Hari awal di bulan February, cewek berpita dengan tas miringnya itu berlarian sambil memegangi saku depanya. Suara gemericik lagi-lagi terdengar ketika langkah kakinya melonjak ke lantai, rupanya ada banyak uang receh yang mengidap di sakunya. Penampilanya sungguh menakjubkan karena tidak biasa, terlalu aneh aturan style dari ujung kaki sampai di ubun-ubunya. Kaos kaki kendor lalu di ikat dengan karet bekas gorengan emaknya, lalu dengan rok abu-abu yang melingkar di tubuhnya Itu terlalu tinggi sehingga ada nuansa seksi tapi tidak menarik. Rambutnya keriting membuat pusing siapa saja yang ikut andil mengikat dengan dua bagian, ruwet, muter-muter susah mencari ujungnya.
Putih abu-abu, yang menjadi almamater wanita dekil hari itu. Nama panggilanya May, Maysaroh. Anak kesayangan dari orang tuanya yang bekerja sebagai penjaga kantin di sekolahnya. Daganganya laris ludes setiap hari, bukan karena semburan dari mbah dukun, tapi keahlian May dalam mempublikasikan dagangan emaknya.
"Ote-otee… dalamnya ada Varian rasa, ada cumi, udang, sosis juga ada! Dalamnya krispy luarnya lumer. Ayo ayoo jangan sampai kehabisan!!" Teriakanya tidak sesuai fakta, nyatanya ote-ote dalamnya hanya ada wortel, kecambah, dan gubis. Pun yang krispy luarnya, bukan dalamnya, tapi semua murid menjadi Korban iklan tanpa lebih dulu mencerna pembahasan May yang ngawur. Semua berkerumun melingkari meja berukuran besar di samping kompor itu, May sibuk mengatur antrian yang tidak beraturan.
" Baris yang rapi anak-anak, jangan berebut ya semua pasti kebagihan!" Kerusuhan itu menjadi deretan barisan rapi kebelakang untuk menunggu antrian, May mengkondisikan layaknya perlakuan guru kepada muridnya. Meja yang di penuhi aneka gorengan itu lenyap dalam sekejab.
" Sudah beres mak?" May menghampiri emaknya yang sedang menata wadah di rak.
" Sudah kembali ke kelas, kamu sudah tidak butuhkan lagi" Sambung emaknya dingin
"Tapi kalau besok?"
" Ya masih" Jawab emaknya ketus, matanya melirik pelit ke arah May.
Ruangan paling atas, bagian pojok yang menghadap ke barat itu adalah kelas Excellent, ada 40 Siswa-siswi pilihan yang di ambil dari peringkat tertinggi dari kelas-kelas. Salah satu Siswi terpilih itu adalah May, memang penampilan tidak selalu sesuai kemampuan. May menonjol di bidang Akademik, juga non akademik. Beberapa kali ia membawa nama Harum sekolahnya sebagai pemenang Olimpiade bulu tangkis. Tidak pernah mengira dengan penampilan May yang tidak sama sekali menarik itu bisa menjadi langganan Juara. Di banding dengan seluruh isi kelas excellent itu, mayoritas Siswa yang berasal dari keluarga elite, dengan penampilan elegant, modis, dan rapi. Juga dengan gaya bicaranya yang mirip Bangsawan.
" Gimana dasi saya, dari samping sudah rapi, kalau dari depan? Bagaimana menurut anda?" Anne, teman sebangku May yang sedang duduk dengan posisi tegap mencoba menyapa May yang berjalan di depanya.
" Masih miring tuh, Coba di lurusin pake panggaris" May menjawab enteng tanpa lebih dulu berhenti berjalan. Tidak ada jawaban dari Anne, ia hanya mendesis sambil mengepalkan tangan geregetan. Dia berfikir jika ia sampai marah, maka akan kehilangan wibawa sebagai pelopor terbaik di kelasnya. Dia memilih diam sambil berkali-kali meremas kertas di depanya.
" PR hari ini lumayan banyak ya Nee" May membuka percakapan pagi itu, dia mencoba tetap bersikap hangat ke Anne, sekeras apapun batu dia masih bisa pecah dengan tamparan berkali-kali.
"Menurut Saya begitu, lalu apa lagi yang perlu anda tanyakan?" Jawab Anne cuek dengan bahasa formalnya yang sama sekali tidak bikin nyaman.
" Emm gak tanya sih, cuma mau minta tolong boleh?" May menggeser kursinya dan nyengir di depan Anne. Anne menatap jijik sambil bergedek. Tak di sangka, Anne mengeluarkan buku dari tasnya.
" Nih, buku catatan tata krama boleh kok anda pelajari!" Anne menyodorkan buku, senyumnya masih dengan sikap ambisiusnya.
"Buku tata krama? aku Kan minta buku PR " Tanya May heran. Anne hanya menyeringai sambil mengibaskan rambutnya.
Berkali-kali May melirik jam dinding yang bergantung di atas papan tulis, tanganya sibuk menahan luapan kantuknya.
Bluuuuukk !!!
Kepala May jatuh kebentur meja, semua pandangan dengan sigab langsung fokus ke bangku barisan ke dua dari depan itu.
Tidak ada suara, mereka hanya saling pandang. Lalu berbenah diri masing-masing dan kembali fokus tanpa menghiraukan lagi May. Kepalanya seakan tertimbun batu besar, hingga seakan dia tak kuasa menahanya. Kepalanya kembali ambruk untuk kedua kalinya.
" Saya tidak menerima Siswi yang tidur di kelas, silahkan keluar!" Bapak Suwandono guru Bahasa itu membentak tanpa melihat ke arah May, tanganya melingkari pinggang kanan dan kirinya. Dengan tetap menarik turunkan kunis tebalnya.
"Baik Pak.." May tidak sama sekali gugup, dia meminta diri keluar kelas dengan santainya sambil berkali-kali mengeluarkan sisa menguapnya.
May mendongakkan wajahnya ke arah loteng, ide cemerlang gemerlapan di kepalanya. Dia berlari cepat menaiki tangga sebelah perpustakaan, kakinya lincah menghabiskan tiga tingkatan tangga. Kurang satu langkah, May sudah tepat di atas loteng yang menjadi targetnya. Namun ada suara microfon berulang kali yang menyebut-nyebut namanya.
" Saudari Maysaroh dari kelas XI IPS1 dimohon untuk tidak meninggalkan tiang bendera, tetap hormat sebelum ada lagi aba-aba!" May celingukan dan geram, sampai-sampai mengutuk sapu yang bersandar di depanya tanpa salah. Ia berjalan geloyoran menuju lapangan tengah gedung sekolah.
Hingga lewat 1 jam May berdiri di tengah lapangan menghadap ke arah bendera. Pandanganya perlahan kabur dengan keringat yang bercucuran di sekujur badan, dunia pun gelap lalu Tak sadarkan diri.
"Halo..halo??" Suara asing itu mengusik telinga May, menggoyang-goyangkan tangan tepat di depan matanya. Ada aroma harum semerbak, mirip parfum termahal di Eropa. Nafas May naik turun, menghirup beberapa kali aroma istimewa itu. Ia enggan membuka mata, tapi Suara mengejutkan itu membuat mata May terbelalak kaget.
" Bisa dengar gak sih?!" Tanya petugas PMR itu kesal. Mukanya hanya berjarak 10CM dengan wajah May, matanya tak bisa lagi berkedip. May memotret wajah rupawan itu kedalam memory otaknya.
" Aduh pusing.." May berlagak manja
" Bisa ambil minum sendiri?" Jawab cowok itu mulai terlihat Naik darah, matanya memberi isyarat ke arah meja samping ranjang tidur, dengan tetap menelusupkan kedua tanganya ke dalam saku celananya. Iya, dia berlagak cool.
May mengambil gelas tanpa ada lagi jawaban. Mukanya manyun, barangkali cowok itu berubah menjadi gemas. Tapi ia malah bergidik berkali-kali, sambil mengacuhkan muka May.
May mencoba untuk mendongakkan kepalanya, menatap wajah cowok itu dengan perasaan takut. Jari-jari kakinya sibuk saling berpijakan, May grogi tapi nekat.
"Pasti kakak kelas XII ya?" Bisik May penuh kehati-hatian.
"Sudah tau ini warna merah, masih Aja tanya" Cowok Itu menjewer lenganya sendiri untuk memperjelas Pin tingkatan kelasnya.
May diam tanpa ada lagi celoteh, hanya mengangguk tanda mengerti.