13 Forgive Me

Mungkin, bagimu sangat mudah untuk melupakanku. Tapi tidak bagiku, melupakanmu sama saja dengan mengakhiri sebuah cerita tanpa memulainya.

•-----•

Kesempatan Kedua

•-----•

Damai. Satu kata yang menggambarkan perasaan gue saat ini. Pasalnya, gue sedang memfokuskan netra gue pada subjek yang ada di sofa sana.

Ya, Sejeong. Siapa lagi? Dia tengah tertidur pulas dengan tangan kanan sebagai bantalannya. Gue tersenyum melihatnya.

Kapan lagi gue dan Sejeong bisa berlama - lama di dalam ruangan yang sama? Sungguh, gue merindukannya. Ingin memeluknya tapi gue tidak punya hak.

Gue melihat Sejeong yang menggeliat sambil meringkukkan kedua lututnya. "Oh, dia kedinginan?"

Baiklah, gue turun dari ranjang dan menyambar selimut yang sedang gue pakai tadi. Sambil tersenyum, gue menghampiri dia.

Gue lebarkan selimut yang gue bawa dan gue pakaikan pada tubuh mungil Sejeong. Astaga Se, kenapa kamu makin cantik kalau dilihat dari dekat.

Mungkin karena merasakan ada pergerakan dari gue, Sejeong mengerjapkan matanya sebelum ia benar-benar mengubah posisinya menjadi duduk.

"Niel? Ada apa?" tanyanya sambil mengusak matanya pelan.

Gue menggelengkan kepala, untuk menutupi kegugupanku saat ini. "Nggak ada apa-apa Se. Kamu kenapa bangun? Keganggu ya? Aku cuma mau pakein selimut aja kok," sahutku.

"Ya ampun Niel, nggak kok. Ngomong-ngomong ini jam berapa ya? Aku tidur berapa lama?" tanya Sejeong sambil mengedarkan pandangannya mencari jam dinding.

Terlihat di jam dinding, waktu menunjukkan sudah jam delapan belas lewat tiga puluh malam. Sejeong tidur selama satu jam kurang lebih. "Nggak lama kok Se. Kenapa?"

"Mama lo dan Renjun udah dateng?" Bukannya menjawab pertanyaan gue, Sejeong malah menanyakan Ibu dan adik gue.

Gue mengangguk. "Baru aja pulang tadi Se. Maaf ya nggak ngebangunin kamu, kayaknya capek banget."

"Hm, iya nggak apa - apa Niel. Ya udah gue mau sholat maghrib dulu. Belum telat 'kan ya?"

"Iya masih ada waktu kok. Aku udah tadi bareng Renjun. Infusanku juga udah dicopot."

Gue melihat Sejeong beranjak dari duduknya dan mengangguk. "Syukurlah. Nanti gue balik lagi." Ia melangkahkan kakinya keluar ruangan.

"Hati - hati Se, jangan lama - lama ya soalnya aku takut."

"Takut apa 'sih Niel? Masa takut ditinggal sendirian?" tanya Sejeong dari ambang pintu.

"Takut kangen," goda gue.

Sejeong memutar bola matanya malas. "Ya Allah, Niel... untung lagi sakit lo."

Gue hanya terkekeh pelan sambil menggaruk tengkung leher yang tidak gatal. Setidaknya mencairkan kecanggungan di antara gue dan Sejeong.

Tiba - tiba pintu ruangan terbuka dan menampilkan sosok Kino. Hhh, kirain siapa.

"Bro! Gimana keadaan lo?" tanya Kino.

"Seperti yang lo lihat. Gue mau pulang malam ini, seharusnya besok tapi gue udah nggak betah."

"Syukurlan kalau gitu. Oh iya Niel, tadi Sejeong ke sini nggak? Dia dicariin mamanya, nggak keliatan soalnya," tanya Kino sambil berjalan menuju sofa.

"Iya baru aja keluar, emang nggak papasan?"

"Wah, dari tadi? Ngapain aja lo berdua? Nggak macem - macem 'kan lo?!" Kino sedikit ngegas.

Lah, itu anak kenapa coba? Bukannya dia yang memberitahu Sejeong kalau gue pingsan? Aneh, dasar Kino!

"Ya kali bro! Dia tidur tadi. Lagi pula, ada nyokap dan Renjun tadi."

Kino tertawa ringan. "Ya ampun Niel, gue juga tau lo gimana. Nggak mungkin lah lo macem - macem."

"Itu lo tau. Eh, gimana keadaan Vernon?" tanyanya.

Mau bagaimanapun gue khawatir sama keadaan Vernon. "Maaf nih gue belum jengukin," lanjut gue.

"Vernon udah sadar tadi Niel, makanya gue ke sini. Nengokin sobat gue yang satu ini," jawab Kino.

"Syukurlah, Vernon udah sadar. Terus gimana sekarang? Masih di ICU? atau udah pindah?"

"Masih di ICU sih tadi, lagi diperiksa. Sekarang udah di ruang rawat inap kali. Lo mau ke sana? Ayo gue temenin," sahut Kino.

Ayolah, Niel. Buang dulu gengsinya dan masalah yang mungkin tidak perlu diperbesar. Sejeong juga sudah memaafkan 'kan? "Ayo deh, Kin!"

"Ayo, lo bisa jalan sendiri 'kan? Ya kali gue gendong gitu? Ogah!" Kino terkekeh sambil meledek Daniel.

Dasar Kino! "Ck, ada kursi roda bro!"

"Lah iya! Bilang dari tadi kek Niel!" protes Kino.

"Apa 'sih Kino! Astaga, bukan temen gue!"

Gue pun meninggalkan Kino dengan berjalan lebih dulu. Memangnya gue sakit parah sampai harus pakai kursi roda apalagi digendong. Kino kadang suka bener memang.

"Vern, akhirnya kamu bangun ya Allah!" seru Sejeong saat sampai di ruang rawat Vernon.

Ya, anak laki - laki itu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Tepat saat itu, Sejeong datang setelah mendapat kabar dari sang Ibu.

Terlihat senyuman simpul dari Vernon. Laki - laki itu senang bisa melihat Sejeong lagi. "Kirain nggak akan bisa liat kamu lagi Se," ucapnya.

"Kamu apaan 'sih Vern! Udah bikin panik, masih aja bisa bercanda!" Sejeong menahan tangisnya. "Kamu nggak tau kalau aku khawatir? Pas dapet kabar, terus liat kamu sempet nggak sadarin diri..."

Sejeong menangis, ia sudah tak sanggup menyelesaikan kalimatnya lagi. Membuat Vernon merasa menyesal telah membuat gadis itu menangis.

"Maafin aku Se. Jangan nangis, aku nggak bisa diri 'kan. Terus gimana caranya aku meluk kamu? Aku juga nggak bisa jitak kamu. Udah ya, cup cup cup..." Vernon mencoba menenangkan Sejeong yang semakin menjadi - jadi —menangis.

Mendengar penuturan Vernon, Sejeong tersenyum seraya menghapus air matanya. "Vernon~ jangan ngeledekin ih. Aku beneran khawatir tau. Kamu emang lagi ngapain sih bisa sampe kayak gini?"

"Ceritanya panjang Se. Intinya, aku mau ketemu Daniel buat minta maaf. Aku nggak mau ada kesalahpahaman lagi. Biar kamu bisa jujur sama diri kamu sendiri, kalau kamu masih sayang sama Daniel. Iya 'kan?"

Membeku, Sejeong terdiam tak bergeming. Apa yang dikatakan Vernon semuanya benar. Ia masih saja mengelak, kalau sebenarnya ia masih sangat menyayangi Daniel.

"Aku... kenapa sih Vern. Kamu selalu bisa baca pikiran aku. Aku malu tau," jawab Sejeong sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Vernon tersenyum lembut dan menoleh ke arah pintu. Ternyata di sana ada Daniel dan Kino yang sedang menguping.

"Gimana Niel? Lo udah denger 'kan? Kalau Sejeong masih sayang sama lo, bro!" seru Vernon yang membuat Sejeong terkesiap.

"Hah? Maksud kamu Vern?" tanya Sejeong bingung.

Daniel didorong agar masuk ke dalam ruangan oleh Kino. "Udah sana!" titah Kino.

"Jadi, bener Se? Kamu masih sayang sama aku?" tanya Daniel pada akhirnya.

Sejeong menoleh dan terkejut bukan main. Ternyata Daniel mendengar semuanya. "Vernon! Ini apa maksudnya?"

"Maaf ya Se, aku dan Kino udah ngerencanain ini semua. Pas Kino lagi jenguk aku, aku minta dia buat ngajak Daniel ke sini. Aku sadar setelah nggak lama kamu pergi dari ICU. Aku mau kamu sama Daniel balik lagi."

"Vern..." lirih Sejeong.

Vernon mengangguk pelan. Ia belum bisa duduk jadi hanya bisa memperhatikan dari tidurnya. "Udah Se, nggak ada yang perlu ditutupi. Daniel juga masih sayang sama kamu."

"Iya 'kan Niel?" lanjut Vernon bertanya.

Daniel mengangguk. "Maafin gue Vern, udah sempet ngira lo nikung gue."

"Santai bro, gue juga minta maaf ya."

Daniel mengangguk dan menghampiri Sejeong. Sedang gadis itu masih diam di tempatnya.

"Se..."

"Apa?" Sejeong sedikit tersipu malu.

"Jadi pacar aku lagi ya?" Daniel dengan lantang mengatakan itu.

Vernon dan Kino tertawa. "Lo ngajak balikan, apa maksa dah Niel!" seru dari ambang pintu.

Membuat Sejeong semakin malu - malu. "Tau nih, nggak romantis," protesnya.

"Abisnya aku nggak mau basa - basi Se. Dari pada kamu berubah pikiran, jadi langsung aja," sahut Daniel.

"Jadi, gimana Se?" tanya Vernon meledek.

"Gimana apanya Vern?" sahut Sejeong ikut bergurau.

Daniel langsung memasang wajah sedihnya. Ia bahkan menundukkan kepalanya. Melihat itu membuat Sejeong terkekeh pelan.

"Iya Niel," ucap Sejeong.

"H-hah?"

"Nggak ada pengulangan!" sahut Sejeong.

Daniel tersenyum, lalu berkata, "jadi kamu mau jadi pacar aku lagi?"

"Hm, menurut lo?"

Tanpa aba - aba, Daniel langsung memeluk Sejeong singkat.

"Woy! Belum mukhrim!" tegur Kino.

Sedang Vernon hanya tersenyum lembut ke arah dua pasang sejoli itu. "Semoga kalian bahagia," batinnya.

[END]

©aya; ayspcy

Seluruh Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.

avataravatar
Next chapter