webnovel

Book 1 - Chapter 4: Menjadi Bayi Didunia Lain #2

Malam hari, didalam rumah kayu lebih tepatnya didalam kamar. Ada pria kekar dengan mata merah dan rambut hitamnya dia memakai kaos hitam dan celana panjang dan disebelahnya ada wanita cantik berambut putih perak dengan gaun berwarna abu-abu polos khas rakyat jelata, dia sedang menangis sambil menjelaskan apa yang telah terjadi pada putranya.

"Sudah sayang, kamu jangan nangis terus. semuanya baik-baik saja." Pria itu mencoba menenangkan tangisan istrinya.

"T-Tapi bagaimana jika saja terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan saat aku sedang lengah tadi. Tidak seharusnya anak yang masih kecil sepertinya bisa mengeluarkan magic." Wanita cantik itu terus mencari alasan untuk menyalahkan dirinya sendiri.

Melihat istri tercintanya terus menyalahkan dirinya sendiri, Eden memeluk istrinya sambil mengusap lembut kepalanya. "Kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri karena hal ini. lagi pula ini bukan salahmu, bahkan bukan salah siapapun. Dan kita bisa lihat sisi positifnya, aku sangat yakin putra kita Alen akan menjadi seorang Mage terkuat dibenua ini. Bayangkan saja diusianya yang sekarang ini dia bisa membuat fire ball"

Mendengar hal itu Alea mecubit keras pinggang suaminya itu "Arrggghh sayang, itu menyakitkan" Kini Alea berhenti menangis dan mengusap air matanya, Eden tersenyum melihat istrinya berhenti menangis.

"Aku, tidak. Kita akan membimbingnya menjadi anak yang hebat" namun Alea menggelengkan kepalanya "TIDAK, jika Alen menjadi mage terkuat, aku pasti akan jarang bertemu dengannya" Pipi Alea menggembung membuatnya tampak imut seperti tupai.

Eden suaminya merasa gemas, ia mencubit kedua pipi istrinya itu dan mencium keningnya. "Kurasa yang kamu katakan ada benarnya juga, namun jika Alen kita ingin menjadi orang yang hebat seperti menjadi Archmage, kita hanya bisa mendukung keinginannya sayang".

"A-Aku akan mencegah Alen meninggalkanku" ucap Alea dengan wajah yakin. "Meski Alen akan membencimu nantinya?" tanya Eden.

"I-Itu..." Alea tidak dapat menjawab pertanyaan suaminya. Di usianya yang sekarang Alen dapat menggunakan sihir, dapat dipastikan Alen adalah anak ajaib yang kemungkinan saat ia dewasa, Alen akan menjadi orang yang hebat dibenua ini.

Dan saat itu terjadi Alen pasti akan dibawa ke kerajaan dan disuruh mengabdi pada kerajaan yang mana pastinya akan membuat Alen sibuk dan mungkin melupakan keluarganya.

Itulah yang dipikirkan Alea sekarang, padahal hal seperti itu belum tentu terjadi.

Melihat istrinya yang mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi membuat Eden ingin menjahilinya, dia mencubit pipi istrinya lagi namun kali ini lebih keras.

"Awwww" Mata Alea melotot tajam pada suaminya, namun Eden menasehatinya "Apapun yang nanti Alen ingin lakukan dimasa depan, kita hanya perlu mendukungnya. Kecuali kalau dia ingin menjadi musuh umat manusia, aku sendiri yang akan menghentikannnya" ucap Eden dengan percaya diri.

Namun tinju langsung melayang kearah wajahnya yang tampan itu.

*Bukk

"Arghhh"

Terlihat wajah istrinya yang sangat marah.

"Alen tidak akan menjadi orang jahat, dia itu putraku"

Eden yang masih mengusap pipinya mencoba menjelaskan kesalahpahaman istrinya.

"A-Aku cuman bercanda sayang~"

"Agaa Agaa Agaa"

Terdengar suara bayi setelah Eden berbicara. Alea langsung bergegas kekamar sebelah, tempat Alen tidur.

*****

Sebelumnya aku terlalu ceroboh saat mencoba memadamkan bola api, mungkin karena aku panik bola api tersebut malah menjadi besar. Namun kali ini aku mencoba mengeluarkan bola api lagi.

Bola api kembali melayang ditelapak tanganku, kini aku mencoba untuk tetap tenang. Aku mencoba membayangkan bola api ini bergerak perlahan dan bola api itu bergerak sesuai dengan apa yang aku pikirkan.

Aku membayangkan bola api ini bergerak kekiri dan bola api pun bergerak kekiri, begitupun sebaliknya.

Kini saatnya aku mencobanya, yaitu memadamkan fire ball ini. Pertama-tama aku menenangkan pikiranku, lalu membayangkan bola api ini menghilang. Mungkin terdengar sangat simpel, namun aku harus benar-benar yakin dengan apa yang aku pikirkan dan berkonsentrasi lebih tinggi.

Aku membayangkan bola api ini mengecil dengan panas yang ikut mereda. Saat aku melihatnya, bola api itu juga ikut mengecil dan lenyap tak tersisa, sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Dan ini ternyata sangat mudah lol.

'Mmmmm.....Yeaayyyy'

Aku bersorak didalam hati karena benar-benar senang dengan apa yang telah aku lakukan, kini aku sudah mulai bisa mengendalikan fire ball.

*Bukk

Terdengar suara pukulan yang sangat keras dari ruangan sebelah, karena aku khawatir terjadi sesuatu. Aku mencoba memanggil seseorang sebisaku.

"Agaa Agaa Agaa"

Suara langkah kaki yang cepat, terdengar dari balik pintu dan pintu itu terbuka memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang masih sangat cantik seperti seorang gadis. Dia memiliki wajah tirus, hidung mancung, bibir berwarna merah muda, mata berwarna biru cerah, dan rambut putih perak seperti seorang bangsawan.

Namun dia bukan seorang bangsawan, melainkan ibuku.

"Ada apa sayang?, apa kamu lapar?"

Dia mendekatiku dan mengangkatku kepelukannya sambil mengelus punggungku

Dibelakangnya juga ada seorang pria tampan berambut hitam yang juga ikut melihatku.

"Ada apa sayang? Kenapa Alen terbangun?"

Matanya menatap tidak suka melihat ayahku, dan dipipi ayahku juga terdapat bekas pukulan yang membiru. 'Apa ini? Apa yang telah terjadi? Apa mereka baru saja bertengkar?'

Aku tidak tau kenapa mereka bertengkar namun aku ingin berusaha menghentikan pertengkaran mereka.

"Aga aga aga"

Aku memanggil ayahku supaya dia mendekat.

"Ada apa sayang? Apa kamu terbangun karena merindukan ayah?"

Dia menghampiriku dan wajahnya cukup dekat denganku, aku mencoba menyentuh pipinya. "Ahh, apa kamu mengkhawatirkan ayah? Ayah tidak apa-apa, ini tidak sakit kok"

Aku menusuk pelan pipinya dengan jari telunjuk, ingin membuktikan apakah yang dikatakannya itu benar atau tidak.

"Arrggghhh" 

Suara teriakan keluar dari mulutnya, dan ternyata perkataanya itu bohong. Dia pasti masih merasakan sakit meski tidak kusentuh.

Melihat itu, ibuku merasa bersalah. "Sa-Sayang, a-aku minta maaf itu salahku karena memukulmu"

Mendengar ibuku meminta maaf, ayah tersenyum. "Ahh, tidak apa-apa sayang. Kamu tidak perlu khawatir, pukulan seperti ini bukan apa-apa bagiku"

Aku kembali menyentuh bekas pukulan dipipi ayahku. "Arrggh, A-Alen jangan terus-terusan menyentuhnya. Itu sakit"

"Sepertinya aku terlalu banyak menggunakan mana saat memukulmu, kemarilah aku akan menyembuhkannya."

Ayahku terkejut mendengar perkataan ibuku "Pantas saja pukulannya lebih menyakitkan dari serangan monster" Ayahku bergumam.

"Kamu bilang apa?" ibuku bertanya, untung saja dia tidak terlalu mendengarnya dengan jelas. "B-Bukan apa-apa" jawab ayahku.

Ibuku mendekatkan telapak tangannya kewajah ayahku namun tidak menyentuh kulit. "Wahai Dewi Antharish yang agung, kumuhon berkati hambamu yang bodoh ini dengan cahayamu [Healing Touch]"

Dia merapalkan mantra yang pernah kudengar sekali namun kali ini agak sedikit berbeda dipertengahan kata. "S-Sayang, kurasa rapalan mantramu sedikit menyakitkan buatku"

"Diam sayang, aku sedang fokus" Ayahku hanya bisa menurut dan diam. Cahaya muncul ditelapak tangan ibuku dan bekas pukulan mulai menghilang.

Setelah sembuh, ayahku berterimakasih dan ibuku juga meminta maaf kepadanya. Ayahku melirikku dan berkata "Ayah juga minta maaf Alen, karena mengatakan hal yang buruk".

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan, namun aku tersenyum mengiyakan.

Melihat aku tersenyum, mereka berdua malah memelukku bersamaan.

"Astaga, Alen kita sangat manis"

"Kamu benar sayang, dia sangat manis dan cantik sepertimu"

"Awww sayang"

Mereka berdua sekarang malah saling bermesraan didekatku yang mana membuatku sesak, namun aku cukup senang karena mereka kembali baikan.

Tapi tunggu?? Aku Cantik?? Apa maksudnya itu??