2 Bloody Valentine 2

Sean pulang dengan langkah gontai. Pikirannya dipenuhi rekaman ulang ucapan penyidik kasus Claire.

"Kami masih menyelidiki. Satu tersangka sudah kami coret. Setidaknya jika melihat reaksi Anda. Tidak mungkin Anda yang membunuhnya."

Begitulah ucapan Kapten Haris barusan.

Dirinya ikut dicurigai, katanya. Karena tiba lebih dulu di TKP. 

Memang, Sean tidak melihat ada yang salah atau tidak biasa di apartemen kekasihnya itu. Pintunya tidak rusak. Tidak ada yang mencoba menerobos paksa untuk masuk ke dalam apartemen Claire. Dan itu tidak mungkin, karena hanya dirinya dan Claire yang tahu password unit Claire.

Apa mungkin, Claire bunuh diri?

Cepat-cepat Sean menyingkirkan pikiran itu. Claire terdengar baik-baik saja, saat dirinya menelepon sore itu. Suaranya yang selalu ceria, setiap kali Sean meneleponnya.

Selama ini pun, hubungan Claire dengan para tetangga di unitnya tinggal, baik-baik saja. Claire terkenal sebagai wanita yang ringan tangan. Selalu siap membantu siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Sifatnya ini membuatnya disukai para tetangganya. Sean tahu betul, karena mereka sering kali mengirimkan sesuatu untuk Claire, sebagai satu-satunya warga asing yang tinggal di apartemen itu. Karenanya, ia tidak mungkin memiliki musuh. 

Jika bukan bunuh diri, dan Claire mati dibunuh, ada kemungkinan lain, yaitu, Claire mengenal pembunuhnya. Sehingga pembunuh itu bisa leluasa masuk ke dalam apartemennya, kemudian membunuhnya.

Lalu, siapakah orang itu? Dan, apa motifnya? Sean sempat melihat tidak ada barang-barang Claire yang hilang, setidaknya, sepengetahuan Sean, kekasihnya bukan tipe wanita yang senang mengoleksi barang berharga. Sangat sederhana.

Sean terus melangkahkan kakinya di sepanjang trotoar, hingga tanpa sadar, dirinya sudah berada di sebuah taman kecil. Taman yang biasa ia dan Claire kunjungi.

Taman inilah, tempat awal perjumpaan Claire dengannya. 

Mereka berdua sedang melakukan aktivitas seperti hari-hari biasanya, di akhir pekan. Lari pagi. Empat setengah yang tahun lalu.

Claire yang pada saat itu sedang melakukan pemanasan sebelum olah raga lari, tiba-tiba melihat Sean yang sedang berlari pagi juga, tanpa sengaja ditabrak pengguna jalan lain. Seorang pemuda, dan langsung berlari kencang.

Claire meneriaki orang yang menabrak Sean, karena tidak digubris, Claire mengejar orang itu, diikuti Sean.

Tiba di perempatan jalan, Claire berhasil mengejar orang itu, dan membuatnya jatuh terkapar, karena tendangan telak Claire.

"Kembalikan!" ujar Claire ketus, tangannya terulur ke depan pemuda yang tampak masih muda, namun terlihat lusuh.

"Kembalikan apa?" tanya pemuda itu. Sepertinya, berpura-pura tidak tahu.

"Jangan berakting. Aktingmu buruk sekali. Hayo, sekarang cepat kembalikan, atau aku akan laporkan polisi di ujung sana!" ancam Claire seraya memberi isyarat, ke arah dua petugas polisi lalu lintas yang berjaga, sekitar lima ratus meter dari tempatnya berdiri.

Sean tiba terakhir. Napasnya memburu, tak disangka, wanita ini begitu enerjik, bisa mengejar pemuda yang tersungkur di depannya itu.

"Ada masalah apakah?" tanya Sean dengan aksen Indonesianya yang cukup aneh dan kaku.

"This," ucap Claire, menyerahkan dompet lipat dari kulit berwarna coklat.

Sean mengenalinya. Itu kan ... dompetnya, tapi bagaimana bisa ...?

Seolah bisa membaca pikiran Sean, Claire kemudian menjawab, "Anak berandalan ini yang mengambilnya darimu. Saat tadi menabrakmu di taman."

Sean terkejut bukan main, bagaimana bisa ia tidak menyadari hal itu.

"Hei! Mau ke mana?!" hardik Claire pada pemuda itu, yang hendak melarikan diri.

"Apalagi, Miss? Dompetnya sudah aku kembalikan pada mister itu, kan," jawabnya kesal. 

"Minta maaf!" seru Claire. Membuat mata pemuda itu membola.

'Apa-apaan ini, tidak dapat mangsa, malah disuruh minta maaf pula,' batin pemuda itu.

"Hayo, cepat, minta maaf, atau kau lebih suka aku bawa ke polisi di sana, heh?" ancam Claire untuk yang kedua kalinya. Sepertinya pemuda ini lebih suka diancam, ya?

Akhirnya dengan berat hati, pemuda itu meminta maaf pada Sean. Dan berjanji pada mereka berdua, tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, menjambret orang, siapa pun, bukan hanya warga asing.

Tinggallah Claire berdua dengan Sean. Tiba-tiba Sean merasa canggung.

"Claire. Claire Smith. And you?" Claire menyodorkan sebelah tangannya, mengajaknya berkenalan.

"Sean. Sean O'Connor." Sean menerima uluran tangan itu, menjabat tangannya. Tangan Claire begitu halus. Itu kesan pertama yang Sean rasakan saat telapak tangannya menyentuh telapak tangan Claire.

"Okay, Sean, berhati-hatilah. Saat kau berolahraga di daerah tadi. Tempat itu tidak begitu aman untuk warga asing seperti kau." Claire memperingatinya.

"Warga asing seperti aku? Bukankah kita sama?" ucap Sean bingung. Membuat Claire tertawa. 'Ya Tuhan, wajah wanita ini begitu cantik saat tertawa,' batin Sean.

"Tentu saja, Sean. Kau baru di sini, kan?" tebak Claire, dan memang benar. Sean, baru tinggal di Indonesia selama enam bulan, dan memang, belum mengenal dengan baik kota Jakarta.

 

Sebagai sesama warga asing di ibukota Jakarta. Perkenalan singkat itu membuatnya mudah menjadi akrab. Hampir setiap pekan mereka bertemu di taman itu, untuk sekedar berolah raga, atau menikmati jajanan khas ibu kota. Salah satunya kerak telor.

Entah mengapa, kesukaan mereka sama. Sensasi renyah nasi ketan dan telur dengan taburan serundeng yang terbuat dari parutan kelapa, terasa unik dan nikmat. Apalagi jika dimakan saat masih hangat.

Sean, menikmati pemandangan di hadapannya kala Claire memaksa memakan kerak telor itu dalam keadaan panas. Mukanya yang putih, menjadi merah bak kepiting rebus.

Sean, berkebangsaan Australia, datang ke Indonesia hampir lima tahun lalu. Mengadu nasib menjadi seorang pengajar bahasa asing di salah satu universitas terkemuka di Indonesia.

Claire sudah lama tinggal dan menetap di Indonesia. Saat masih kecil, dirinya dibawa kemari bersama ibunya, yang sudah meninggal sejak beberapa tahun silam. Ayah kandungnya pun sudah lama pergi meninggalkan mereka. Kemudian ibunya menikah lagi, namun tak lama, ayah tirinya pun menceraikan ibunya.

Jadilah Claire hidup sebatang kara di Jakarta. Mengandalkan rasa murah hati para tetangganya, yang mau menampungnya sementara, mencarikannnya pekerjaan, sehingga ia bisa hidup mandiri pada akhirnya.

Claire sendiri bekerja di sebuah kedai kopi di Jakarta, tidak jauh dari kampus tempat Sean mengajar.

Tak pelak juga mereka sering pulang bersama-sama. Lebih tepatnya, Sean berkunjung ke kedai kopi Janji Daku, memesan segelas kopi latte, menikmatinya sambil menanti jam kerja Claire usai.

Itu dilakukan Sean, tak hanya sekali dua kali. Lama kelamaan, mereka berdua merasa nyaman, dan tanpa ada ikrar yang jelas di antara mereka, mereka sering berkencan.

Tepatnya dua tahun lalu, di ulang tahun Claire yang ke delapan belas, Sean menyatakan cintanya, dan pada tanggal empat belas Februari Claire baru menerima pernyataan cinta Sean.

Itulah sebabnya, Sean memilih tanggal empat belas Februari untuk melamar Claire.

avataravatar
Next chapter