Kantin itu tak ubahnya lokalisasi kuliner anak sekolah. Mulai dari masakan Nusantara hingga Mancanegara ada disitu. Mulai dari bakso, cilok, cireng, seblak dan sebangsanya. Juga ada kebab, takoyaki, dimsum, fried chicken bahkan tteokbokki ala ala juga ada. Semuanya dijajakan murah meriah pas kantong anak sekolah.
Hampir semua sudut kantin sudah terisi siswa-siswi yang kelaparan di jam istirahat siang. Tampak di salah satu sudut kantin, di sisi sebelah kanan yang berdampingan dengan taman tabulampot sekolah terlihat beberapa siswi sedang tertawa cekikikan, entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti dari tempat mereka duduk bisa melihat hampir semua sudut kantin.
"Eh, eh" Vanya menyikut lengan Ayla "Liat noh si Jivi udah ganti pacar lagi". Mereka mulai bergosip. Ayla menoleh sekilas melihat seorang siswi cantik lewat tak jauh dari tempat mereka duduk.
Jivita Wijaya ketua cheerleader SMA Harapan. Idaman semua cowok di sekolah, dengan tinggi diatas rata-rata, bentuk tubuh aduhai, wajah sedikit oriental, dan yang pasti dompet tebal. Siapa yang berani menyaingi Jivi, anak pengusaha taipan properti, yang ganti pacar segampang ganti BH.
Sebenarnya menurut Ayla temannya yang sekarang sedang sibuk makan bakso bisa jadi saingan Jivi yang terberat kalau aja dia nggak tenggelam dalam setumpuk buku dan segudang kopolosan lainnya.
Ternyata di belakang Jivi ada cowok yang mengikutinya sambil membawakan tasnya. Hhmmmfff ........ semua di meja itu menahan tawa melihat cowok yang mengikuti si Cheerleader.
"Mantan lo tuh, De. Si Rio. Haha sejak kapan jadi kacung Jivi gitu?" Kata Ayla bergurau. Semua melihat Dea yang sedang manyun dan cemberut. Mau menyangkal juga fakta di depan mata.
"Udah deh, nggak usah bahas Rio lagi. Nggak sudi gue masukin dia ke barisan para mantan gue". Kata Dea dengan menopang dagunya dengan sebelah tangan malas.
"Oiya kemarin gue liat 'Cupang' di lehernya Jivi".
Tita menyemburkan kuah bakso nya dan terbatuk-batuk mendengar perkataan Vanya. Hari ini dia sensitif dengan kata itu.
"Ya ampun. Lu kenapa, Ta? Makanya gak usah ngebut gitu makan nya. Gak bakal gue minta ko baso nya". Kata Dea nyengir kuda sambil menepuk-nepuk punggung Tita.
Vanya melanjutkan lagi gosipnya.
"Kemarin pasti sengaja tuh dia pake cardigan dikancing sampai atas. Biar kerah seragam yang gak kebuka. Biar nggak ketahuan kali".
Teman-temannya semua menyimak antusias. Tanpa sadar Tita juga hari ini sengaja memakai cardigan yang dikancingkan sampai atas agar kerah seragamnya tetap kaku di tempat. Dia mengusap kancing teratasnya untuk memastikan masih aman.
"Terus itu rambut panjang nya, sengaja banget dia gerai ke depan. Biar nutupin lehernya kali".
Lagi-lagi Tita spontan memegang rambutnya yang sengaja ia gerai hari ini. Membiarkan rambut panjangnya menutupi lehernya. Padahal dia paling nggak suka digerai di sekolah. Bikin gerah. Sambil minum jus diam-diam dia berharap teman-temannya tidak ada yang sadar bahwa hari ini dia mirip dengan yang dideskripsikan Vanya tentang Jivita kemarin.
Angin tiba-tiba berhembus sedikit lebih kencang, menyibak rambut Tita yang panjang. Wangi shampo bebungaan tercium samar dari helaian rambut pirang nya, tanpa Tita sadari seseorang sudah berdiri di belakangnya.
"Cieee yang disamperin gebetan". Kata teman-temannya.
"Cieee cieee...." Tita menoleh kebelakang ternyata Zerico sudah tersenyum manis di belakangnya.
"Gue pinjem temen kalian dulu, boleh?" katanya masih dengan senyum nya.
"Boleh, boleh. Ambil aja tuh anak, gratis ko. Bawa aja gih". Kata Ayla bergurau diikuti tertawaan yang lain.
"Ayla ih". Tita mendelik pada Ayla meski sedikit merona juga sedikit merengut.
************
"Kamu lagi sakit ya, Ta?". Suara pelan Zerico membuyarkan lamunan Tita. Dengan cardigan baby pink yang dia kancing rapat memang membuatnya terlihat seperti orang sakit.
Entah sejak kapan mereka sudah berada di sudut taman belakang sekolah seperti sekarang. Tita baru sadar kalau baru saja Zerico menggandeng tangannya berjalan ke Taman belakang sekolah ini. Berjalan melewati tatapan iri para siswi di sekolah. Bahkan Jivita juga ikut menyipitkan mata tak suka melihat prince of school ini lebih memilih cewek kutu buku berprestasi dibanding cewek populer sexy seperti nya.
Taman ini biasa dipakai untuk praktikum IPA karena semua isi tanaman di taman ini adalah tanaman obat yang sengaja ditanam.
Tita berusaha mengatur detak jantung nya yang aneh nya terasa berdetak berbeda. Zerico tersenyum manis pada Tita, dia menaruh sebatang coklat berpita merah yang belum sempat Tita ambil itu ke tangan Tita. Matanya menatap batang coklat itu, hatinya terasa ditohok seperti ada galah panjang menonjok jantungnya agar jatuh dari pangkalnya yang tergantung kuat. Tita masih menatap coklat itu, terasa berat untuk mengulurkan tangan dan mengambilnya. Ditatapnya mata Zerico seolah mencari jawaban tentang apapun yang sedang berkecamuk di dadanya.
Tita memutuskan mengambil coklat itu. Mereka saling tatap lalu wajah keduanya merona, keduanya sama-sama memalingkan wajah ke tempat lain asal bisa berlepas diri dari saling bertatapan itu.
"Hmm aku ada sodara yang punya band indie. Band nya udah lumayan terkenal sih di Youtube. Mereka ngadain mini konser di Upnormal dekat sini. Kebetulan aku dapat tiket gratisnya. Hmm kalau kamu kosong, apa kamu mau pergi kesana?" Kata Zerico sambil mengulurkan tiket mini konser band indie itu ke tangan nya.
Tita tidak tahu apa harus bersorak atau menangis. Kenyataan dia kini istri seseorang sebenarnya membuatnya sedikit terpukul. Tita sebenarnya tulus menyukai Zerico. Zerico adalah orang yang pertama kali pernah Tita sukai sejak kelas 11.
Kenyataan bahwa ia sudah menikah dan kini bahkan ada kissmark di lehernya membuatnya ragu apakah dia masih suci. Bagaimana kalau ketika ia tidur ternyata Al melakukan ......
Lagi-lagi Tita memikirkan Al. Tita menggelengkan kepala mengusir bayangan Al pagi ini. Dengan setelan jas hitam nya, wangi parfum khas kayu-kayuan nya.
"Kenapa Ta? Kamu nggak suka band indie ya?" Tanya Zerico.
"Nggak, nggak ko. Aku suka band asal aliran musik nya enak". Balas Tita cepat-cepat sambil tersenyum.
"Jadi kamu mau kan nonton band itu sama aku?"
"I-iya. A-aku mau ko"
Zerico menatapnya tak percaya. Wajahnya berbinar-binar.
"Bener ya, Ta. Aku tunggu kamu di cafe Upnormal jam 7 malam ini".
"Iya tenang aja Zer". Tita mengacungkan dua jari nya. Peace.
Zerico mengajak Tita untuk ke kelas bareng. Tapi Tita menolak, dengan alasan mau mencari Ayla dan Dea.
Tita menatap kepergian Zerico dengan muram. Ia merasa dunianya semakin jauh dengan Zerico. Semakin jauh juga dari Ayla, Deandra dan teman-teman nya. Jauh dan sulit digapai. Ia sudah tidak layak lagi untuk Zerico. Bahkan untuk siapa pun.
Air mata seakan mendobrak pertahanannya, ketika rasa panas di kelopak matanya meneteskan air mata. Tita mengerjap-ngerjap menatap langit, berusaha sekuatnya menahan air mata nya tak turun setetes pun.
Tita menutup matanya, mengusir pikiran melankolis nya. Bukan kah nasi sudah menjadi bubur?
Percuma saja menyalahkan nasib.
Tita pikir biarlah malam ini menjadi kencan pertama dan terakhirnya bersama Zerico. Tita hanya cukup membuat satu kenangan indah bersama nya yang bisa ia kenang selalu sebagai masa akhir remaja nya. Setelah itu ia bertekad melupakan Zerico selamanya.
*********
Tita membasuh wajah sembabnya di wastafel toilet sekolah. Menatap pantulan dirinya di cermin besar yang terpasang di dinding toilet sekolah ini. Tiba-tiba Tita terkejut menatap pantulan Ayla dan Deandra di cermin dari balik punggungnya. Mereka berdiri dengan Ayla yang bersedekap di dada dan Dea yang menatapnya dengan wajah kaku. Tita mencoba tersenyum pada mereka melalui pantulan di cermin. Ayla maju selangkah mendekati Tita.
"Bekas cupang siapa di leher lo, Tsabita Sonya Darmawan?"
Ucapan Ayla bagai petir di siang bolong. Bagaimana mereka berdua bisa tahu? Tita syok dengan wajah pucat pasi.
"Ternyata beneran? Padahal gue sama Dea cuma nebak. Wajah lo udah ngejawab semua nya." Kata Ayla
"Abis lo mencurigakan sih, Ta." Tambah Deandra.
"Lo bisa bohongin semua orang, Ta. Tapi nggak dengan kita berdua. Ya nggak De ?" Ayla menoleh pada Deandra.
"Ay, De ..... gu- gue".
"Jangan cerita sekarang, Ta". Kata Ayla sambil menoleh ke kanan dan kiri. Dia berbisik "Nanti aja jangan disini".
*******
Tita melihat sekeliling rumah Ayla yang semua dinding dan pintu nya di cat biru. Ada piano tua di ruang tamu dan foto-foto dengan pigura tersusun rapi di rak samping piano.
Berbeda dengan Dea yang sudah sering kemari. Seinga Tita hanya pernah dua kali kesini. Sangat sulit menembus sifat over protektif nya Mami. Mami wajib tau siapa teman Tita, melarang Tita main sepulang sekolah. Di mata mami, hanya rumah tempat teraman di dunia. Sedangkan di luar sana sangat berbahaya.
Dea dan Ayla sudah merebahkan diri di kasur, Tita memilih duduk di karpet tebal di tengah kamar Ayla.
"Jadi gimana ceritanya, Tsabita Sonya Darmawan?"
Tita menarik napas dalam dan mulai bercerita. Cerita itu mengalun begitu saja. Mulai dari malam ulang tahun nya, makan malam keluarga hingga ia terbangun di Manhattan dan dalam hitungan jam berikut nya ia sudah menjadi istri orang lain karena hutang dan janji papa nya pada Alfard. Ayla dan Dea yang mendengarkan dengan sabar ikut prihatin atas nasib teman nya. Mereka memeluk Tita dan mulai ikut menangis.
"Lu yang tabah ya, Ta. Gue nggak nyangka masalah keluarga lo complicated banget. Kenapa lo nggak cerita sama kita, Ta?" Ayla terisak sambil menarik ingus nya.
"Tapi setidaknya si Al itu ganteng banget ko, Ta".
Kepala Dea langsung dipukul Ayla dari belakang.
"Lu tuh ya, otak lu nggak jauh dari cowok ganteng".
"Abis hati gue lemah sama cowok ganteng, Ay". Dea membela diri dengan nyengir kuda.
Mereka memang pernah bertemu Alfard sekali. Masih terpatri di ingatan keduanya, cukup dua kata yang mampu menggambarkan seorang Alfard
"Cakep dan Banget".
Iya dua kata itu aja. Cukup.
"Kaya nya dia naksir deh sama lu, Ta."
"Iiih Dea, naksir dari mana coba. Nggak mungkin banget. Dia itu benci sama gue. Dia itu udah angkuh, galak, sombong, belagu, ngeselin, nyebelin, sok ganteng padahal kaya kanebo kering. Pokok nya nggak deh".
"Emang sejelek itu ya, dia?" Kali ini Ayla ikut penasaran.
"Meskipun sikap nya dingin tapi dia nggak jelek-jelek amat sih. Malah keliatan Char ......." Tita tiba-tiba berhenti.
What??? Dia mau bilang apa???? Charming?? Nggak, nggak, nggak. Dia nggak charming sama sekali. Rese iya!
Batin Tita berusaha mati-matian menyangkal.
"Oya Ta. Kata lu kan Zerico ngajakin ngedate nonton band indie."
"Bukan ngedate. Cuma nonton band aja". Sanggah Tita. Ayla memutar bola mata nya, kesal.
"Sama aja ngedate juga Tita. Demi masa remaja lu yang hampir berakhir. Kita bakal bantu lu buat kencan malam ini". Ayla mengedipkan sebelah mata nya ke Tita.
Mereka bertiga membongkar lemari Ayla. Mix and match baju berbagai warna. Akhirnya pilihan Tita jatuh pada kaos pink dan celana jeans leggings, jaket parka hitam ditambahkan Dea karena biasanya malam dingin.
Akhirnya mereka menunggu di ruang tamu sambil makan sandwich.
"Lu beneran nggak mau gue anterin Ta?" Tanya Ayla.
"Nggak usah Ay. Thank you. Gue naik go-car aja". Tita akhirnya pamit pada kedua sahabatnya itu setelah mobil pesanan nya datang menjemput.
***********
Cafe di malam minggu memang tak pernah sepi pengunjung. Seolah tiada hari esok untuk bersantai, semua orang melepas lelah dan tak sedikit juga yang hanya sekedar cuci-cuci mata atau icip-icip makanan baru biar dibilang kekinian. Sebagian besar adalah pemburu selfie untuk posting keren di Instagram atau FB, atau sekedar profil Whatsapp.
Zerico melambaikan tangan ketika melihat Tita di depan pintu masuk cafe. Terlihat ia menunjuk meja di hadapan nya. Tita berjalan mendekat. Melihat sekeliling, cafe ini begitu ramai malam ini. Dengan adanya mini konser dari band indie yang sedang famous di Youtube, membuat semua sudut meja terisi penuh pengunjung malam ini.
Mereka mendapat meja di depan. Zerico memperkenal kan Tita pada vocalist band tersebut bernama Rama dan ternyata itu sepupu Zerico dan berkat Rama lah mereka dapat meja VIP.
"Lama nunggu ya?" Tanya Tita tersenyum
"Nggak. Baru datang juga". Jawab Zerico.
Tak berapa lama waiter sudah menawari mereka aneka hidangan di daftar menu.
Rama dan band nya mulai bersiap manggung. Riuh suara tepuk tangan pengunjung yang melihat Rama mulai menyapa mereka.
"Hari ini gue ada special guest. Sodara sepupu gue bersama pacar nya. Upss calon pacar nya, maaf hehe." Rama sengaja melambaikan tangan pada Zerico yang disambut dengan kepalan tangan ke udara oleh Zerico tapi dengan senyum lebar. Tita benar-benar malu ketika semua orang menoleh ke mereka berdua. Zerico tersenyum pada nya. Membuat Tita merona.
"Lagu ini spesial buat lu, bro". Lalu lantunan musik mulai mengalunkan nada dari tiap alat musik.
Tita dan Zerico ikut terhanyut dengan suara merdu Rama. Sesekali mereka saling melirik, menatap dan tersenyum malu-malu.
Tiba-tiba...
"Lho Tita, kamu disini juga?" Seseorang menyapa nya. Posisinnya Tita memang menghadap ke arah pintu masuk. Sedang Zerico ke arah panggung. jadi otomatis orang ini tidak melihat wajah Zerico ketika menyapa Tita.
Tita menoleh dan seakan nyawa tercerabut dari tubuh nya. Kenapa dia harus bertemu dengan .....
"Ka.. Ka Helena". Jawab Tita terbata. Apapun yang berkaitan dengan Al adalah hal terakhir yang ingin ia temui hari ini, malam ini, detik ini.
"Kamu sama siapa?" Helena mengamati punggung lelaki yang sedang duduk bersama Tita dan membelakanginya. Entah mengapa ia merasa tubuh lelaki bersama Tita ini seperti menegang.
Tita menoleh pada Zerico sekilas. Wajah nya berubah mengeruh padahal sebelumnya seperti matahari yang cerah, sekarang tiba-tiba seperti ada badai menyapu sinar nya.
"Temanku". Tita memberi tatapan memelas pada Helena, seolah tatapan nya berteriak "Please jangan kasih tau Al ya".
Helen pun seolah paham hanya tersenyum.
"Halo, teman nya Tita ya". Sapa nya ramah pada lelaki yang masih berkeras duduk memunggungi nya itu.
Hanya butuh waktu dua detik bagi Zerico untuk memutuskan berdiri dan berbalik. Ditatapnya tangan putih dengan jari-jari panjang nan lentik cantik itu. Tangan yang sama, yang mengajari nya piano.
"Long time no see, Miss Helen". Sapa nya berat. Tita tidak tahu betapa berat bagi nya bertemu dengan mantan guru piano nya itu. Sangat berat.
Helena seperti terpaku di tempatnya.
"Chi...Chiko" Ujar nya terbata. Tangan nya tanpa sadar ia turunkan, dan berpindah ke mulutnya yang menganga. Sudah lama. Sudah lama rasanya ia tidak bertemu dengan murid piano nya yang jenius musik ini. Sejak kejadian itu mereka saling menghindari satu sama lain.
Tita merasa terjebak dalam atmosphere yang sulit dipahami. Zerico menatap Helen dengan tajam, seolah Zerico yang ia kenal berubah menjadi orang lain dengan sisi yang lebih dingin.
Tiba-tiba tepuk tangan pengunjung dan riuh nya suasana membuyarkan lamunan ketiganya.
"A..aku nyari tempat duduk dulu". Helen terbata-bata dan sedikit salah tingkah. Ia lupa bahwa Tita satu sekolah dengan Zerico dan kemungkinan mereka saling kenal pasti ada. Dia hanya tidak menyangka "Sedekat ini".
Zerico pun seperti tersedot ke dunia nyata. Realita ada Tita di samping nya, membuat nya tersenyum canggung pada Tita. Tita membalas senyum itu dengan sedikit mengernyit. Perasan nya saja kah? atau Zerico memang terlihat murung.
"Hari ini gue mau special guest gue buat tampil di depan. Dia pinter main piano dan gitar, pinter nyanyi juga. Ganteng jangan ditanya, tapi tetep gantengan gue". Rama berjalan mendekati Zerico dan tepat di hadapannya, dia menjulurkan mic yang disambut tepuk tangan pengunjung cafe.
"Shit, Rama! You asshole!". Bisik Zerico pada Rama. Yang hanya ditanggapinya dengan tawa terbahak.
"Come on bro. You nggak mau kan penonton gue kecewa. Apalagi si cantik ini". Rama mengedip ke arah Tita.
Mau tak mau Zerico terpaksa maju ke panggung. Dia menatap sekeliling. Pandangan nya berhenti di Tita sekilas, lalu ia mengedarkan pandangannya sekali lagi dan lagi-lagi ia terjebak. Terjebak di satu sudut. Miss Helen. Bersama Rama, menatapnya.
Zerico mulai memetik gitar yang dipinjamkan anggota band nya Rama. Alunan nada mulai mengalun dari tiap petikan senar gitar nya.
I thought that I've been hurt before
But no one's ever left me quite this sore
Your words cut deeper than a knife
Now I need someone to breathe me back to life
Pandangan Zerico menajam. Tita merasa dia seperti melihat nya tapi pandangan nya jauh kebelakang Tita. Didorong rasa penasaran, apa yang ditatap Zerico.
Tita menoleh dan mendapati Helena sedang duduk dengan Rama dan menatap balik Zerico.
You watch me bleed until I can't breathe
I'm shaking falling onto my knees
And now that I'm without your kisses
I'll be needing stitches
Tita benar-benar tidak memahami situasi apa dia berada sekarang. Di satu sisi dia melihat Zerico, lelaki yang disukai nya selama 2 tahun. Mengagumi nya selama itu pula.
Disisi lain, dia melihat Helena. Adik ipar yang baru dia kenal beberapa minggu ini. Dia memang baru tahu bahwa Helen adalah guru piano. Hanya Tita tidak menyangka bahwa Zerico adalah murid nya. Dulu.
Tepuk tangan penonton membuyarkan lamunan nya lagi. Dia lihat Zerico sudah berjalan ke arah nya. Dan duduk di samping nya.
"Nice song" Kata Tita sambil tersenyum dengan dua jempol terangkat.
"Thanks". Jawab Zerico dengan senyum tipis.
Zerico berusaha fokus meskipun tak bisa. Ia lihat Rama sudah mulai berdiri di panggung kembali. Mengatakan beberapa patah kata pada penonton nya, hingga mereka tertawa renyah. Ekor matanya menangkap pergerakan Helen yang hendak ke toilet.
Sebuah ide muncul di benak nya. Oh gila! Ini ide gila! Batin nya menjerit.
"Ta, aku ke toilet dulu ya". Tita hanya mengangguk dan tersenyum.
*********
Helena menunduk sambil mencuci tangan nya. Ia lalu mendongak, menatap pantulan dirinya di cermin besar seluas satu sisi dinding toilet tersebut. Tapi betapa terkejutnya ia ketika sesosok lelaki berdiri di belakang nya, menatapnya tajam.
"Chiko".
Dan bunyi klik. Tanda pintu toilet dikunci.
"Oh tidak!" Batin Helena