webnovel

Dua puluh juta...? Pantas tu bocah royal banget jadi orang

"Iya, dia punya kos-kosan di beberapa kota. Bandung, Jakarta, Jambi, sama... punya vila di Bali katanya", Gama mengingat-ingat percakapannya dengan Erfly waktu di gunung.

"Gila juga ni bocah, diam-diam...", Cakya tidak percaya dengan ucapan Gama.

"Yah... Dia sempat cerita sih, sebulan dia terima bersih 20 juta ada kali", Gama melanjutkan ucapannya, tetap dengan membaca buku tanpa menoleh kearah Cakya sedikitpun.

"Dua puluh juta...? Pantas tu bocah royal banget jadi orang", Cakya geleng-geleng kepala tidak percaya.

"Mau tau yang lebih gilanya lagi apaan...?", Gama bicara santai.

"Apaan lagi yang lebih gila dari ini...?", Cakya bertanya bingung.

"Erfly mulai beli rumah pas kelas 6 SD, dan itu pakai uang jajannya dia sendiri", Gama bicara santai.

"Hah...?", Cakya seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

"Hokinya gede tu bocah. Itu rumah dibeli sama perusahaan buat ngebangun pabrik. Dibeli berkali-kali lipat dari harga dia beli tu rumah. Dari sana dia mulai jadi juragan kos-kosan", Gama menjelaskan panjang lebar.

"Eh... Tapi... Jangan bahas-bahas ginian sama Erfly", Gama bicara panik.

"Kenapa emang...?", Cakya mengerutkan keningnya.

"Bisa habis Gama dibantai Erfly", Gama bicara ketakutan.

"Kok bisa...?", Cakya bertanya lagi karena masih tidak mengerti.

"Erfly g'ak mau ada yang tau soal dia. Makanya jangan sampai keceplosan sama Erfly. Bisa kelar hidup Gama", Gama memohon kali ini.

"Iya", Cakya bicara pelan.

***

Mayang membantu orang tuanya merapikan kembali rumahnya seperti semula.

"Makan dulu nak", ibu Mayang memanggil Mayang dan ayahnya yang sedang sibuk mengumpulkan kursi di teras rumah.

"Iya", Mayang dan ayahnya bicara kompak. Kemudian menyusul ibu Mayang masuk kedalam rumah.

"Nak... Erfly teman kamu itu kerja orang tuanya apa...?", ayah Mayang bertanya karena tidak bisa menahan rasa penasarannya, kenapa Erfly mau membayarkan uang yang jumlahnya tidak sedikit begitu saja.

"Kenapa memangnya Yah...?", Mayang bertanya sembari memasukkan makanan kedalam mulutnya.

"Kok dia gampang banget ngeluarin uang sebanyak itu buat bantu kita", ayah Mayang menimpali.

"Dia anak orang kaya Yah, ayahnya pengusaha properti. Bukan hanya di Indonesia, tapi... Malah sampai ke Singapura segala", Mayang menjelaskan.

"O... Pantes, dia seperti tidak butuh uang saja", ayah Mayang bicara pelan.

"Beruntung kamu punya teman yang baik seperti dia", ibu Mayang merasa bersyukur anaknya memiliki teman sebaik Erfly.

"Dia bukan hanya baik Buk, tapi... Udah kayak malaikat. Dia selalu ringan tangan. Erfly juga tidak pernah mengkotak-kotakkan teman, dia bisa langsung akrab sama siapa saja", Mayang bercerita dengan antusias tentang Erfly.

"Alhamdulillah kamu masih dikelilingi oleh orang-orang baik seperti Erfly dan teman-temannya", ibu Mayang bersyukur anaknya masih memiliki malaikat penolong disampingnya.

"Ibuk ingat Mayang pernah cerita ada anak laki-laki yang menolong Mayang dibuly waktu SMP", Mayang bertanya kepada ibunya.

"Iya, yang kata kamu ketua Osis dan kapten team basket sekolah kamu itu", ibu Mayang kembali memutar ingatannya.

"Itu Cakya buk", Mayang bicara antusias.

"Cakya yang tadi bersama Erfly dan Gama...?", ayah Mayang kali ini yang berkomentar.

"Iya Yah", Mayang mengiakan.

"MasyAllah nak, mereka memang orang yang luar biasa. Malaikat pelindung kamu, yang dikirim Tuhan buat jaga anak ibuk", ibu Mayang hampir meneteskan air mata karena merasa terharu.

Mereka tidak menyangka, di zaman sekarang masih ada anak muda yang masih punya rasa peduli yang tinggi. Bahkan mereka tidak segan-segan membantu orang yang belum mereka kenal sama sekali.

Terselip do'a dari keluarga Mayang untuk malaikat-malaikat penolong mereka hari ini. Tidak habis pikir, akan seperti apa Mayang menjalani kehidupannya kelak, kalau dia harus menikah dengan rentenir bangkotan itu. Putus sekolah sudah jelas, tak punya masa depan itu pasti.

Tak henti-hentinya keluarga Mayang mengucap syukur atas segala pertolongan Allah yang tidak pernah diduga-duga arah kedatangannya.

***

Keesokan harinya Mayang sengaja datang pagi-pagi buta. Mayang tidak sabar menunggu Erfly, Gama dan Cakya datang.

"Hahahaha... Abang lagian ngaco", Erfly tertawa sepanjang lorong menertawakan Gama.

"Lha... Bukannya prihatin, malah diketawain", Gama bicara sewot, mempercepat langkahnya.

Cakya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala mengingat kekonyolan Gama. Mau-maunya dikerjai Erfly menggoda ibu-ibu yang lagi menyiram tanaman. Beruntung tidak langsung di guyur sama suaminya dengan air selang taman.

Mayang langsung menghampiri meja Erfly dan Cakya.

"Pagi Mayang...?", Erfly tersenyum menyapa Mayang yang sudah duduk menghadap kepadanya.

"Pagi Erfly...", Mayang bicara malu-malu. Tangannya meremas kotak makanan yang ada dipangkuannya semakin erat.

"Itu apa...?", Erfly bertanya, memberikan isyarat mata kearah kotak makanan yang dipegang Mayang.

"I... Ini...", Mayang meletakkan kotak makanannya keatas meja dihadapan Erfly. "Ini... Donat buatan ibuk. Katanya... Buat sarapan Erfly, Cakya dan Gama... Kata i... Buk... Sebagai ucapan terima kasih, karena kemarin sudah membantu Mayang", Mayang bicara pelan, kepalanya masih tertunduk tidak berani menatap Erfly ataupun Cakya dan Gama.

"Boleh Erfly coba...?", Erfly meminta izin.

"Silahkan...", Mayang bicara antusias.

Erfly dengan hati-hati membuka kotak makanan yang dibawa Mayang, kemudian menggigit suapan besar donat. "Ini ibu kamu buat sendiri...?", Erfly bertanya bingung.

"I... Iya, kenapa...? Tidak enak ya...?", Mayang bicara cemas, kemudian menutup kotak makanannya karena takut Erfly akan marah.

"Justru enak banget. Makanya Erfly tanya ibu kamu buat sendiri ini...?", Erfly kembali menjelaskan maksud ucapan sebelumnya.

"Iya, ibu buat sendiri. Tadi dari subuh, ibuk sudah menyiapkan ini", Mayang melemparkan senyumannya.

"Abang sini, dimakan. Cakya juga. Enak banget, nyesel lho, ntar Erfly habisin", Erfly memanggil Gama agar mendekat.

"Enak aja, abang juga mau kali dek", Gama langsung mencomot satu donat dari kotak makanan.

Cakya juga tidak mau kalah, langsung ikut mengambil donat yang dibawa oleh Mayang. Mayang tersenyum senang melihat reaksi Cakya, Erfly dan Gama yang menyukai makanan buatan ibunya.

"Ibu Mayang pintar masak...?", Erfly bertanya asal.

"Ibuk dari muda memang sudah pintar masak, karena ibuk sendiri anak perempuan dirumahnya. Sejak umur 10 tahun, ibuk sudah ditinggal nenek. Jadi... Ibuk yang bertugas buat mengurus rumah dan 4 saudara laki-lakinya beserta kakek", Mayang menceritakan masa kecil ibunya yang menyedihkan.

"Memangnya nenek kamu kemana...?", Erfly bertanya polos.

"Nenek meninggal karena kanker darah", Mayang bicara pelan, dia membayangkan betapa keras kehidupan ibunya sejak kecil harus bisa mengganti peran seorang ibu dalam keluarganya.

"Erfly... Minta maaf Mayang, Erfly salah ngomong", Erfly memukul pelan mulutnya karena merasa tidak enak hati, telah membuat Mayang bersedih.

"G'ak apa-apa Erfly", Mayang bicara pelan.

"Ibu Mayang kerja apa...?", Erfly kembali bertanya.

"Buruh cuci lepas", Mayang menjawab pelan.

"Maksudnya...?", Erfly bingung karena tidak mengerti.

"Nyuci nyetrika dek, tapi... Kalau dipanggil sama orang. Jadi... Bayarannya g'ak perbulan gitu", Gama menjelaskan.

"Ntar pulang sekolah Erfly bisa ketemu ibuk...?", Erfly bertanya kepada Mayang.

"Buat apa...?", Mayang bertanya bingung.

"Erfly mau ngobrol aja", Erfly tersenyum penuh arti.

"Hem... Mulai lagi", Gama bergumam pelan.

Erfly langsung menyikut lengan Gama agar tidak macam-macam. Bisa-bisa rencana yang sudah diatur dengan baik dikepalanya gagal total nanti gara-gara Gama.