Kedatangan Quiena dan Squby membuat Sean dan Emanuel saling menatap apalagi keduanya dengan sangat terpaksa menghentikan pembicaraan mereka berdua saat itu. Namun, hal itu membuat Quiena terheran ketika melihat kedua pria tampan di depannya kini saling Dima saat kedatangannya.
"Hey! Kalian bilang kalau aku dan Squby boleh masuk kesini? Lalu kenapa kalian berdua diam saja? Ayolah bicaralah agar aku bisa mendengarnya. Yah siapa tahu aku bisa ikut dalam pembicaraan kalian berdua." Dengan polos Quiena duduk di tengah-tengah keduanya.
"Um, Nona Quiena. Sebaiknya aku pergi saja dari sini. Jadi kalian berdua bersenang-senanglah, dan lebih baik Squby ikut denganku!" Emanuel langsung merebut Squby di genggaman tangannya Quiena, di saat wanita itu lengah.
"Heh! Kembalikan kucing kesayangan ku!" Quiena menjerit keras sampai ingin mengejar Emanuel, namun dengan tiba-tiba tangganya di cekal erat oleh Sean hingga membuat dia tidak bisa pergi dari sana dan justru dirinya jatuh ke dalam pangkuannya Sean.
Quiena menatap mata biru indah yang berada di depannya yang juga sedang menatapnya. Entah kenapa Quiena berpikir setelah menikah dia jadi semakin nyaman melihat Sean bahkan dia ingin selalu dekat dengan suaminya itu. Tanpa Quiena sadari, ia memegang rahang bawah milik Sean.
"Kau suka menyentuhku?" Dengan sengaja Sean mendekat sampai membuat mata Quiena melotot ketika mendengar hal itu.
Quiena gelagapan sampai ia kebingungan harus menjawab apa, dan bahkan ia sampai salah tingkah hingga loncat dari atas pangkuannya Sean sampai terjatuh ke lantai.
"Ya ampun kau ini sangat ceroboh," ucap Sean sembari membantu Quiena berdiri.
"Apa mau mu? Lepas! Aku ingin mengambil Squby, enak saja Emanuel main bawa Squby kesayangan ku," ketus Quiena tanpa menatap kearah matanya Sean. Dia bahkan membuang muka ketika berkata.
Namun, hal itu membuat Sean sadar bahwa Quiena sedang salah tingkah di depannya apalagi pipi wanita itu tak bisa berbohong di saat warna kemerahan terlihat jelas di wajahnya Quiena saat sedang menahan malu.
"Oh jadi lebih penting kucingmu daripada suamimu ini ya? Hemm kalau memang begitu kenapa kamu datang sampai mencari ku kesini, sayang?"
"Siapa juga yang mencari mu? Dasar terlalu percaya diri sekali," ketus Quine.
'Ya ampun ... kenapa hatiku jadi tak nyaman begini? Dia bahkan terus saja menatapku. Ah sial! Yang ada aku jadi meleleh di sini,' batin Quiena.
Meskipun mulutnya berkata lain, namun hatinya tak dapat berbohong saat mengetahui bahwa dirinya sedang salah tingkah di depan Sean meskipun itu suaminya sendiri. Sean yang bisa mendengar isi hati dari Quiena membuat ia menahan senyumnya di saat mendengar isi hati yang begitu konyol.
"Ayo naik ke atas pangkuan ku lagi. Aku tahu kamu menginginkannya." Tanpa menunggu sahutan, Sean langsung menggendong tubuh Quiena untuk duduk di atas pangkuannya dan saling berhadapan.
Pelan-pelan Sean menepiskan anak rambut yang menutupi wajah cantiknya Quiena, dan juga ia terus menatap istrinya itu tanpa henti. Seperti sudah candu yang begitu besar di saat tidak menatap wajah Quiena dalam satu hari.
"Sayang, apa aku boleh mendengarkan satu kata darimu?" tanya Sean dengan tiba-tiba tanpa melepaskan apa yang ia buat.
"Apa itu?"
"Apa kamu mencintaiku? Jawab aku tanpa menatap kearah lain dengan jujur karena aku ingin mendengarnya sekarang." Sean memaksa tanpa membiarkan Quiena melirik kearah lain meskipun hanya sedetik saja.
"Pertanyaan macam apa ini?" Quiena terheran dan kebingungan.
"Aku hanya ingin kamu menjawabnya, Quiena. Katakan apa kamu mencintaiku?"
Quiena langsung menganggukkan kepalanya sembari mengalungkan tangan dileher Sean. Wanita itu tidak ingin berbohong, lalu kemudian ia berkata. "Tidak mungkin aku tidak mencintaimu, Sean. Kamu dan aku kini telah menjadi satu dalam ikatan pernikahan, dan aku tentu saja mencintaimu jauh sebelumnya aku juga sangat terpesona dengan keindahan yang kamu miliki."
Mendengar hal itu membuat Sean kebingungan apa dia harus bahagia ataupun bersedih? Dia langsung memeluk tubuhnya Quiena dengan erat, berharap tak ingin lepas bahkan kecupan manis pun dengan sengaja ia turunkan tepat di bibir Quiena. Saling memadu kasih sembari menikmati setiap sentuhan saat itu, namun Sean sadar jika hal ini akan sangat ia rindukan.
Mata Sean berkaca-kaca di saat melihat Quiena telah pasrah memberikan seluruh hidup dan matinya kepada Sean, namun ia sendiri sadar bahwa dia tidak bisa memberikan seluruh hidupnya kepada Quiena.
Dalam setiap kecupan itu ada batin yang sedang terucap dalam dirinya Sean. "Semoga aku tidak melupakan mu nanti."
Kata itu terus saja Sean ingat saat dia memberikan kehangatan dan kenikmatan kepada Quiena, dan saat itu Sean berharap Quiena bisa melupakannya padahal dirinya salah kalau semua itu tidak akan bisa dengan mudahnya dilupakan oleh seorang wanita. Apalagi wanita yang lebih berpikir dengan perasaan sangat sulit melupakan sosok pria yang sedang berbunga-bunga di dalam hatinya.
Quiena masih memeluk tubuh Sean dengan erat seperti rasanya tak ingin lepas sedikitpun, namun saat itu pelukannya dilepas oleh Sean.
"Ada apa, Sean?"
Sean langsung bangkit dari duduknya dan Quiena dengan sangat terpaksa turun dari atas pangkuan Sean. Pria itu berjalan kearah jendela, berdiri sambil menatap ke luar.
"Quiena, mari kita berpisah."
Dalam seketika rasa sesak dan sakit bagaikan ditusuk belati membuat hati Quiena sakit saat mendengar kata tersebut terucap dari mulut pria yang ia cintai. Quiena berjalan mendekat dan langsung memberikan pelukan dari belakang berharap bahwa apa yang ia dengar adalah mimpi dalam tidurnya.
"Sean, bagaimana kalau sekarang kita melanjutkan yang tadi? Aku sungguh merindukanmu." Dengan sengaja Quiena meminta penyatuan itu lagi agar dia bisa melupakan apa yang baru saja Sean katakan.
"Mari kita berpisah, karena aku tidak benar-benar mencintaimu, Quiena," ucap Sean setelah memikirkan matang-matang apa yang akan dia ucapkan itu sambil dia menahan tangis di saat mengingat dirinya harus pergi.
Dengan cepat Quiena membalikkan tubuh kekar Sean, ia menatap mata pria itu yang sedang mengalihkan pandangannya.
"Apa yang sedang kamu ucapkan, Sean? Katakan padaku bahwa semua itu adalah kebohongan, ayo cepat katakan! Kamu ingat kan? Kita baru saja melakukan semua itu, dan aku juga mencintaimu." Mata Quiena berkaca-kaca di saat ia mengutarakan semua isi hatinya.
Bukan hanya mengalihkan pandangannya itu, namun Sean juga menjauhkan dirinya dan dengan sangat terpaksa melepaskan diri di saat Quiena sedang memeluk tubuhnya dengan erat.
'Maafkan aku, Quiena. Aku begitu mencintaimu dan aku sadar bahwa sekarang aku ingin hidup selamanya denganmu tetapi bagaimana mungkin bisa? Aku takut kamu terluka karena diriku. Jadi biarkan aku pergi agar kamu tetap hidup,' batin Sean.