webnovel

Before The Dawn

Apa jadinya jika seorang penyidik kepolisian, mendapat telepon dari pria misterius yang memberitahukan tentang kasus pembunuhan yang sedang berlangsung? Hal seperti itulah yang menimpa Arvin Theodore. Seorang penyidik kepolisian nomor satu di unitnya. Entah membawa tujuan apa, seorang pria misterius memberitahukan secara langsung mengenai kasus pembunuhan yang sedang atau akan terjadi. Di satu sisi memang terlihat menguntungkan, tapi di sisi lainnya justru mengundang banyak tanda tanya. Hingga pada akhirnya, melibatkan Arvin dengan pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki julukan The Dawn. Pemburuan sebulan tiga mayat pada tanggal-tanggal tertentu, sudah menjadi ciri khas pembunuh yang satu ini. Dia mengeksekusi korban secara brutal. Pun meninggalkan tanda seolah memberi pesan peringatan. Dalam proses penyelidikan yang Arvin dan rekan-rekannya lakukan, justru menggiring mereka pada kelompok bernama Black Alpha. Sebuah kelompok kejahatan bawah tanah yang ternyata memiliki benang merah dengan apa yang terjadi enam belas tahun silam. Tragedi yang coba Arvin lupakan selama ini, justru kembali menghantuinya. --- Author Note: Cerita ini hanya fiksi. Jika terdapat kesamaan nama tokoh, pangkat, latar tempat dan kejadian/kasus. Itu murni atas ketidaksengajaan penulis. Pun penulis tidak memiliki tujuan tertentu atau hubungannya dengan pekerjaan dari instansi terkait.

Rryuna · Horror
Not enough ratings
248 Chs

Bab 29: Kasus Penculikan

Setelah mendapat laporan dari kedua anak buahnya, Kanit Iva hendak menyusun beberapa laporan. Dia mulai menyambungkan kasus satu dengan kasus lainnya. Terutama kasus yang pernah menjerat Daryo. Entah mengapa, dia lebih tertarik dengan kasus itu sekarang.

Dia penasaran mengenai pria misterius yang pernah Daryo singgung di kasus yang pernah menjeratnya. Sayang, polisi tidak pernah menemukannya. Seolah pria itu memang tidak pernah ada.

Di kasus yang berbeda, Mira pun menyinggung mengenai pria misterius yang menawari Trisna sebuah pekerjaan. Hal itu membuat Kanit Iva kembali berpikir. Bisa saja pria misterius itu orang yang sama, 'kan? Namun, pertanyaan lain muncul. Apa tujuannya?

Lama terlarut dalam pikirannya, membuat Kanit Iva mengabaikan sekitar. Dia bahkan tidak menyadari jika Kasat Reskrim tengah berdiri dengan tubuh yang disandarkan pada daun pintu ruangannya. Pria yang sudah berumur itu memperhatikan setiap gerak Kanit Iva.

"Kau tidak sedang memikirkan kasus yang sudah lalu, 'kan?" tanya AKBP Irwan pada Kanit Iva.

Pria dengan perut lumayan buncit itu berjalan memasuki ruangan. Matanya dengan jeli memperhatikan setiap letak benda yang ada. Pun tiga orang petugas yang tengah sibuk dengan komputer mereka, tidak luput dari sorot matanya.

"Ke mana anak buahmu yang dua itu? Siapa namanya? Tom dan Jery?" AKBP Irwan berseloroh.

Dua kursi kosong yang bersebelahan, menarik perhatiannya. Langkah kaki membawanya untuk lebih mendekat. Dia memperhatikan setiap tata letak benda yang ada di meja itu. Meja yang satu terlihat rapi, dengan komputer yang mengkilap bersih.

Sementara meja satunya, terkesan serampangan dengan beberapa dokumen yang ditumpuk dengan asal. Meski mejanya sama bersih dengan milik rekan di sebelahnya, tapi tetap saja. Letak dokumen itu membuat AKBP Irwan meringis. Sungguh. Dia penasaran dengan kinerja pemilik meja.

Kanit Iva yang sudah tersadar penuh dari lamunannya, hanya menatap atasannya itu dengan penuh curiga. Sudah menjadi kebiasaan, ketika Unit II kalah oleh Unit I, maka Kasat Reskrim akan datang pada Kanit Iva. Bertanya hal-hal tak penting. Basa-basi, dan berakhir mencemooh. Semua anggota Unit II sudah tahu kebiasaan buruk atasan mereka ini.

"Iptu Kyra dan Iptu Kino. Ada apa Komandan mencari mereka?"

Menetralkan napas dan nada suara, Kanit Iva tidak mau terlihat tidak sopan dengan berperilaku kurang ramah pada Kasat Reskrim.

"Tidak ada. Aku hanya ingin tahu apa yang mereka kerjakan saat ini," jawab Kasat Reskrim.

"Mereka sedang menyelidiki sebuah kasus."

"Kasus? Kau tidak melaporkan adanya kasus baru." Tautan di kening AKBP Irwan terbentuk.

Apa yang dia lewatkan? Kanit Iva selalu melapor padanya jika ada kasus baru, tapi apa yang terjadi sekarang?

"Saya belum bisa membuat laporan karena ini baru terjadi siang tadi. Dan kedua anak buah saya sedang menyelidiki hal tersebut," tutur Kanit Iva.

"Kasus apa?"

"Dugaan sementara, ini merupakan kasus penculikan terhadap seorang ibu dan anaknya. Iptu Kino dan Iptu Kyra tengah melacak keberadaan mereka."

"Tunggu! Itu berarti kalian sudah tahu pelakunya siapa?"

"Belum. Seperti yang saya katakan, ini baru dugaan."

"Seharusnya kau menanyai keluarga korban dan pelapor terlebih dahulu, sebelum melakukan pelacakan."

"Tidak ada yang melaporkan kasus ini. Iptu Kyra dan Iptu Kino yang melihat kejadian itu secara langsung, ketika mereka saya tugaskan untuk menemui korban."

Mimik muka AKBP Irwan terlihat semakin serius. Dia menyimak penuturan Kanit Iva, dan berusaha mengingat setiap detailnya.

"Memangnya siapa korban yang kau maksud?" AKBP Irwan mulai merasa curiga.

"Mira dan anaknya," jawab Kanit Iva dengan santai.

Dia menunggu reaksi yang akan diberikan atasannya itu dengan sabar. Pun menduga-duga.

Mira. AKBP Irwan ingat nama itu. Meski kasusnya sudah lama dia anggap selesai, tapi sepertinya tidak untuk Kanit Iva. Entah apa tujuannya. Atau mungkin dia merasa tidak puas dengan kinerja Unit I? Yang jelas, AKBP Irwan tidak menyangka jika pihak mereka masih mengungkit kasus ini.

AKBP Irwan memijat pelipisnya yang mulai terasa pening. Sungguh. Dia tidak mengerti dengan pola pikir Kanit Iva. Bisa-bisanya. Ketika unit lain mulai disibukkan dengan kasus baru, unit mereka justru masih menyelidiki kasus yang sudah usai. Sebenarnya apa yang Kanit Iva kejar?

"Seluruh negeri sudah tahu kasus pembunuhan satu keluarga itu telah usai. Apa lagi yang kau cari? Kau ingin mempermalukan institusi kita dengan sifat tidak profesional seperti ini?"

Dari nada bicaranya, terdengar jelas ada amarah yang ditahan di sana.

Kanit Iva masih terlihat begitu tenang. Dia sudah menduga reaksi yang diberikan atasannya akan seperti ini. Kasat Reskrim cenderung meremehkan unit mereka. Seperti biasa. Padahal, banyak hal yang Kanit Iva dapatkan daripada penyidikan hasil Unit I. Hanya saja, dia memilih untuk bungkam. Mengungkapnya secara langsung daripada bertahap, itu sudah menjadi kebiasaan Unit II.

"Saya tidak menyelidiki kasus pembunuhan itu lagi, Komandan."

Apa yang Kanit Iva katakan tidak sepenuhnya kebohongan. Dia memang menyelidiki kasus lama yang menyangkut dengan pembunuhan itu pada awalnya, tapi untuk saat ini fokus penyidikan yang dia lakukan beralih ke arah lain. Sesuatu yang serius, dan kasus baru tentu saja.

"Lantas? Untuk apa kau menugaskan kedua anak buahmu untuk menemui Mira?"

Kanit Iva terdiam. Dia hanya menundukkan kepalanya dan tatapannya terarah pada lantai. Tidak mungkin jika dia mengatakan yang sebenarnya. Tentang pria misterius yang sedang dia cari. Karena bagaimana pun, mencari pria itu dan mengatakannya pada AKBP Irwan, sama saja dengan bunuh diri. Mengingat, pria itu disebut-sebut pada kasus yang sudah begitu lama.

Hening untuk beberapa saat. Atmosfer di ruangan itu terasa canggung. Beberapa anggota Unit II yang tengah bekerja, mereka saling tatap satu sama lain. Secara diam-diam.

Kanit Iva dan AKBP Irwan, keduanya bisa dibilang sama-sama keras kepala. Jika jabatan mereka setara, sudah dipastikan Kanit Iva akan terus melawannya. Seperti yang sering penyidik wanita itu lakukan pada Kanit Gerdian.

Semua perilakunya itu tentu saja memiliki alasan yang kuat. Bahkan, secara diam-diam dia mencari informasi mengenai mereka berdua. Kanit Iva sangat berhati-hati melakukan itu semua tentu saja.

Dia dan Kanit Gerdian dulunya adalah rekan yang sangat solid. Seperti Kino dan Kyra jika boleh dibilang.

Namun sayang seribu sayang, sebuah kasus menghancurkan persahabatan itu. Kanit Iva tidak setuju dengan keputusan yang Kanit Gerdian ambil saat penyelidikan kasus itu. Sampai sekarang, Kanit Iva masih menyelidiki kasus yang membuat keduanya menjadi seperti musuh. Secara diam-diam tentu saja.

Meski 16 tahun sudah berlalu, tapi dia tidak bisa melupakannya begitu saja. Ada sesuatu yang ingin dia buktikan. Sesuatu yang telah dimanipulasi.

"Kenapa kau malah diam? Kasus apa yang tengah kau selidiki?" tanya AKBP Irwan.

"Kasus penculikan Mira. Kami menyelidiki itu sekarang. Mengenai kedua anak buah yang saya tugaskan untuk menemui Mira, itu hanya untuk berbelasungkawa."

Lagi-lagi dia menyisipkan kebohongan di sana. Seberani itulah seorang Kanit Iva. Atau mungkin bisa dibilang, kurang ajar? Entah.

Tepat ketika AKBP Irwan hendak membuka mulutnya untuk mengucapkan hal lain, ponsel Kanit Iva berdering. Wanita dengan rambut sebahu yang rapi itu, meminta izin pada atasannya itu untuk mengangkat teleponnya. Tanpa berucap, AKBP Irwan hanya memberi anggukan dengan raut sedikit kesal. Pria tua ini memang tidak suka diinterupsi. Oleh hal terduga sekali pun.

Tidak berselang lama setelah berbicara lewat telepon, Kanit Iva kembali menghampiri AKBP Irwan. Raut wajah penyidik wanita itu terlihat sangat panik. Terang saja, AKBP Irwan pun penasaran akan apa yang telah terjadi.

"Kedua anak buah saya menemukan lokasi mobil yang menculik Mira dan anaknya. Mereka meminta saya untuk bergegas ke lokasi. Ada sesuatu yang harus diperiksa," tutur Kanit Iva.

Dia berlari kecil ke arah kursinya. Mengambil jaket, senjata api dan buku catatannya. Kemudian, kembali menghadap AKBP Irwan. Memberi hormat terlebih dahulu, dan berlalu dari ruangan.

Namun sebelumnya, dia meminta dua anak buahnya yang lain untuk ikut. Mereka pun bergegas bersama. Sementara AKBP Irwan yang ingin tahu mengenai apa yang terjadi, dia berlari menyusul Kanit Iva. Tidak ada salahnya dia ikut andil dalam kasus ini. Sudah lama dia penasaran mengenai cara kerja Unit II.