webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Chapter 2. Stalagmit biru yang aneh

Sinar mentari pagi mengelus lembut wajah oval Pangeran Hogan. Dahinya yang agak lebar mengernyit. Matanya bergerak-gerak. Hidung mancung menghembuskan napas lembut. Bibir atas yang tipis mengatup-ngatupkan bibir bawah yang tebal. Pipi yang agak tambun dengan dagu tumpul sedikit terbelah juga bergerak-gerak.

Mata pemuda tampan itu kini terbuka perlahan-lahan hingga kentara bulatnya. Sinar menyilaukan kedua bola matanya. Ia menggeliat berusaha melonggarkan otot-ototnya yang kaku.

"Owai!" serunya terkaget-kaget lalu celingukan.

"Apa yang ... Dimana .... ?" tanyanya masih setengah tersadar.

"Aku dimana?" tanyanya heran dan bangkit duduk.

Ia menatap tajam area sekitar yang masih terhalang sinar mentari pagi dan menyadari bahwa ia berada di tempat lain.

"Mulut goa!" serunya lirih.

"Aku berada dalam goa," ujarnya lalu segera bangkit berdiri namun pening serta-merta mendera.

"Uhhhh!" lirihnya menahan pening.

Ia kembali terduduk di bebatuan pipih yang telah menjadi alas tidur. Panah dan pedang miliknya tergeletak di samping. Pening membuatnya harus memicingkan mata untuk bisa melihat sekitar.

"Goa yang luas," pikirnya ketika ia menoleh dan memperhatikan sekitar.

Ukuran goa memang luas. Dinding dan atap berwarna abu-abu keputihan yang kokoh. Goa begitu terang di pagi hari karena menghadap matahari.

"Ada 3 batuan pipih yang besar di sini," terangnya.

"juga banyak stalaktit dan stalagmit di sini," jelasnya.

Terdapat beberapa stalaktit dan stalagmit putih di area dalam goa. Namun, ada satu stalaktit dan stalagmit yang berbeda, sangat mencolok karena unik, terletak di bagian paling dalam goa.

"Uwow, ada yang berwarna biru langit tampak seperti kristal batu mulia!" serunya.

Pangeran Hogan bangkit berdiri dengan sekuat tenaga walaupun masih lemah. Ia memaksakan diri untuk bergerak. Ia merasa harus mengetahui keadaan sekitar agar waspada apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan apalagi tempat ini asing.

"Owai, siapa yang telah membawaku ke tempat ini?" teriaknya bertanya-tanya.

"Pasti ada orang yang membawaku ke sini," pikirnya.

"Aku harus menemukan orangnya," tegasnya.

"Suara gemericik air!" serunya sumringah mendengar sayup-sayup suara gemericik air yang menarik perhatiannya.

"Aku sangat haus."

"Aku butuh air," ungkapnya.

Pangeran Hogan tergopoh-gopoh mendekati sumber air di area dalam goa. Ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya.

"Aneh, tubuhku terasa ringan!" pekiknya menahan tubuh yang sempoyongan agar tidak terjatuh.

Ia mendekati stalagmit berwarna biru. Semakin mendekat, semakin terdengar jelas bunyi gemericik air yang memancur dari stalagmit biru ke telaga di sekitarannya. Airnya sangat jernih.

"Oh, segar rasanya," ungkapnya penuh kepuasan.

Ia minum air telaga berkali-kali lalu membasuh wajah hingga menjadi lebih segar.

Tiba-tiba, ada yang menarik perhatiannya dari riak air yang memantulkan area di atasnya, membuat matanya melotot terkaget dan hampir membuatnya terjatuh.

Ia melirik ke arah stalagmit biru dan mengernyit.

"Aneh!" serunya penasaran lalu kembali melihat pantulan air.

"Sangat jelas!" Ia melirik lagi ke stalagmit.

"Tidak mungkin!" teriaknya.

Bukan stalagmit biru yang terlihat dari pantulan air melainkan patung batu berwarna biru, sangat berbeda dengan kenyataannya.

Sesaat kemudian,

"Hiks hiks hiks!" suara tangisan persis dari stalagmit biru.

DEGGG!

Pangeran Hogan waspada. Ia merasakan ada tanda bahaya.

Suara tangisan semakin terdengar nyaring, tampak begitu menyayat hati.

"Ada apa ini? Siapa ....?" tanya demi tanya berkecamuk.

Ia melirik lagi ke arah pantulan air telaga. Patung itu menangis tersedu-sedu membuat Pangeran Hogan terbelalak.

Tiba-tiba, darah mengalir dari sela-sela stalagmit biru merembes ke dalam air telaga membuat telaga menjadi berwarna merah darah.

Pangeran Hogan mundur dari telaga.

"Ada yang tak beres di sini!" ujarnya waspada.

"KHHHH!"

Ada suara mendesis sesosok makhluk dari arah belakang mengagetkannya. Suaranya mirip hewan buas. Ia menoleh.

"AKKKHHH!" teriaknya sekilas melihat bayangan hitam hewan buas yang sekejap menghilang.

Seketika area goa menjadi gelap membuatnya terdiam memperhatikan perubahan yang terjadi di sekitar.

"Ha ha ha ha ha!" suara gadis tertawa jahat dari arah stalagmit biru membuatnya refleks menoleh.

"AAAKKHH!" teriaknya melihat sesosok bayangan hitam berjubah tepat di depan wajahnya. wajahnya tak tampak, hanya matanya yang menyala merah seram.

Seketika seluruh tubuh Pangeran Hogan dipenuhi kerlipan cahaya keemasan.

Makhluk itu menghindar. Ia terbang mundur ke arah telaga. Jubahnya terlepas memperlihatkan wajah yang bersembunyi di dalam jubah.

"Donela!" teriaknya tak percaya.

Gadis berjubah itu menangis pilu menyayat hati, memandangi Pangeran Hogan dengan penuh rasa hancur. Gadis itu kini telah bersandar di stalagmit biru. Seketika stalagmit biru mengeluarkan kerlipan cahaya biru menyedot masuk sang gadis. Kerlipan cahaya biru pun menghilang.

Keadaan kembali seperti biasa. Pangeran Hogan mengatur napas merenungkan pengalaman aneh yang baru saja terjadi.

"Kenapa aku mengalami kejadian-kejadian aneh di bukit ini? Ada apa gerangan di sini?" tanyanya penuh teka-teki yang membuatnya sulit mengerti. Kejadian demi kejadian supernatural telah ia alami di Bukit Naga ini.

Keanehan, fenomena ajaib, kejadian supernatural, bahkan kekuatan supernatural menjadi bahan yang membebani pikirannya saat ini.

"Ada apa denganku?" lirihnya.

Setelah merasa tenang, ia segera menuju keluar goa. Ia terbelalak melihat area sekitaran goa yang ternyata berada di ujung bukit.

Di luar goa, rerumputan menjadi pemandangan utama tanpa anggrek. Terdapat dinding pagar dari bebatuan yang disusun berlubang-lubang setinggi leher Pangeran Hogan mengelilingi wilayah sekitaran goa dan gapuranya yang kokoh sebagai pintu masuk. Di tengah area terdapat perapian dari batu juga batu pipih menyerupai meja untuk tempat penyembelihan hewan buruan, bekas darah hewan masih tercium di sana. Di tempat-tempat kosong lainnya terdapat banyak batu-batu bulat dan pipih yang diatur seperti meja dan kursi. Area goa terlihat rapih dan bersih.

"Pasti orang yang membawaku, tinggal di sini," ujarnya.

"Siapa?" tanyanya mencoba menerka-nerka.

Ia melirik ke arah ujung bukit. Terdapat beberapa batu bulat dan pipih untuk duduk. Ia tertarik untuk mendekat.

"Owai! Dari sini seluruh wilayah Kerajaan Sondan terlihat lebih dekat dan jelas." serunya sumringah.

Ia tersenyum melihat keindahan Kota Sondan di pagi hari.

SREKK SREKK SREKK! TAP TAP TAP!

Suara semak yang terserak di hutan dan langkah kaki yang begitu samar.

"Langkah hewan buruan!" pekiknya.

Pangeran Hogan menjadi awas. Ia segera berlari ke dalam goa mengambil panah dan pedang.

"Aku harus bisa mendapatkan buruan kali ini!" tegasnya.

PLOK PLOK PLOK!

Tiba-tiba, sesuatu menepuk-nepuk punggungnya ketika ia tengah mengenakan panah di punggung. Pangeran Hogan tersentak kaget. Ia menoleh ke belakang.

"HIYAAAA!" Ia terkejut.

"HIYAAAAA!" Suara seorang lelaki juga terkejut.

BUKKK!

Pangeran Hogan refleks menghajar wajahnya dan lelaki tua menghindar. Namun, lelaki itu tetap terkena pukul.

"UWAAAAAH!" teriak dengan suara tuanya.

"HAAHHH!" teriak Pangeran Hogan terkejut, tak percaya dengan apa yang terjadi pada lengannya yang telah memunculkan perisai kayu dan menghajar wajah lelaki tua itu. Perisai kayu lalu kembali masuk ke dalam lengannya.

"Aduuuh!" Lelaki Tua itu mengeluh sakit. Namun, segera ditatapnya pemuda di depannya itu dengan heran. Keduanya terbengong-bengong sembari berkontak mata.

"Owai, maafkan aku, Pak Tua!" seru Pangeran Hogan ketika ia tersadar telah memukul lelaki tua itu.

"Siapa kamu, pemuda?" tanyanya menyelidik tak menggubris permintaan maaf Pangeran Hogan.

Lelaki tua itu mendekati Pangeran Hogan. Pangeran Hogan menahannya dengan telapak tangan. Ia mengira lelaki tua itu akan balas memukul.

"Aku tak akan balas memukul ... Aku hanya bertanya siapa kamu pemuda?" pintanya dengan serius.

Pangeran Hogan percaya karena mimik wajah lelaki tua itu tidak menunjukkan kemarahan.

"Perkenalkan, aku Pangeran Hogan dari Kerajaan Sondan!" ucapnya sopan memperkenalkan diri.

Dilihatnya lekat-lekat lalu ia memeriksa kedua tangan Pangeran Hogan. Pangeran Hogan diam saja membiarkannya. Ia memperhatikan lelaki tua itu. Wajah tuanya masih terawat, dahi lebar, rambut dan janggut panjang beruban, ada tanda putih yang membulat di tengah dahi. Ia merasa lelaki tua itu persis seperti seseorang yang sedang ia cari dalam misinya.

"Kamu titisan dari kekuatan waktu cahaya keemasan Tongkat Noggoa!" serunya mengagetkan Pangeran Hogan.

"Apa?" tanya Pangeran Hogan tak percaya.

Lelaki tua itu kembali mundur dengan wajah tertunduk. Sepertinya ia sedang berpikir keras hingga tak menghiraukan Pangeran Hogan.

"Apa maksud anda, pertapa sakti?" tanya Pangeran Hogan menebak siapa sebenarnya lelaki tua itu.

Ia merasa telah yakin bahwa lelaki tua itu adalah pertapa sakti yang tengah ia cari. Lelaki tua itu terkejut dan menatap tajam Pangeran Hogan.

"Benar, kan! Anda adalah Pertapa Sakti." ungkap Pangeran Hogan menyebutnya lagi.

Lelaki tua itu terdiam tak menjawab. Pangeran Hogan tiba-tiba mual dan berkunang-kunang.

BRUK!!!

"Pemuda!" teriak lelaki tua itu yang kini tengah berusaha membangunkan Pangeran Hogan yang ambruk pingsan.

****

bersambung....