webnovel

Benvolio

Bagaimana jadinya jika dua keluarga dari konglomerat kaya bersatu? Apa jadinya dunia dibuatnya? Yang satu berlatar belakang seorang Mafia paling berbahaya di Italia dan yang satu lagi Kepala jaksa terkenal di Indonesia. Tidak cukup dengan mereka berdua, disini ada agen CIA terbaik di generasinya dan masih banyak orang hebat lainnya yang juga sama kayanya. Benvolio Constanzo, lahir di Indonesia dan merupakan seorang mafia paling berbahaya di Italia. Dia juga pengusaha sekaligus pengacara yang handal. Dia adalah salah satu pemeran penggerak ekonomi dunia. Tunggu apalagi?! ayo ikuti terus ceritanya!

Chasalla16 · Realistic
Not enough ratings
359 Chs

PECAH

"Cal? Callista?" panggil Pavlo yang kemudian membuyarkan lamunan Callista mengenai ingatannya pada 6 tahun silam tersebut.

"Ya—yaa, ada apa Pav?" tanyanya lagi karena bingung dan lupa apa yang ditanyakan Pavlo sebelumnya kepadanya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Kenapa kau menelponku hingga berulang kali? Apakah kau dan Biserka mengalami sesuatu yang mengancam dan berbahaya?" tanya Pavlo dan menginginkan jawaban yang lengkap dan jelas dari Callista.

"Ah, tidak. Uhm…maskudku yaa, mungkin?" jawabnya ragu karena dia pun tidak yakin apakah kejadian beberapa saat yang lalu di apartemen Biserka adalah sesuatu yang mengancam dan membahayakan. Ya, dia memang sempat panik tapi setelah itu dia menikmati petualangannya.

Callista pun membenarkan posisi duduknya dan memperlihatkan sebuah handgun case holder yang tercantel pada celana jeansnya. Benvolio yang berada tepat disampingnya segera menyadari bahwa Callista membawa sebuah handgun. "Kenapa membawa handgun milik Pavlo?" tukasnya singkat.

Callista mengernyitkan dahinya, bingung dengan ucapan Benvolio padanya itu. "Handgun?" ucapnya yang kembali bertanya.

Callista seperti orang yang sedang ling-lung setelah mengingat kejadian yang terjadi pada 6 tahun silam tersebut. Dia memang paling tidak bisa melamun karena dia pasti akan menjadi bingung dan lupa seperti saat ini, setelah dirinya melamun cukup lama.

Benvolio segera mengarahkan tatapannya pada handgun case holder yang tercantel di celana jeans Callista. "Itu, handgun milik Pavlo. Kenapa kau membawanya?"

Callista segera mengikuti tatapan Benvolio dan mendapati sebuah handgun case holder yang berisikan handgun milik Pavlo tercantel di celana jeansnya. Dia pun baru teringat tentang kejadian di apartemen Biserka lebih rinci.

"Ah, ini. Tadi ada keadaan darurat jadi aku membawanya untuk berjaga-jaga. Lagipula Pavlo sendiri yang memberitahuku mengenai handgun ini sebelum menyusulmu. Yakan, Pavlo?" ujarnya dan menoleh kearah Pavlo.

Pavlo mengangguk mengiyakan sekaligus mengernyitkan alisnya sedikit bingung. "Ya, memang benar aku yang memberitahumu. Akan tetapi, aku juga mengatakan untuk pakai itu jika keadaan benar-benar darurat, bukan? Sebenarnya apa yang terjadi di apartemen Biserka sampai kalian membawa semua perlengkapan dan juga bersenjata?" ujarnya meminta penjelasan kepada Callista.

"Cepat katakan, Callista," tukas Benvolio yang mulai geram.

Callista mengerucutkan bibirnya kesal, "Iya, iya. Bawel banget sih."

"Setelah dokter yang Pavlo hubungi selesai memeriksa Biserka, tidak lama setelah dokter itu pamit dari apartemennya, ada dua orang pria yang juga memakai pakaian dokter. Tapi kami tidak membukakan pintunya, sampai aku melihat dari celah pintu apartemen Biserka bahwa salah satu dokter itu mengeluarkan sebuah pistol dari sakunya," lanjutnya.

"Kemudian Biserka segera membereskan berkas-berkas penting dan mengambil senjata miliknya, lalu aku teringat dengan handgun yang Pavlo katakan sebelumnya. Setelah aku dan Biserka sudah siap, terdengar tembakan pistol yang mencoba untuk menghancurkan pintu apartemen Biserka. Untung saja pintunya terbuat dari bahan khusus anti-peluru sehingga tidak akan mudah dihancurkan. Yeah, that's all," ujarnya lagi dan menyudahi ceritanya.

"Dua orang pria? Apakah kau atau Biserka mengenal salah satu dari mereka?" tanya Pavlo kembali pada Callista.

Callista menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tidak mengenalnya. Tapi aku tidak tahu dengan Biserka, apakah dia mengenalnya atau tidak karena hanya aku yang mengintip dari celah pintu."

"Kau masih ingat wajah mereka?" sahut Benvolio pada Callista.

"Ya, mungkin? Aku masih sedikit mengingat wajah mereka," jawab Callista sedikit ragu.

"Ingat atau tidak?! Pilihannya hanya itu! Biasakan untuk menjawab pertanyaan dengan yakin dan tidak ada keraguan dalam jawabanmu." Benvolio menasihati Callista karena dia ragu-ragu dalam menjawabnya.

"Ingat atau tidak?!" tanya Benvolio sekali lagi.

"Ingat… mungkin? Sedikit?" jawab Callista yang masih ragu-ragu dirinya benar-benar mengingat dua wajah pria asing itu.

Benvolio mulai menatap tajam Callista. Tatapannya selalu berhasil membuat orang yang ditatapnya itu merasa sangat terintimidasi.

Callista yang melihat Benvolio akan segera meledak dan mengeluarkan kata-kata yang pedas dan sarkas segera mendahuluinya bicara, "Arghhh, Benvolio! Kau membuatku sangat frustrasi! Aku mengingatnya tapi hanya sedikit saja! Tidak bisa mendetail dari ujung kaki hingga kepala!"

"Baiklah, katakan pada Pavlo ciri-cirinya. Dia akan menggambar dan kau harus memastikan itu benar-benar orang yang kau lihat," ujarnya dingin dan segera beranjak pergi dari ruang tunggu milik Mataya tersebut.

***

Ruang pribadi Mataya, markas utama CNY Company.

"Apa yang sebenarnya terjadi Biserka? Coba kau jelaskan pada kami," ucap Ahmed kepada Biserka dan memintanya menjelaskan tentang situasi ini semua.

"Sejak kapan kau mengenal Benvolio dan Pavlo? Lalu tawaran projek dari Keluarga Constanzo adalah idemu, kan? Agar mereka memiliki akses ke markas utama dan mengambil rekanmu itu, apakah kata-kataku ini benar Biserka?" Vla juga ikut bertanya kepada Biserka, namun dia menghujaninya dengan banyak sekali pertanyaan.

Biserka hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia masih merasa bersalah karena telah melakukan ini semua kepada mereka, terutama kepada Mataya. Dirinya telah membohongi orang-orang yang peduli padanya. Bagaimana dia harus menghadapinya setelah semua hal yang telah dia perbuat ini?

"Kenapa kau menyembunyikan ini semua dari kami, Biserka?" tanya Ahmed kembali kepada Biserka.

Biserka masih tetap belum menjawab satupun pertanyaan yang Ahmed dan Vla tanyakan. Dia mencoba menguatkan dirinya sendiri untuk bisa berkata jujur kepada mereka semua.

Vla sangat geram dengan Biserka yang masih saja diam dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Biserka seperti pengecut yang sedang mengumpat saat ketahuan bersalah.

Ahmed mencoba menenangkan Biserka dan memberikannya segelas jus kiwi kesukaannya. Ahmed juga memberikan sapu tangannya pada Biserka agar dia bisa menghapus air matanya yang mulai turun membasahi wajahnya.

Dia juga mencoba berbicara dengan Vla agar menanyakan hal ini lagi nanti disaat Biserka sudah siap dengan jawabannya. Ahmed juga menjelaskan bahwa Biserka sedang tidak siap untuk ini semua sehingga Ahmed meminta waktu lebih pada Vla hingga Biserka siap.

Namun bukan Vla namanya jika dia memedulikan perasaan orang lain selain perasaan Mataya. Vla tidak menyetujui semua perkataan Ahmed, dirinya bahkan mengalami sedikit perdebatan dengan Ahmed karena masalah Biserka ini.

"Dia tidak bisa selalu bersikap seenaknya seperti itu Ahmed! Dan kita harus menyadarkannya segera! Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi untuk kedua kalinya! Tidak, jika diriku masih hidup dan berada di dunia ini," tukas Vla geram.

"Ya, aku tahu Vla. Tapi kita juga tidak tahu kan, apa yang sebenarnya terjadi pada Biserka? Biserka mungkin juga mengalami kesulitan dan dia tidak tahu harus bagaimana meminta bantuan kita," tegas Ahmed pada Vla.

Dia tentu saja akan membela kedua sahabatnya dan tidak akan memojokkan salah satunya. "Tidak ada yang akan terselesaikan jika kau melibatkan emosi di dalam suatu diskusi Vla," lanjutnya lagi yang membuat Vla sedikit tersadar akan perbuatannya yang kelewatan kepada Biserka.

Ya, bagaimanapun juga, Biserka adalah sepupunya dan dia tidak bisa seperti itu padanya.

"Maafkan aku Biserka, aku terlalu terbawa emosi dan suasana saat ini. Kita bicarakan ini nanti." Vla beranjak dari ruangan tersebut dan pergi keluar untuk mencari udara segar sekaligus menjernihkan pikirannya.

"Maafkan aku Vla, maafkan aku Ahmed," ucapnya sambil kembali terisak dan Ahmed segera menaruh kepala Biserka di dekapannya agar Biserka bisa menangis dengan sepuasnya dan merasa lega.

"It's okay, right? I'm here Biserka, tenang ya?" tangis Biserka pun semakin pecah dan menjadi-jadi.

-bersambung-

*Note*

Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan.

Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^

Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^

Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 31 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^

Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^

Salam hangat

Chasalla

Hai, jangan lupa untuk istirahat jika sudah terlalu lelah ya! Jangan terlalu lama menatap layar smartphone ataupun laptop kalian, karena tidak baik untuk kesehatan mata. Jangan sungkan untuk memberi saran atau mengkritik karyaku, terima kasih banyak^^

Chasalla16creators' thoughts