webnovel

Episode 17

Di tengah malam yang sunyi, suasana di rumah keluarga Sharman terkoyak oleh suara ledakan yang memekakkan telinga. Sharman, yang masih kecil, terjaga mendadak, matanya terbuka lebar dalam kegelapan. Suara itu datang dari arah ruang tamu, tempat ayahnya, Armand, Dewan Militer yang terhormat, biasanya menghabiskan waktu larut malam untuk bekerja.

Dengan langkah ragu-ragu dan hati yang berdebar kencang, Sharman keluar dari kamarnya. Langkahnya yang tergesa-gesa terhenti seketika ketika dia menyaksikan pemandangan yang membuatnya terpaku, ibunya tergeletak tak bernyawa di lantai, mata terbuka namun kosong, melihat ke suatu tempat yang tak terjangkau. Di dekatnya, seorang sosok tinggi, kelam, berdiri membawa buku hitam dengan aura yang mencekam.

Sharman, yang masih anak-anak, merasakan ketakutan melumpuhkan setiap urat di tubuhnya. Dia tidak mengerti mengapa ibunya harus menjadi korban kekejaman ini. Air mata mulai mengalir di pipinya yang pucat, tetapi dia terlalu ketakutan untuk bergerak atau berteriak.

Pengguna Buku Kematian, yang menyadari kehadiran Sharman, berpaling ke arahnya dengan senyum sinis. "Ah, anak kecil yang malang," ujarnya dengan suara yang dalam dan berat, "Kamu sekarang saksi atas akhir dari sebuah era. Ayahmu telah terlalu lama menghalangi rencana besar kami."

Sharman tidak bisa menjawab. Dia hanya bisa berdiri di sana, bergetar, ketakutan bercampur dengan kesedihan. Dia ingin berlari, berteriak, namun suaranya seakan-akan terkunci di dalam tenggorokannya.

Dengan langkah yang tenang dan terukur, pengguna buku kematian mendekati Sharman. Buku hitam di tangannya terbuka sendiri, halaman-halamannya bergerak seolah-olah ditiup angin. Tiba-tiba, Sharman merasakan tubuhnya terangkat dari tanah, terperangkap dalam kekuatan tak terlihat yang mengendalikan gerakannya.

"Sekarang, anak kecil, kamu akan menjadi pesuruhku. Beritahukan kepada semua, bahwa era baru telah dimulai. Era dimana pengguna Buku Kematian akan menguasai semuanya," kata sosok tersebut dengan suara yang dingin.

Sharman, yang masih tergagap oleh rasa takut dan kehilangan, tiba-tiba merasakan ledakan energi dalam dirinya. Sesuatu di dalamnya, yang belum pernah dia sadari sebelumnya, bangkit. Sebuah kekuatan yang belum terjelajah. Matanya yang semula tergenang air mata, kini bersinar dengan determinasi baru.

Dengan kekuatan yang baru dia temukan, Sharman membebaskan diri dari cengkeraman tak terlihat pengguna Buku Kematian. Dia berlari keluar rumah, meninggalkan pengguna buku jahat itu dalam kebingungan.

Malam itu, Sharman tidak hanya kehilangan orang tuanya, tetapi juga kehilangan kepolosan masa kecilnya. Dari titik ini, jalan hidupnya berubah. Dia berjanji akan menghabiskan sisa hidupnya untuk membalaskan dendam atas kematian orang tuanya dan melindungi dunia dari kejahatan pengguna Buku Kematian.

Sejak saat itu, Sharman berlatih dan memperkuat diri. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang tangguh, berpengetahuan, dan memiliki kemauan yang kuat. Dia belajar untuk mengendalikan kekuatan baru yang ditemukannya malam itu, berjanji untuk menggunakan kekuatan itu demi keadilan.

Pertarungan Sharman melawan pengguna Buku Kematian tidak hanya menjadi perang fisik, tetapi juga perang batin, menghadapi bayang-bayang masa lalu yang selalu menghantuinya. Setiap langkah yang dia ambil, setiap keputusan yang dia buat, selalu didasari oleh kenangan malam tragis itu, saat dia kehilangan segalanya dan menemukan tujuan baru dalam hidupnya.

***

Di bawah sinar bulan yang suram, Sharman berlari sekuat tenaga, menjauhi rumah yang kini hanya menjadi simbol kehancuran dan kesedihan. Setiap langkah yang dia ambil terasa seperti melawan arus kehidupan yang telah menghanyutkannya ke dalam jurang keputusasaan. Pikirannya bergolak, dihantui oleh bayangan kematian orang tuanya.

Setelah beberapa saat berlari tanpa arah, Sharman terhenti di sebuah taman terbengkalai. Dia terjatuh ke tanah, lututnya terasa lemah, napasnya tersengal. Dalam keheningan malam, hanya suara isak tangisnya yang terdengar. Dia menangis bukan hanya karena ketakutan, tapi juga karena rasa kehilangan yang mendalam.

Dalam kesunyian, sebuah suara lembut terdengar, "Mengapa kamu menangis, anak kecil?" Sharman terkejut, mengangkat kepalanya dan menemukan sosok seorang gadis yang terlihat seperti siswa SMA berdiri di depannya, menatapnya dengan pandangan penuh kelembutan, matanya menunjukkan kepedulian yang mendalam. Aura yang dikeluarkannya berbeda, ada sesuatu yang istimewa darinya.

"Ayah dan ibuku... mereka telah dibunuh," jawab Sharman dengan suara terbata-bata.

Gadis itu mendekat, duduk di sampingnya, dan menggenggam tangannya dengan hangat. "Aku mengerti kesedihanmu, Nak. Tapi ingat, dalam setiap kehilangan, ada kekuatan yang tersembunyi. Kekuatan untuk bertahan, untuk tumbuh, dan untuk melawan."

Sharman menatap gadis itu, matanya yang masih basah menunjukkan kebingungan. "Bagaimana aku bisa melawan? Aku hanya seorang anak. Siapa kamu? Siapa kamu seakan tau apa yang aku alami..."

Gadis itu menarik napas panjang, seakan merasakan berat kesedihan Sharman. "Aku datang untuk menghentikan pengguna buku kematian, tapi sepertinya aku terlambat." Ada nada penyesalan dalam suaranya.

Sharman menatapnya bingung, "Apa itu Buku Kematian? Siapa kamu?"

"Namaku Ciel." Gadis itu memberikan senyum lembut yang berusaha menenangkan. "Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres, tapi aku tidak menyangka akan seburuk ini."

"Apa yang harus aku lakukan..."

Gadis itu tersenyum, "Kamu mungkin masih muda, tapi hatimu sudah menunjukkan keberanian. Kamu telah melarikan diri dari cengkeraman kejahatan. Itu bukti bahwa kamu memiliki kekuatan di dalam dirimu."

Sharman menyeka air matanya, "Aku tidak ingin menjadi kuat. Aku hanya ingin ayah dan ibuku kembali."

Gadis itu mengangguk paham, "Rasa sakit akan selalu ada, Sharman. Tapi kamu harus memilih. Apakah kamu akan tenggelam dalam kesedihan, atau bangkit dan membuat orang tuamu bangga?"

Kata-kata itu seakan menyalakan api kecil di hati Sharman. Dia mengerti bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia harus memilih antara terpuruk dalam kenangan atau melangkah maju untuk mencari keadilan. Dia menggenggam erat tangan gadis itu, "Aku akan membuat mereka bangga. Aku akan melawan."

Gadis itu tersenyum, "Itulah semangat yang kubutuhkan untuk melihat darimu, Sharman. Ingat, kejahatan hanya bisa dikalahkan dengan keberanian dan kebaikan hati. Kamu memiliki keduanya."

Malam itu, Sharman meninggalkan taman dengan tekad baru. Dia tahu jalan yang akan dia tempuh tidak akan mudah. Akan ada rintangan, kesulitan, dan bahkan momen-momen di mana dia ingin menyerah. Namun, dia juga tahu bahwa dia tidak sendiri dalam perjuangannya.

Sharman berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mempelajari segala sesuatu tentang pengguna Buku Kematian, kekuatan mereka, kelemahan mereka, dan bagaimana cara menghentikan mereka. Dia akan menjadi pelindung bagi mereka yang tidak bisa melindungi diri mereka sendiri, menjadi pahlawan yang tidak pernah dia miliki saat dia membutuhkannya.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang suram, Sharman tidak hanya kehilangan keluarganya, tetapi juga menemukan sebuah panggilan-panggilan untuk menjadi lebih dari sekadar korban, menjadi seorang pejuang dalam pertempuran antara kebaikan dan kejahatan.

Karena kelelahan, sharman pingsan.

Ketika terbangun, dia mendapati dirinya ada di rumah sakit. Entah siapa yang membawanya.

Sharman tidak ingat apapun tentang malam itu, dan dia tidak mengharapkan untuk bisa mengingatnya.

Karena trauma yang besar, sesuatu menutupi ingatannya. Suatu saat itu pasti akan terbuka kembali.

Saat itu, Sharman belum mengetahui kekuatannya, belum mengetahui apa-apa. Lugu. Tetapi telah merasakan kesedihan yang akan membekas seumur hidupnya.