilih duduk disamping Erfly. "Erfly... Terima kasih ya, berkat bantuan Erfly kemarin, acara kita jadi lancar", Elang memulai basa-basi.
"Jangan terlalu berlebihan, yang lainnya juga bekerja keras untuk mensukseskan acara kemarin", Erfly tidak terlalu menanggapi ucapan Elang.
***
Cakya masih mondar-mandir di belakang Gama yang serius mengawasi tukang ledeng, merapikan wastafel.
"Cakya bisa duduk g'ak...? Gama pusing ini, lihat Cakya mondar-mandir kayak setrikaan begitu", Gama protes.
Cakya tidak menjawab, keluar menuju teras rumah. Setelah beberapa saat, Gama menyusul Cakya setelah tukang ledeng pamit pulang karna pekerjaannya telah selesai.
"Kamu kenapa sih...? Kayak cacing kepanasan dari tadi...?", Gama bertanya pelan setelah menenggak minumannya.
"Erfly Om", Cakya bicara dengan nada paling rendah.
"Kan dia kemping. Besok juga palingan pulang", Gama menjawab santai tanpa beban.
"Iya sih...", Cakya tidak menyelesaikan ucapannya.
"Kenapa...?", Gama bertanya lagi, karena sepertinya tidak sesederhana itu.
"Kemarin... Elang mendekati Erfly. Cakya hanya takut...", Cakya tidak menyelesaikan ucapannya kali ini.
Gama malah tertawa terbahak-bahak.
"Kok Om malah ketawa sih...?", Cakya protes.
"Kalau memang kamu khawatir dengan Erfly, sana susul ke gunung. Jangan diam aja disini", Gama memukul paha Cakya pelan.
***
Alfa baru saja menyelesaikan operasi tahap ketiga untuk Ardi. Semua peluru sudah berhasil dikeluarkan dari tubuh Ardi, Ardi pun sudah dipindahkan kembali ke ruang ICU sesuai perintah Alfa.
Alfa mengawasi perkembangan Ardi dengan teliti, Alfa bahkan meminta jadwal praktek di rumah sakit Umum dipindahkan sore. Alfa tidak mau ambil resiko, dia mau meyakinkan tidak ada masalah dengan operasi yang dia lakukan selama 3 hari ini.
"Minum dulu dok", Nazwa menawarkan teh hijau kepada Alfa, yang duduk dengan gelisah di ruang obat ICU.
"Terima kasih suster", Alfa menerima pemberian Nazwa.
Nazwa melangkah mendekati Ardi untuk mengecek suhu tubuh dan tensi Ardi.
"Dokter, pasien sadar", Nazwa bicara setengah berteriak karena terlalu girang.
Alfa dengan segera berlari mendekati Ardi.