webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Anak gunung main ke pantai sekarang...?

Erfly tertawa pahit, berusaha santai menjawab pertanyaan Gama yang bertubi-tubi. Erfly merubah posisi duduknya, agar merasa lebih nyaman.

"Dek...! Kok malah ketawa...?", Gama kembali menuntut jawaban dari Erfly. Gama Sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari wajah Erfly.

Erfly melemparkan senyumnya sebelum menjawab pertanyaan Gama. "Abang salah, harusnya abang tanya papanya Cakya, kenapa...? Bukan Erfly. Karena Erfly juga g'ak tahu, kenapa bang", Erfly menjawab sesantai yang dia bisa.

Cakya menghampiri Gama dan Erfly. Kemudian memegang bahu Gama dengan tangan kanannya.

"Hah...? Kenapa...?", Gama tergagap merespon kehadiran Cakya yang tiba-tiba.

Cakya malah ikut duduk disamping Gama, menikmati matahari yang perlahan ditelan oleh lautan lepas.

"Ada apa...?", Gama bertanya lagi.

Cakya tidak menjawab, malah membuat isyarat agar Gama mengecek HPnya.

"Oh...", Gama merogoh saku celananya, kemudian mengecek HPnya. "Rapat habis magrib...", Gama bergumam pelan. Kemudian kembali mengantongi HPnya.

Suasana tiba-tiba hening, tidak ada yang angkat suara. Cakya, Erfly dan Gama menikmati pemandangan yang tersaji oleh alam.

***

"Anak gunung main ke pantai sekarang...?", terdengar suara yang selalu mengusik gendang telinga Erfly.

Lelaki itu tidak perduli dengan penolakan Erfly, selalu datang dan datang lagi. Mau berapa kalipun Erfly berteriak, atau bahkan mengacuhkannya, tetap saja dia seperti kuman yang akan datang dan datang lagi.

"Elang...?", Gama bicara heran.

Tanpa permisi, Elang malah duduk disamping Erfly. "Hei cantik, bagaimana kabar kamu hari ini...?", Elang bersikap manis kepada Erfly. Menatap lekat wajah Erfly, perempuan yang selalu dikejar olehnya mati-matian. Baik dari bangku sekolah, sampai saat ini.

Segala cara telah dia lakukan, mulai dari cara halus, bahkan memanfaatkan kerjasama ayahnya dan ayah Erfly. Memaksa agar mereka segera tunangan, sebelum pindah ke Garut.

"Tadinya baik-baik saja, setelah kamu datang, tiba-tiba memburuk dalam waktu singkat", Erfly menjawab ketus. Tatapan tajam matanya langsung mendarat kebola mata Elang.

Bukannya marah, malah Elang tertawa terbahak-bahak. "Masih saja galak sama tunangan sendiri", Elang sengaja memprovokasi Erfly, Cakya dan Gama.

"Tunangan..?", diluar dugaan, bukannya Cakya, malah Gama yang bereaksi pertama kali atas ucapan Elang. Gama merasa bingung, bahkan matanya langsung menatap jemari tangan Erfly, tidak ada cincin yang melingkar disana.

"Kalau saja suntik mati itu legal. Udah dari dulu Ilen suntik mati ini orang", Erfly bicara geram dengan kelakuan Elang yang selalu berhasil menarik emosinya keluar dari singgasananya yang tenang.

Kali ini Gama malah tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Erfly.

Elang meraih pergelangan tangan kanan Erfly, menggenggamnya dengan kasar, memaksa Erfly kembali menatap kewajahnya. "Kamu g'ak bisa kasarin aku terus seperti ini", Elang memberikan penekanan pada setiap suara yang keluar dari bibirnya.

"Lepasin, sakit...!!!", sangat terlihat wajah kesal terpancar dari wajah Erfly. Dia merasa tidak nyaman berdekatan dengan Elang, apalagi sekarang malah tangannya digenggam oleh Elang.

Gama mulai bereaksi, berusaha untuk membantu Erfly. Gama kembali mengurung niatnya, karena Elang sudah terpental meringis kesakitan. Sebuah bogem mentah dari Cakya mendarat dirahang Elang, sehingga sudut bibir Elang mengeluarkan darah segar.

Erfly kaget, menatap bingung kewajah Cakya yang masih datar tanpa ekspresi. Bahkan setelah memukul telak Elang hingga berdarah.

"Kamu lagi...!", Elang mengerang kesal, jemarinya memegangi luka yang dibuat oleh Cakya.

"Orang kalau g'ak mau, jangan maksa", Cakya mengeluarkan suara emasnya.

Gama malah tersenyum melihat Cakya yang menunjukkan sikap posesifnya terhadap Erfly. 'Hati kamu emang g'ak bisa bohong, Erfly masih bertahta menguasai hati kamu', Gama membatin.

"Mending kamu pergi, sudah berkali-kali aku bilang. Aku muak sama kamu...!!!", Erfly bicara dengan menggertakkan giginya karena menahan amarahnya.

"Kamu g'ak bisa kayak gini. Orang tua kamu punya perjanjian dengan orang tua aku. Untuk menjodohkan kita", Gama kembali menuntut Erfly agar tunduk kepadanya.

"Orang tua ku bukan...? Kamu nikah saja sama makam mereka", Erfly bicara dingin, wajahnya kali ini tidak tergoyahkan.

"Kamu jangan lupa. Ayah aku adalah salah satu investor diperusahaan ayah kamu...!!!", Elang kembali mencoba memberikan tekanan berikutnya kepada Erfly.

Erfly mengeluarkan HP dari dalam sakunya, kemudian menekan salah satu nomor.

"Assalamu'alaikum...", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon yang lembut dan demikian takut kepada Erfly.

"Wa'alaikumsalam", Erfly menjawab dengan ketenangan yang biasanya. "Mulai hari ini, hapus kerjasama kita dengan keluarga Pratama. Mulai hari ini, aku g'ak mau ada hubungan lagi dengan keluarga Elang Pratama dan koloninya", Erfly bicara kata perkata dengan perlahan. Setiap kata yang keluar dari mulut Erfly, cukup membuat Elang keringat dingin.

"Tapi... Kita harus membayar biaya penalti...", perempuan diujung lain telfon kembali mengingatkan Erfly akan konsekuensi atas perintahnya saat ini.

Elang melukiskan senyum licik dibibirnya, dan membuat Erfly semakin muak.

"Apa perlu saya ulangi lagi perintah saya...?", Erfly menjawab dingin.

"Baik, sesuai perintah. Assalamu'alaikum", perempuan yang ada diujung telfon langsung menutup hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab pelan, kemudian melemparkan senyum puasanya melihat wajah Elang yang pucat pasi.

"Kamu... G'ak bisa kayak gini. Ayah kita sudah menjalankan bisnis ini sekian tahun", Elang berusaha menarik simpati Erfly.

"Mereka, bukan aku", Erfly menjawab tanpa ampun.

"Aku... Minta maaf kalau aku salah. Aku mohon... Jangan kayak gini", Elang kembali memohon belas kasihan Erfly.

Erfly meraih kruknya, Cakya spontan membantu Erfly untuk berdiri. Erfly langsung berlalu dari hadapan semua orang.

"Tunggu...!!! Jangan kayak gini...!!! Aku mohon...!!!", Elang berteriak menyedihkan.

Elang berusaha untuk mengejar Erfly, kali ini Gama meraih pundak Elang, menahan langkah kaki Elang selanjutnya.

"Sudah cukup. Kamu salah cari musuh kali ini", Gama bicara dingin.

"Aku harus bicara dengan dia. Aku tidak bisa membiarkan dia melakukan itu kepada keluargaku", Elang bicara frustrasi.

"Kamu hanya akan memperburuk keadaan. Mau coba silakan. Tapi... Aku bisa pastikan, tidak ada yang mengerti dia, melebihi aku", Gama bicara kata perkata dengan perlahan, kemudian memberikan tekanan pada setiap suaranya.

Gama melangkah meninggalkan Elang yang terduduk frustrasi di atas pasir pantai, dibelakang Gama, Cakya menyusul tanpa suara sedikitpun.

***

Candra memasuki rumah Sinta. Seorang anak kecil berlari kepelukannya, Candra mengangkat tubuh malaikat kecil nan cantik kepangkuannya.

"Apa kabar cantik...?", Candra bertanya penuh kelembutan.

"Tanen", malaikat kecil itu langsung memeluk tubuh Cakya dengan lengan tangan mungilnya.

Candra tersenyum menerima perlakuan malaikat kecilnya.

"Udah lama kamu dek...?!", Sinta yang keluar dari kamarnya, setelah selesai mandi, melihat Candra sudah duduk di sofa rumahnya dengan malaikat kecil.

"Baru saja mbak", Candra bicara pelan, kemudian meraih tangan Sinta, kemudian mencium punggung tangannya dengan santun seperti biasanya.

"Malika... Sini, mandi dulu. Dicariin juga, malah nongkrong disini", Tasya berkacak pinggang dari arah kamarnya.

Yang dipanggil malah semakin erat memeluk Candra.

"Pantes dari tadi ada bau-bau asem. Ternyata si cantik ini belum mandi...?", Candra mengelitiki malaikat kecil di pangkuannya.

Malika menggelinjang merasa kegelian, tawa kecilnya keluar semakin membuat gemas semua orang yang ada diruangan.

"Ampun... Hahahaha... Ampun...", Malika bicara dengan suara imutnya.

"Mandi sana", Candra memberi perintah.

"Oke... Oke...", Malika membuat isyarat oke dengan tangan kecilnya.

Candra mencium pipi malaikat kecilnya, sebelum menurunkan malaikat kecilnya dari pangkuannya. Begitu menginjak lantai, Malika langsung berlari menyerbu kepelukan ibunya.

Sinta menuju dapur untuk membuat sarapan untuknya, Candra, Tasya dan malaikat kecil yang selalu bisa memberi warna dalam hidupnya.

"Kapan kamu pulang dek...?", Sinta bertanya sembari melanjutkan kegiatan masaknya.

"Pagi ini mbak, langsung kesini", Candra menjawab pelan, sangat terdengar Candra begitu kelelahan. Candra membaringkan tubuhnya di sofa, sekedar untuk merenggangkan ototnya yang tegang karena duduk terlalu lama.

"Kamu itu dek, bukannya istirahat dirumah. Malah kesini", Sinta menggelengkan kepalanya melihat kelakuan ajaib Candra.

Candra malah tersenyum, "Kangen mbak sama malaikat kecil", Candra bicara pelan.