webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Chapter 1 Keajaiban di Bukit Naga

"Oh, Langit!" seru Pangeran Hogan.

Ia memalingkan pandangan ke selatan agar bisa melihat dengan jelas fenomena yang menarik perhatiannya.

"Uwow!" serunya setengah berteriak dari tempatnya berdiri.

"Baru kali ini aku melihat bintang benar-benar jatuh ke tanah," ujarnya takjub.

Satu bintang berekor benar-benar jatuh di hutan selatan tepatnya di Puncak Gunung Api Kakotwa. Gunung itu mendadak terang lalu kembali gelap. Tak terdengar suara ledakan atau apapun yang ditimbulkannya.

Fenomena itu jelas terlihat dari Bukit Naga, tempat yang baru pertama kali ia kunjungi.

"Mungkin hanya bintang kecil jadi tak masalah," ujarnya.

"Bukankah bintang jatuh adalah pesan dari Langit? Ada pertanda apa ini?" tanyanya menerka-nerka.

Ketika tersadar betapa pentingnya fenomena bintang jatuh dalam budaya Adogema, ia buru-buru bersujud untuk menghormati Langit seperti yang diajarkan oleh leluhurnya turun-temurun ketika fenomena itu terjadi.

Menurut adat di Negeri Adogema, bintang jatuh bermakna adanya pesan dari Langit, bisa pesan kebaikan ataupun bencana.

Terkaannya tak sampai mendapat jawaban. Ia akan menceritakan fenomena itu kepada para tetua-tetua adat jika ia telah kembali ke negerinya.

"HUFT!"

Ia menghela napas berusaha tak memikirkan. Ia kembali berbaring di batu besar pipih untuk kembali beristirahat.

Sudah empat hari sejak ia mengunjungi Bukit Naga, baru kali ini ia menemukan tempat di ujung bukit yang layak untuk menjadi tempat beristirahat. Tanah berumput dipenuhi batu-batu karst besar yang pipih dan memanjang dengan dua tipe, horizontal dan vertikal. Bentuk-bentuknya tak beraturan, yang vertikal memanjang dan menjulang tinggi membatasi tempat itu di area barat dan timur sedangkan yang horizontal hanya ada satu di tengah area dengan tinggi hanya beberapa sentimeter saja dari tanah, cukup mudah untuk naik dan cukup nyaman untuk tidur

"Hoam! Aku tidak mengantuk."

Ia menghibur diri dengan memandang ujung bukit dan mengawasi negeri-negeri di tanah Adogema di utara yang tampak berkerlipan di malam hari. Kerajaan Sondan adalah yang paling dekat dari Bukit Naga hanya dibatasi oleh Danau Dua Warna di kaki bukit.

"Apakah ada dari mereka yang melihat bintang jatuh?" tanyanya karena menyadari Kota Sondan begitu sepi. Ia hanya melihat sedikit penjaga istana dan penjaga kota yang tengah meronda.

"Mereka mungkin tahu," ujarnya.

"Oh, aku harus segera tidur. Malam sudah semakin larut."

Ia memejamkan mata berusaha untuk segera terlelap.

KRIUK! KRIUK!

Bunyi perutnya yang keroncongan belum diisi makanan.

"Oh, lapar sekali perutku!" serunya menahan perih.

Setelah bekal habis, tiga hari dalam perjalanan ia tak makan dan minum. Tak ditemukan seekor pun hewan buruan bahkan air. Agak malang memang perjalanannya kali ini harus berpuasa.

Bukit Naga bukan tipe bukit yang bersahabat. Di sana sangat sulit menemukan air dan pohon berair. Bukit Naga hanya dipenuhi oleh rerumputan dan semak belukar tanpa pohon besar satu pun. Udaranya sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

Bukit Naga termasuk bukit bersejarah dan misterius bagi penduduk Adogema. Bukit ini begitu dihormati namun sayang begitu mematikan untuk dikunjungi. Untunglah Pangeran Hogan bukan orang awam. Ia adalah kesatria muda yang tangguh dengan tempaan berbagai medan. Jadi, hal semacam ini sudah biasa baginya. Buktinya, Ia masih dapat bertahan hidup.

"Owai, dari mana sumber cahaya itu?" tanyanya.

Ia tertegun ketika melihat pantulan-pantulan cahaya biru dan keemasan mengenai bebatuan karst vertikal yang menjulang.

"Bukan! Bukan dari area sini," ujarnya.

"Apakah dari Danau Dua Warna di bawah?" tanyanya menyelidik lalu berjalan menuju ujung bukit untuk memeriksa.

"Benar!" teriaknya.

"Owai, Danau Dua Warna bercahaya!" pekiknya takjub.

Air Danau Dua Warna yang biru dan keemasan menjadi bercahaya terang dan kontras sesuai warna airnya, biru dan keemasan. Kembali terjadi dalam sejarah semenjak enam generasi berlalu, Danau Dua Warna bercahaya.

"Indahnya!" serunya kehabisan pikir.

"Ada apa dengan Danau Dua Warna?" tanyanya penuh teka-teki.

"Aneh!"

"Ada apa di sini?"

Dua fenomena ajaib telah tampak di depan matanya, bintang jatuh di Gunung Api Kakotwa dan Danau Dua Warna bercahaya.

"Apakah keduanya berhubungan?" tanya dalam pikirnya.

Ia melihat beberapa penjaga istana dan penjaga kota Sondan berlari memeriksa danau itu.

"Hmm, tampaknya hal ini akan menjadi berita besar," ujarnya lirih.

Pangeran Hogan takjub hingga lalai dengan keadaan di sekitarnya.

CRINGGG!

"Oh, Uwow!" teriaknya terkaget-kaget.

"Apa yang terjadi dengan tanganku?" serunya tak percaya.

Kerlipan cahaya keemasan tiba-tiba muncul dari kedua tangannya.

"Ada apa denganku?" tanyanya heran.

Tiba-tiba,

WUUUSSS! WUUUSSS! WUUUSSS!

Angin bertiup kencang ke arah bukit, menerjang tubuhnya.

"Owuoww!" teriaknya.

Sekuat tenaga ia menahan laju angin.

"Aku tak dapat menahannya lagi!" teriaknya tak kuasa.

Tubuhnya tersapu angin hingga terjerembab. Kedua tangannya mengalirkan kerlipan cahaya keemasan di atas rerumputan lalu diserap oleh tanah bukit.

Tiba-tiba,

"Oh, Langit!" teriaknya lantang karena terkejut.

"Apa lagi yang terjadi di sini?" tanyanya setengah berteriak dalam kebingungan.

"Oh, Owuoow!" Matanya menjelajahi seluruh area rerumputan.

Dari dalam tanah bukit muncul tunas-tunas tanaman yang dipenuhi kerlipan cahaya keemasan.

"Uwooow! Uwooow! Uwoooow!" teriaknya tak henti.

"Uwoooooww!" Ia terkagum-kagum melihat tunas-tunas itu terus tumbuh dan berbunga menjadi anggrek yang bercahaya keemasan.

"Ini ajaib!" serunya tak percaya.

Ia merasa kerlipan cahaya dari kedua tangannya itulah yang membuat anggrek-anggrek bermunculan. Anggrek-anggrek yang unik, berbunga seperti merpati terbang dan wangi. Ia begitu terkesima dengan keindahannya.

"Apakah ini kekuatan dari tubuhku?" tanyanya berusaha menyadari apa yang telah terjadi pada dirinya.

"Apakah ini kekuatan supernatural?" Matanya memandangi kedua tangannya dengan serius.

"Apakah aku memiliki kekuatan supernatural?" Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan.

Ia masih tak percaya dengan apa yang terjadi dalam dirinya dan kekuatan yang muncul darinya.

"Jika ini benar kekuatan supernatural maka aku akan mencobanya lagi untuk memastikan," ujarnya berusaha untuk memahami keadaan.

Ia mendekati batu pipih lalu menyentuhkan jari-jarinya ke tanah di area sekitarannya.

"Tumbuhkan pohon rindang!" perintahnya. Kedua tangannya memunculkan kerlipan cahaya keemasan yang kini diserap oleh tanah yang ia sentuh.

"Oh, Langit!" Ia terbelakak dan melongo.

Tiba-tiba, tunas pohon muncul dari dalam tanah dipenuhi kerlipan cahaya keemasan. Namun, pohon tak membesar. Pohon itu memiliki batang dan ranting-ranting berwarna kuning keemasan dipenuhi oleh dedaunan hijau keemasan.

Ia meneruskan kembali, mengalirkan kerlipan cahaya keemasan di bagian akar berusaha untuk membesarkan pohon itu. Ajaib! Pohon membesar. Akar dan batangnya membesar dan kokoh berwarna keemasan gelap. Daun-daunnya rimbun tetap hijau keemasan. Pohon itu masih dipenuhi kerlipan cahaya keemasan. Satu pohon rindang kini menaungi batu pipih di sekitaran.

"Berhasil!" serunya puas.

"Benar saja. Aku telah memiliki kekuatan supernatural," ujarnya percaya.

"Aneh! Kenapa aku bisa memiliki kekuatan ini?" Pertanyaan yang kini mengganjal pikirannya.

"Dari manakah berasal?"

"Kenapa didapatkan ketika terjadi fenomena Danau Dua Warna bercahaya? Ada hubungankah?" Pertanyaan demi pertanyaan sangat menggelitik baginya. Ia harus menemukan jawaban.

"Aku semakin penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi malam ini?" Ia mengangguk-anggukkan kepala.

"Pohon apakah ini?" tanyanya kemudian ketika ia menyentuh Pohon dan mengulitinya.

"Pohon ini berwarna emas dan wangi," ujarnya.

Pohon itu mirip seperti pohon kayu gaharu namun warna kayunya keemasan dengan wangi khas yang berbeda.

"Tak pernah kutemui pohon ini dimanapun berada," ujarnya ketika ia mencium wangi yang agak mirip dengan pohon kayu gaharu.

"Pohon emas!" serunya melemah. Tubuhnya melemah.

BRUK!

Pangeran Hogan ambruk di depan Pohon. Ia sangat letih namun masih sadarkan diri. Kerlipan cahaya keemasan kini telah mengelilingi seluruh tubuhnya lalu mengalir melalui kaki menuju bagian tengah batu pipih dan membuatnya berlubang.

Bukit tiba-tiba bergoncang keras. Tunas pohon yang sama muncul dari bagian tengah batu pipih yang dipenuhi kerlipan cahaya keemasan lalu dengan cepat batangnya membesar tanpa ranting dan daun. Batu pipih menjadi hancur berkeping-keping.

"Apalagi ini?" tanyanya setengah berteriak.

"Aneh!" pekiknya lemah. Ia masih merasa letih.

Batang pohon itu terus tumbuh membesar dan melebar. Tingginya mencapai sekitar setengah tubuh Pangeran Hohan.

"Apa yang terjadi?"

"Owai, apa yang terjadi?" tanyanya berulang. Ia terkejut.

Kulit batang pohon itu mengelupas dengan begitu rapi seolah telah diukir.

"Oh, tidak!" teriaknya agak ketakutan. Fenomena kali ini membuatnya agak ketakutan.

Ia berusaha bangkit dan mundur dengan sisa tenaga yang ada.

"Tidak mungkin!" pekiknya dalam ketakutan.

Batang pohon kini seluruhnya telah berbentuk patung. Patung yang membuat Pangeran Hogan menjadi terkejut dan merinding karena sangat mirip dengan dirinya.

Patung dirinya yang duduk bersila, tangan kanan menunjuk ke atas sedangkan tangan kiri menyilang di dada dan mengepalkan jari dalam busana zaman dulu. Kedua mata patung dirinya itu menutup seolah tengah melakukan meditasi.

JRENG!

"Oh, Patungnya hidup!" teriaknya spontan.

Patung membuka mata hingga mengagetkan Pangeran Hogan. Kerlipan cahaya keemasan muncul dari mata patung lalu mengelilingi seluruh bagian patung. Tangan kanan patung yang mengacung ke atas berganti mengacung ke arah Pangeran Hogan.

Pangeran Hogan Sontak terkaget. Ia merasakan tanda bahaya hingga sekuat tenaga bangkit berdiri dan berlari menjauh. Namun, kerlipan cahaya keemasan mengalir dari telunjuk patung mengarah kepadanya dan mengenainya. Pangeran Hogan terpaku di tempat.

"AAAAKKKHHHH!" jeritnya.

Tubuh Pangeran Hogan terangkat ke atas seolah terbang terlentang. Kerlipan cahaya keemasan menguasai seluruh tubuhnya dan meresap ke dalam tubuhnya melalui mata, hidung, mulut, dan telinga. Akibatnya, Pangeran Hogan menjadi terbelalak dan mulutnya terbuka lebar.

Pangeran Hogan hanya bisa pasrah merota-ronta. Ia tak mampu untuk berpikir apalagi bergerak. Keadaan ini berlangsung lama hingga jeritannya tak lagi terdengar.

Pangeran Hogan kini berubah posisi menjadi terbang berdiri. Ia mulai turun ke tanah dengan wajah lurus ke depan dan mata tertutup. Kerlipan cahaya keemasan masih diserap oleh tubuhnya ketika ia telah menapakkan kakinya ke tanah.

Patung itu berhenti mengeluarkan kerlipan cahaya keemasan membuat anggrek-anggrek yang bercahaya menjadi ikut padam. Sebentar kemudian Danau Dua Warna juga kembali seperti sediakala, tak bercahaya.

Pangeran Hogan berdiri dengan masih menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Sisa-sisa keripan cahaya keemasan masih ada di beberapa bagian tubuhnya. Tiba-tiba, dengan tegas ia membuka mata lalu kerlipan cahaya keemasan yang tersisa dengan cepat diserap oleh kedua matanya hingga tak tersisa.

Ketika kerlipan cahaya keemasan telah sirna. Ia tertunduk lesu. Tubuhnya membungkuk.

BRUKKK!

Ia tumbang tak sadarkan diri.

SREKK! SREKK! SREKK!

Suara rerimbunan semak hutan yang terserak oleh sesuatu yang melintas di sekitaran.

TAP TAP TAP!

Suaranya menginjak-injak rerumputan dan anggrek-anggrek di tempat itu, mendekati Pangeran Hogan.

****

Bersambung ....